Presiden Joko Widodo (kiri) dan Raja Belanda Willem Alexander memeriksa pasukan kehormatan saat kunjungan kenegaraan di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan | ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Kabar Utama

Permintaan Maaf Belanda Sebuah Kemajuan

Belanda bisa disebut melakukan serangan terhadap negara berdaulat.

 

JAKARTA --Permintaan maaf Raja Belanda Willem Alexander terhadap aksi Agresi Militer pascaproklamasi membuat kemajuan hubungan Indonesia-Belanda. Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pertahanan Salim Said menuturkan, permintaan maaf itu berarti Belanda sudah mengakui Indonesia merdeka sebelum agresi militer mereka periode 1947 hingga 1949.

Menurut Salim Said, hal itu bisa berdampak panjang. Sebab, Belanda bisa disebut melakukan serangan terhadap sebuah negara yang sudah berdaulat. ?Lewat pengadilan, Belanda bisa dituntut sebagai penjahat perang,? tutur Salim kepada Republika, Rabu (12/3).

Meskipun, ia menambahkan, apakah Indonesia ingin menuntut Belanda atas Agresi Militer I dan II, hal itu tergantung pemerintah. "Terserah keputusan pemerintah saja," ujarnya.

Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam menilai, permintaan maaf Belanda menunjukkan kemajuan sikap Pemerintah Belanda yang selama ini tidak pernah mengakui kekerasan yang terjadi selama periode 1945-1949. "Perlu disyukuri, dalam arti ini suatu kemajuan karena selama ini Belanda menganggap bahwa Indonesia itu merdeka tanggal 27 Desember 1949, padahal kita mengatakan 17 Agustus 1945," ujar Asvi, Rabu (11/3).

Ia mengungkap, selama ini Pemerintah Belanda bersikukuh tindakan tentara Belanda pada periode 1945-1949 itu adalah bentuk polisional. Mereka menganggap Indonesia saat itu masih wilayah mereka. Karena itu, Asvi menilai, tidak mungkin bagi Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. "Karena itu, saya juga beranggapan mustahil juga untuk meminta Belanda mengakui Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus karena apa, karena kalau diakui mereka itu berarti tindakan mereka dari 1945 sampai 1949 itu adalah kejahatan perang," ujarnya.

Karena itu, terlepas pernyataan Raja Belanda dianggap sebagai pernyataan politik semata, tetapi merupakan kemajuan untuk hubungan Indonesia dan Belanda. Selama ini tidak ada masalah dalam hubungan Pemerintah Belanda dan Indonesia. "Jadi, ini suatu kemajuan menurut saya dan sangat menyejukkan ketika tentara Belanda itu melakukan kekerasan dan pihak pemerintah, dalam hal ini rajanya justru menyatakan minta maaf," katanya.

Sejarawan Anhar Gonggong juga menilai permohonan maaf Raja Belanda sebagai langkah maju Belanda. Meskipun pernyataan tersebut secara konstitusional tidak memiliki kekuatan politik dalam pengaturan negara, Raja Belanda adalah simbol dari Belanda. "Kalau dia mengatakan seperti itu dalam arti kata minta maaf dan sebagainya, itu suatu langkah yang sangat maju dari Belanda," ujar Anhar saat dihubungi wartawan, Rabu (11/3).

Anhar menambahkan, selama ini Belanda tidak pernah mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus maupun kekerasan yang dilakukan tentara Belanda pascaproklamasi hingga 1949.

 
Selama ini kan mereka keukeuh tidak mau mengakui kemerdekaan, tidak mengakui kekerasan.
Sejarahwan Anhar Gonggong
 

Pengembalian pusaka 

Di sisi lain, pengembalian keris pusaka milik Pangeran Diponegoro oleh Raja Belanda disambut positif berbagai pihak. Ketua Umum Forum Silaturahim Keraton Nusantara (FSKN), yang juga Sultan Sepuh XIV dari Keraton Kasepuhan Cirebon, PRA Arief Natadiningrat, meminta Kerajaan Belanda juga mengembalikan semua pusaka milik keraton senusantara yang masih tersimpan di negeri mereka.

"Dalam kesempatan ini, kami mengusulkan kepada Raja Belanda, (agar) tidak hanya pusaka Pangeran Diponegoro yang dikembalikan, tapi semua pusaka-pusaka keraton senusantara," ujar Sultan Sepuh dalam siaran persnya, Rabu (11/3).

Sultan Sepuh mengaku bersyukur dan gembira keris milik Pangeran Diponegoro dikembalikan oleh Raja Belanda, Willem Alexander, di sela-sela kunjungannya ke Indonesia. Namun, dia berharap agar pengembalian benda pusaka tersebut tak berhenti sampai di situ. "(Selain benda pusaka), juga semua dokumen dan naskah-naskah kuno, serta benda-benda cagar budaya lainnya (juga diminta untuk dikembalikan)," ujar Sultan Sepuh.

Ia menilai, sebagai implementasi permohonan maaf dari Belanda, Pemerintah Belanda sudah semestinya mengembalikan semua benda pusaka milik keraton senusantara. Pasalnya, benda-benda tersebut memiliki arti yang tak ternilai harganya bagi bangsa Indonesia. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat