Presiden Joko Widodo (kedua kanan) dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong (kedua kiri) menyaksikan penandatanganan perjanjian penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan Indonesia-Singapura di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/202 | ANTARA FOTO/HO/Setpres/Agus Suparto/sgd/hp.

Nasional

Pemerintah akan Percepat Ratifikasi Ekstradisi RI-SIngapura

Pemerintah menindaklanjuti kesepakatan ekstradisi dengan Singapura.

JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengaku terus berkomunikasi dengan DPR RI terkait ratifikasi perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura. Dia mengatakan, pemerintah berupaya ingin agar ratifikasi perjanjian tersebut segera rampung.

“Pemerintah akan mendorong percepatan proses ratifikasi dan kami percaya bahwa seluruh pihak terkait akan memiliki pandangan yang sama, mengingat besarnya manfaat yang akan kita peroleh dalam upaya mengejar pelaku tindak pidana,” kata Yasonna, Rabu (2/2).

Pemerintah Indonesia dan Singapura telah menyusun kesepakatan guna mengatur bentuk kejahatan yang dapat diekstradisi. Kesepakatan itu mencakup 31 tindak pidana, antara lain tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme hingga korupsi. 

Yasonna mengatakan, para koruptor tak bisa lagi kabur ke SIngapura karena adanya kesepakatan ekstradisi tersebut. “Orang-orang yang akan pergi ke Singapura melarikan diri untuk tujuan tidak bisa atau lari dari tanggung jawab pidananya, tidak dimungkinkan lagi,” ujar dia. 

Yasonna mengatakan, perjanjian ekstradisi ini juga bersifat dinamis karena kedua negara sepakat untuk menggunakan prinsip open ended dalam menentukan jenis tindak pidana yang dapat diekstradisi. Dia mengatakan, ekstradisi ini juga memanfaatkan ketentuan retroaktif yang diperpanjang menjadi 18 tahun. 

Yasonna mengatakan, pemerintah sedang menindaklanjuti hasil kesepakatan antara Indonesia dan Singapura. “Kemenhan akan mengajukan DCA, perhubungan akan mengajukan FIR, kami akan mengajukan ekstradisi. Jadi, itu berbeda, masing-masing track berbeda," ujar dia.

Selanjutnya, ia menjelaskan, Presiden Joko Widodo segera mengirimkan surat presiden (surpres) untuk pengajuan ratifikasi ke DPR. Setelah itu, pemerintah akan mengajukan ratifikasi ke DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. 

Ia optimistis proses ratifikasi akan berjalan baik dan akan disahkan menjadi undang-undang. “Jika Perjanjian Ekstradisi ini selesai diratifikasi dan disahkan dengan undang-undang, penegak hukum dapat langsung memanfaatkan mekanisme ini untuk mengejar pelaku tindak pidana,” katanya.

Anggota Komisi III DPR Muhammad Nurdin mengapresiasi perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura. Namun, ia meminta pemerintah menjelaskan lebih detail terkait hasil kesepakatan tersebut.

Ia menjelaskan, perjanjian ekstradisi telah melewati proses panjang sejak 1998. Namun pada 2007, kesepakatan tersebut tak diratifikasi oleh DPR karena adanya kesepakatan bahwa pemerintah Singapura dapat menggelar latihan militer dan peran di di wilayah bernama area Bravo di barat daya Kepulauan Natuna.

“Karena perlu bagaimana nanti pelaksanaannya, dengan mundur 18 tahun itu bagaimana pelaksanaannya,” ujar Nurdin.

Anggota Komisi III DPR Eva Yuliana juga meminta pemerintah untuk lebih menjelaskan hasil perjanjian tersebut. Sebab, DPR akan meratifikasi hasil kesepakatan ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.

Anggota Komisi III DPR Supriansa menyampaikan bahwa berdasarkan laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW), terdapat lebih dari 40 buronan pernah kabur ke Singapura. Ia berharap, dengan perjanjian tersebut para koruptor dapat segera tertangkap.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Lee Hsien Loong (@leehsienloong)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat