Koordinator kurban kemasan LazisMu Nasional drh Zainul Muslimin | DOK Pribadi

Hiwar

Zainul Muslimin: Berkah Kurban di Era Pandemi

 

Umat Islam pada tahun ini akan merayakan Idul Adha di tengah pandemi Covid-19. Dalam situasi demikian, kaum Muslim diharapkan tak mengendurkan semangat berbagi. Kurban tetap dapat dilakukan, baik melalui kepanitiaan di masjid-masjid maupun lembaga amil zakat (LAZ).

Berbagai LAZ nasional menaruh perhatian pada momen Idul Kurban. Dalam hal ini, Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Muhammadiyah (LazisMu) telah menyatakan siap untuk mengelola dan menyalurkan kurban sesuai amanah.

Koordinator kurban kemasan LazisMu Nasional drh Zainul Muslimin mengatakan, situasi pandemi membuat setiap orang harus selalu memperhatikan protokol kesehatan, termasuk ketika akan menyembelih hewan dan memproses daging kurban.

"Penyembelihan hewan kurban tentu harus mengurangi kerumunan orang. Artinya, tidak bisa lagi kemudian kita menyembelih di masjid secara terbuka. Sebab, itu berisiko menghadirkan banyak orang," ujar dia.

Sejauh mana kesiapan LazisMu dalam penyelenggaraan kurban tahun ini? Berikut wawancara lengkap wartawan Republika, Muhyiddin, dengan ketua LazisMu cabang Jawa Timur itu beberapa waktu lalu.

Bagaimana dampak pandemi Covid-19 bagi penyelenggaraan kurban pada tahun ini?

Karena tahun ini dalam situasi pandemi, tentu akan berbeda dengan tahun-tahun yang lalu. Kita akan melaksanakannya dengan lebih ketat lagi. Kalau di LazisMu, kegiatan detailnya itu sudah kita matangkan bersama dokter-dokter hewan, semisal dari Dinas Peternakan Kabupaten Magetan, Jawa Timur.

 
Menurut dokter bagaimana mengantisipasi pandemi Covid-19 dalam penyembelihan hewan kurban tahun ini?
(Suara Zainul Muslimin)
 

Pada tahun ini juga, kita kembali mendapatkan kepercayaan dari lembaga-lembaga amil zakat yang lain. Mereka banyak menitipkan hewan kurbannya ke LazisMu untuk diproses, disembelih, lalu dagingnya diolah menjadi rendang atau kornet. Kita insya Allah sudah sangat berpengalaman dalam urusan ini.

photo
Pembagian daging kurban menggunakan keranjang bambung atau besek. - (dok Antara/Arif Firmansyah)

Bagaimana mengantisipasi Covid-19 dalam penyembelihan hewan kurban?

Kalau memperhatikan protokol kesehatan terkait Covid-19, penyembelihan hewan kurban tentu harus mengurangi kerumunan orang. Artinya, tidak bisa lagi kemudian kita menyembelih di masjid secara terbuka. Sebab, itu berisiko menghadirkan banyak orang.

Yang paling aman tentu disembelih di rumah potong hewan. LazisMu sendiri sudah menerapkannya sejak 2017. Ya, kami sudah melakukan itu. Bahkan, rumah potong hewan yang kami pilih betul-betul yang tersertifikasi. Kita pilih yang sudah mempunyai sertifikat halal dan fasilitasnya lebih modern. Itu langkah utama yang harus diupayakan.

 
Di era pandemi ini apakah masyarakat yang berkurban melalui LazisMU ada peningkatan?
(Suara Zainul Muslimin)
 

Dalam situasi kini, LazisMu sudah sangat siap un tuk mengurangi kerumunan di masjid saat penyembelihan. Bahkan, sekarang sudah banyak masjid yang menitipkan hewan kurbannya ke LazisMu. Sebab, mereka ingin mengurangi kerumunan orang saat proses penyembelihan hewan kurban.

Apalagi, biasanya banyak orang juga yang mengantre untuk memperoleh daging kurban. Jadi, saya kira, kalau orang menyebut pandemi ini wabah, bagi LazisMu ini tentu juga hikmah sekaligus mudah-mudahan berkah.

Apakah sudah tampak tren masyarakat yang akan berkurban?

Ini sudah mulai ada peningkatan. Peningkatan itu menurut saya pergeseran. Artinya, masjid-masjid yang tidak melakukan penyembelihan kemudian menitipkan hewan kurban ke lembaga, semisal LazisMu. Ada juga masjid yang hanya mengurangi jumlah hewan yang akan disembelihnya, kemudian sisanya dititipkan ke LazisMu.

 
Daging hewan kurban itu nantinya akan didistribusikan ke mana saja dalam situasi pandemi ini?
(Suara Zainul Muslimin)
 

Kalau di LazisMu, insya Allah akan ada peningkatan signifikan. Karena kita mengetahui ada pandemi ini, sejak dua bulan lalu kami sudah mempersiapkan, baik hewan kurbannya maupun sarana dan prasarananya.

Apa target LazisMu untuk Idul Adha tahun ini?

Sebenarnya, sudah tahun keempat kami memiliki pengalaman untuk memproses daging hewan kurban menjadi produk olahan. Produk-produk itu dikalengkan menjadi RendangMu dan KornetMu.

Pada tahun pertama, kita memproses hewan kurban senilai lebih dari Rp 500 juta. Pada tahun kedua, jumlahnya melonjak menjadi Rp 1,8 miliar. Alhamdulillah, masyarakat semakin percaya.

 
Apa yang melatari pengalengan daging hewan kurban di LazisMU? Bisa dijelaskan sejak kapan mulai dikalengkan menjadi Rendang sama kornet?
(Suara Zainul Muslimin)
 

Tahun ketiga, meningkat lagi menjadi Rp 2,05 miliar. Nah, pada tahun keempat ini kita menargetkan nilai yang dititipkan ke LazisMu untuk program kurban yang dikalengkan itu sebesar Rp 7,5 miliar. Itu naik sekitar tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.

Bagaimana mencapai target itu?

Kami mamasang target sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki. Tentu, yang paling penting adalah kemampuan rumah potong yang menjadi tempat melakukan penyembelihan hewan kurban.

Insya Allah, pada tahun ini kami akan memakai dua rumah potong. Sejak dua bulan yang lalu, kami juga sudah melakukan koordinasi secara intens, termasuk dengan rumah potong yang ada di Magetan. Di sana, pengelolaannya secara modern.

 
Dokter Zainul sendiri sudah berapa lama mengurusi hewan kurban dari umat ini? Dan apa motivasinya dulu?
(Suara Zainul Muslimin)
 

Kita sudah membangun komunikasi intens dengan Pemerintah Kabupaten Magetan melalui Dinas Peternakan. Bahkan, seluruh fasilitas yang sangat canggih dan modern itu digratiskan oleh pemerintah kabupaten setempat untuk LazisMu. Kami hanya membiayai tukang potongnya.

Apa kelebihan berkurban melalui LAZ, seperti LazisMu?

Untuk diketahui, potensi ekonomi kurban di Indonesia itu besar, mencapai Rp 28,4 triliun. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2018, konsumsi (daging) per kapita kita itu 2,5 kilogram (kg). Pada 2019, konsumsi per kapitanya 2,56 kg.

Ternyata, kalau kita pintar memilih hewan-hewan kurban yang gemuk, kita akan mendapatkan hampir 230 ribu ton daging. Kalau 230 ribu ton daging itu dibagikan kepada 260 juta rakyat Indonesia, satu penduduk akan mendapatkan 0,9 kilogram daging kurban. Artinya, kurban kita telah menyumbang 35 persen lebih dari konsumsi per kapita itu.

