Sejumlah calon jamaah umrah yang batal berangkat ke Jeddah lewat Singapura tiba di Bandara International Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, Sumatra Selatan, Jumat (28/2/2020). | ANTARA FOTO

Kabar Utama

Umrah Belum Realistis

Pemerintah masih terus melobi Saudi mengenai keringanan persyaratan umrah.

JAKARTA – Jamaah umrah dari Indonesia disyaratkan menjalani karantina 14 hari di negara ketiga dan menerima booster vaksin Covid-19. Syarat-syarat terbaru pelaksanaan umrah oleh Kerajaan Saudi itu bakal membengkakkan biaya umrah mencapai level yang tak realistis.

Terkait hal itu, Plt Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Khoirizi menyatakan masih berupaya melobi pihak Saudi. "Pemerintah terus melakukan langkah-langkah untuk bagaimana jamaah umrah kita juga bisa berangkat," kata Khoirizi kepada Republika, Selasa (27/7).

Khoirizi mengatakan, melihat edaran terkait umrah, sejumlah negara termasuk Indonesia harus memenuhi protokol yang ketat agar jamaah umrahnya bisa masuk ke Arab Saudi. Kebijakan ini akan berimbas pada biaya umrah yang tinggi dan waktu pelaksanaan yang lama. "Sama dengan berangkat haji, bisa sampai 40 hari. Empat belas hari (karantina) ditambah 14 hari lagi jadi 28 hari. Ditambah sembilan hari (perjalanan umrah) jadi 37 hari," ujarnya.

Tak hanya karantina, pihak Saudi juga mewajibkan jamaah divaksin Covid-19 dengan produk Pfizer, Moderna, Astrazeneca, atau Johnson & Johnson. Artinya, warga Indonesia yang sudah divaksin dengan Sinovac atau Sinopharm harus mendapatkan suntikan booster setidaknya satu dosis.

“Kami sudah minta kepada kawan-kawan di Konsulat Jenderal RI, perwakilan kita di Arab Saudi untuk melakukan komunikasi lebih intens dengan pemerintah Arab Saudi terutama dengan deputi umrahnya. Apa yang dimaksud dengan edaran itu, sehingga kita bisa mengambil langkah-langkah," ujarnya.

Khoirizi berharap kepada masyarakat Indonesia khususnya calon jamaah umrah agar menahan diri sembari menanti informasi yang pasti dari pemerintah. "Yang paling penting bagaimana konsentrasi kita menurunkan tingkat penyebaran Covid-19 ini seminimal mungkin, segera melaksanakan vaksin. Itu adalah kunci kita dalam menyelesaikan persoalan," ujarnya.

Seberapa banyak yang dikeluarkan jamaah umrah Indonesia merujuk skenario terkini Saudi? Gambarannya, pada 2018 lalu Kementerian Agama menetapkan besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Umrah (BPIU) Referensi sebesar Rp 20 juta. 

Saat Saudi mulai membuka kembali ibadah umrah di masa pandemi pada November 2020, Kemenag kemudian menaikkan BPIU Referensi menjadi Rp 26 juta. Angka riilnya, merujuk perhitungan Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi), minimal Rp 34 juta. 

photo
Calon jamaah umrah asal Metro Bandar Lampung meninggalkan bandara untuk kembali ke rumah masing-masing usai mengetahui pembatalan penerbangan dari Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (27/2/2020). Ribuan calon jamaah umrah melalui Bandara Soekarno Hatta gagal berangkat menuju Tanah Suci karena penghentian sementara warga negara asing ke wilayah kerajaan Arab Saudi hingga batas waktu yang belum ditentukan untuk mencegah penularaan virus Covid-19. - (MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO)

Biaya itu menghitung anggaran tes PCR Covid-19 pergi-pulang, biaya protokol kesehatan transportasi dan akomodasi, kenaikan visa umrah, asuransi Covid-19. Biaya tersebut juga belum termasuk anggaran karantina.

Pemilik Travel Taqwa Tours Rafiq Jauhary merinci, akan ada pembengkakan biaya karantina minimal 700 dolar AS atau Rp 10 juta bergantung paket hotel yang digunakan karantina selama 14 hari di negara antara. "Nilai itu estimasi biaya karantina saja. Jika per hari 50 dolar AS maka untuk 14 hari menjadi 700 dolar AS," katanya.

Biaya itu belum termasuk asuransi kesehatan, tes PCR tambahan, tiket transit, dan hal tak terduga lainnya. "Belum tahu (biaya tiket transit), masih terlalu prematur untuk dihitung. Karena negara tujuan transit belum tahu ke mana, bagaimana prokes di negara transit juga belum tahu," katanya.

Turki yang kerap jadi destinasi sisipan perjalanan umrah diketahui masuk dalam negara yang dilarang menerbangkan langsung jamaah ke Saudi. Persoalan lainnya, sejumlah negara ketiga potensial yang juga melarang penerbangan dari Indonesia seperi Singapura, Filipina, dan Brunei Darussalam. "Jadi, hemat kami wacana transit ini tidak realistis," ujar Rafiq.

Selain biaya karantina di negara ketiga, saat pulang jamaah masih harus mengikuti syarat karantina selama delapan hari yang ditetapkan pemerintah sejak 6 Juli lalu. Anggarannya berkisar Rp 3 juta hingga lebih dari Rp 5 juta jika sekamar diisi dua orang di hotel-hotel yang menyediakan jasa karantina di dekat bandara.

Belum lagi ada tambahan biaya booster vaksinasi bila jamaah telah divaksin dengan Sinovac atau Sinopharm. Biaya booster vaksin ini sekitar Rp 900 ribu.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily, mengiyakan syarat yang dikenakan pada jamaah dari Indonesia tak mudah. Namun, kebijakan itu harus dipahami sebagai bentuk kehati-hatian Pemerintah Arab Saudi dalam mencegah penularan Covid-19 di Tanah Suci. "Oleh karena itu, saya kira lebih baik kita menunggu agar penularan Covid-19 di negara kita mereda, hingga batas-batas tertentu," lanjutnya.

Pada saatnya, ia mengatakan, Pemerintah Indonesia juga harus menyampaikan kelonggaran persyaratan kepada Pemerintah Arab Saudi, terutama jika Indonesia berhasil mengendalikan penyebaran Covid-19. 

photo
Petugas merapikan koper milik calon jamaah umrah yang batal berangkat di kantor Travel Aljasiyah Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (28/2/2020). - (ANTARA FOTO)

Ambil sikap

Komnas Haji dan Umrah meminta pemerintah melalui kementerian dan lembaganya segera menindaklanjuti kebijakan Arab Saudi yang mengharuskan jamaah Indonesia menjalani karantina selama 14 hari di negeri ketiga. "Komnas mendorong jajaran pemerintah dari Kemenag, Kemenlu, Kementerian Perhubungan, Imigrasi, otoritas bandara, Kementerian Kesehetan, dan Satgas Covid-19 serta DPR untuk duduk bersama menyelesaikan masalah ini," kata Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj kepada Republika, Selasa (27/7).

Mustolih mengatakan, persoalan ini memang tidak mudah untuk dipecahkan karena problem utamanya ada pada persoalan penanganan Covid-19 yang terus mengalami dinamika. Termasuk juga di dalamnya menganai perbedaan soal penggunaan vaksin.

Ia menekankan, harus ada kebijakan yang memberikan win-win solution bagi jamaah maupun agensi penyelenggara umrah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat