Resonansi
Wabah Korona: Selamatkan Mahasiswa (3)
Wabah korona yang dihadapi mahasiswa Indonesia di mancanegara sama bahayanya
Oleh AZYUMARDI AZRA
AZYUMARDI AZRA
Jika banyak mahasiswa di Tanah Air kesulitan akibat terdampak wabah korona, bagaimana nasib mahasiswa kita di mancanegara? Sama seperti nasib mahasiswa di Tanah Air, tak banyak berita dan perbincangan tentang mahasiswa Indonesia di berbagai negara (luar negeri) yang juga terdampak pandemi Covid-19.
Para mahasiswa tampaknya dianggap tidak terlalu penting, khususnya bagi pemerintah. Boleh jadi juga mahasiswa di dalam atau di luar negeri dipandang tidak ‘terlalu terdampak’, atau jika terdampak bisa diatasi atau dibantu orang tua mereka masing-masing atau lembaga filantropis atau lembaga sosial swasta lain yang mungkin peduli.
Dalam perbincangan penulis Resonansi ini dengan narasumber di lingkungan beberapa KBRI di mancanegara dan dengan mahasiswa, kondisi mahasiswa Indonesia berbeda dari satu negara ke negara lain. Wabah korona yang mereka hadapi sama bahayanya walau mereka ada di negara berbeda. Tetap saja mahasiswa terdampak korona di negara mana pun mereka berada.
Jika wabah koronanya sama berbahayanya, apa yang menyebabkan keadaan para mahasiswa berbeda dari satu negara ke negara lain? Sebagian besar negara, tempat para mahasiswa Indonesia menuntut ilmu menerapkan lockdown dan kampus pun ditutup. Oleh karena itu, mereka punya pilihan yang sama sulitnya: bertahan di rantau atau pulang ke Tanah Air.
Pembelajaran diharapkan, dilakukan lewat ‘daring’ (dalam jaringan atau online). Tetapi tidak semua negara atau perguruan tinggi, profesor dan dosen di negara, tempat mahasiswa Indonesia belajar dapat melakukan perkuliahan atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara baik dan reguler.
Konsentrasi mahasiswa Indonesia terbanyak boleh jadi di Malaysia—sekitar 11 ribu orang. Ketika wabah korona mulai menyebar dan lockdown belum diberlakukan secara ketat, mahasiswa yang biasa disebut pelajar di Malaysia masih bisa pulang ke kampung halaman di Tanah Air.
Keadaan ini tidak sama dengan mahasiswa Indonesia yang belajar di Timur Tengah. Mahasiswa Indonesia di kawasan ini paling banyak ada di Mesir. Mereka umumnya belajar khususnya di Universitas al-Azhar Kairo atau di fakultas yang cabangnya di beberapa kota lain.
Menurut Usman Syihab, atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud), KBRI Kairo, jumlah mahasiswa dan pelajar Indonesia di Mesir hampir 8.000 orang. Mereka mengalami kesulitan sejak Pemerintah Mesir pada awal Maret secara bertahap memberlakukan pembatasan, menutup lembaga pendidikan dan transportasi, serta memberlakukan jam malam.
Atdikbud bekerja sama dengan Satgas Covid-19 KBRI berusaha menyantuni mahasiswa Indonesia terdampak; menyediakan ribuan paket logistik dan alat kesehatan. Selain itu, KBRI berhasil memulangkan ke Tanah Air 75 mahasiswa peserta kursus singkat yang tertahan di Kairo.
Dari mana dana untuk penyantunan para mahasiswa terdampak? Bagian terbesar dana bersumber dari anggaran Kemenlu di KBRI dan Atdikbud (Kemendikbud) untuk kegiatan akademik-pendidikan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan. Selain itu, ada juga donasi beberapa dermawan Mesir yang memiliki kedekatan dengan Indonesia.
Setelah Mesir, jumlah mahasiswa Indonesia terbanyak ada di Arab Saudi. Ahmad Ubaedillah, Atdikbud KBRI Riyadh mencatat, ada 1.418 mahasiswa Indonesia di berbagai universitas di seantero negara ini; sebagian besar belajar ilmu-ilmu Islam; ada juga sedikit belajar ilmu-ilmu lain.
Mahasiswa Indonesia menduduki posisi sebagai mahasiswa internasional terbanyak di Saudi. Sekitar 800 mendaftar pulang ke Tanah Air dengan tiket penerbangan dari kampus; pada 5 Mei kloter pertama rombongan mahasiswa berjumlah 213 mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dan langsung dikarantinakan di Wisma Haji Pondok Gede.
Banyak mahasiswa dan pelajar Indonesia di Saudi terdampak; apalagi mereka yang ikut orang tua yang bekerja di negara ini. Cukup banyak di antara orang tua terkena PHK dari sekitar total 357.000 angka resmi WNI di Saudi. Menurut estimasi, total WNI bisa tiga kali lipat. Oleh karena itu, KBRI (Kemenlu) dan Atdikbud (Kemendikbud) harus berjibaku menyantuni mereka. Tidak banyak bantuan dari orang Saudi.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.