 
Apa pesan dokter Zainal bagi umat Islam menyongsong Hari Raya kurban tahun ini?
(Suara Zainul Muslimin)
 

Target kami yang sebesar Rp 7,5 miliar itu hanya mengambil porsi 0,026 persen dari yang Rp 28 triliun tadi. Mungkin, yang dilakukan LazisMu masih sangat kecil. Akan tetapi, upaya kami menjadi berarti dalam hal pemerataan distribusi daging kurban sehingga masyarakat di pelosok Indonesia pun bisa ikut menikmati. Ini yang saya kira juga menjadi concern seluruh LAZ di Tanah Air. Kita tentu ingin mendorong ini.

Bagaimana proses berkurban melalui LazisMu?

Saat kita melakukan proses kurban, semuanya melalui strategi dan penuh ketelitian. Mulai dari pemilihan sapi atau hewan kurbannya, penyembelihannya, hingga distribusi dagingnya. Pada tahun ini pun, kami insya Allah jauh lebih siap karena semua sarana sudah dipunyai.

Daging kurban dari LazisMu sudah pasti harus memenuhi kriteria ASUH, yakni aman, sehat, utuh, dan halal. Bagi Muhammadiyah, ini sudah menjadi tanggung jawab dalam mengemban amanah dan dakwah Islam. Sehingga, rakyat mendapatkan daging sapi yang ASUH.

Untuk merealisasikannya, tentu rumah potong yang betul-betul bagus dan modern harus disiapkan. Dengan begitu, kami menjamin bahwa setiap daging yang keluar dari rumah potong itu adalah halal dan baik juga berkualitas.

Sejak adanya program ini pada 2017, daging yang kami produksi itu juga betul-betul fresh dan berizin sehingga tidak tertolak untuk mengikuti proses selanjutnya (pengemasan dan pengalengan --Red). Sebab, kalau dagingnya tidak fresh, misal terkontaminasi dan sebagainya, tidak bisa dijadikan kornet atau rendang.

Daging kurban itu nantinya akan disalurkan ke mana saja?

Semua daging kurban yang kita dapatkan itu akan kita proses menjadi RendangMu dan KornetMu. Jadi, daging itu akan kita kalengkan di mitra-mitra kita. Insya Allah setelah proses itu selesai, tentu kami akan langsung distribusikan ke pada pekurban 30 persen. Sisanya, kami distribusikan kepada masyarakat yang memang sangat membutuhkan. Sebagian lainnya tentu kami juga pakai untuk stok ketahanan pangan.

Sasaran distribusi, antara lain, panti-panti asuhan Muhammadiyah. Selain untuk kebutuhan anak panti, daging kurban yang dikalengkan juga sangat berguna ketika sewaktu-waktu terjadi bencana. Rendang dan kornet yang siap santap itu dapat memudahkan para korban dan memudahkan teman-teman MDMC (Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah) dalam melakukan tugasnya.

Sejak 2017, kami juga sangat gencar untuk bisa mendistribusikan ke daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Jadi, untuk daerah yang sulit dijangkau dengan pengiriman hewan hidup, daging hewan kurban yang diproses menjadi rendang dan kornet itu akan sangat efektif. Kita bisa memperpanjang atau memperlama umur dari manfaat daging kurban.

Mengapa daging kurban diubah menjadi daging kaleng?

Kami sudah mulai mengusahakan daging hewan kurban dibuat menjadi rendang dan kornet itu sejak 2017. Waktu itu, kami berpikir, di Jawa Timur, misalnya, itu ada lebih dari 5.000 anak-anak yang tersebar di 125 panti asuhan Muhammadiyah.

Kami melihat, anak-anak panti itu hanya bisa memakan daging kurban tak lebih dari sebulan. Setelah dikalengkan menjadi RendangMu dan KornetMu, anak-anak panti kita akhirnya bisa menikmatinya dan mendapatkan asupan protein hewani dari daging kurban itu sepanjang tahun. Bahkan, pernah juga distribusi sampai ke panti-panti asuhan di Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan pulau-pulau terpencil.

Saya meyakini, dengan syariat berkurban itu kita bisa menikmatinya, kemudian kita bagikan, dan yang tentu kita bisa simpan. Nah, pada saat zaman Nabi SAW teknologi terbaik untuk menyimpan (mengawetkan) daging itu dengan cara dijemur. Namun, sekarang sudah ada teknologi yang lebih memadai yang bisa membuat daging kurban bertahan sampai dua tahun. Caranya dengan dikalengkan, semisal menjadi rendang atau kornet itu.

 
Untuk diketahui, potensi ekonomi kurban di Indonesia itu besar, mencapai Rp 28, 4 triliun.
 

 

Cegah kemubaziran dalam berkurban

Sebelum bergabung dengan Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Muhammadiyah (LazisMu), drh Zainul Mulimin sudah cukup berpengalaman dalam dunia peternakan. Ia mengaku pernah beternak ayam, kambing, dan sapi.

Sementara itu, aktivitasnya di dunia dakwah tak kurang sibuknya, terutama melalui Persyarikatan Muhammadiyah. Apalagi, sejak dia menerima amanah sebagai ketua LazisMu Jawa Timur. Momen Idul Adha selalu menjadi kesempatan baginya untuk mencurahkan segenap pengetahuan dan pengalamannya dalam bidang peternakan.

Satu hal yang menjadi sorotannya ialah adanya kemubaziran dalam nyaris setiap pemotongan hewan kurban. "Banyak menurut saya hal-hal yang harus diperhatikan agar niat baik dan ibadah kita tidak terselipkan kemubaziran, meski itu mungkin tak disadari," ujar Zainul Muslimin saat dihubungi Republika belum lama ini.

photo
Bermacam inovasi daging kurban. - (dok Lazismu Jatim)

Oleh karena itu, orang yang hendak berkurban hendaknya memperhatikan aspek syarat, rukun, wajib, dan sunah ibadah tersebut. Syariat menggariskan, hewan yang akan disembelih mesti sudah mencapai batas umur (musinah). Misalnya, sapi minimal dua tahun (masuk tahun ketiga) dan kambing satu tahun (masuk tahun kedua). Tentunya, hewan tersebut tidak boleh mengidap catat atau sakit.

"Ketika syarat itu terpenuhi, hewan kurban kita itu mencapai puncak pertumbuhan yang optimal," ucap alumnus Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.

Aspek kemubaziran, lanjut dia, berpotensi muncul saat pemilihan hewan kurban. Sebab, ada kecenderungan orang untuk mencari yang paling murah, bukan yang paling maksimal menghasilkan bobot daging kurban.

Sebagai contoh, ada tujuh orang yang urunan masing-masing Rp 2,5 juta untuk membeli sapi. Dengan harga sekitar Rp 17 juta, menurut Zainul, mereka hanya akan mendapatkan sapi berbobot kecil. Oleh karena itu, idealnya besaran urunan tidaklah sama, yakni berdasarkan kemampuan ekonomi tiap orang yang tentunya berlainan satu sama lain. Alhasil, sapi yang dapat dibeli dapat lebih besar lagi bobotnya.

"Mestinya yang status ekonominya tinggi, urunannya juga harus besar. Namun, seolah-olah urunan yang sama itu menjadi sebuah keharusan. Ini saya kira yang menjadi pertanyaan besar," kata dia. "Kalau kemudian yang dicari-cari adalah yang murah, di situ letak kemubaziran," lanjut Zainul.

Begitu pun dengan hewan kurban yang tak memerlukan patungan. Dalam hal ini, ia menyayangkan hewan yang masih muda sudah buru-buru dijadikan kurban. Sebagai gambaran, rata-rata kelahiran satu ekor kambing di Indonesia membutuhkan waktu sekitar enam bulan. Sementara, satu ekor sapi memerlukan waktu 15 bulan. Demi mengejar pasar, ada kalanya kambing atau sapi dijual sebagai hewan kurban, padahal belum mencapai pertumbuhan maksimalnya.

"Jadi, ada kemubaziran yang luar biasa. Mestinya, itu dibiarkan tumbuh lima sampai enam bulan lagi. Dengan pemeliharaan yang bagus, kita akan mendapatkan tambahan daging yang luar biasa besar, setidaknya bisa sampai 100 kilogram," katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat