Perawat beraktivitas di kamar tidur pasien anak di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (18/3). | REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA

Kabar Utama

Mitigasi Potensi Kecanduan Gawai

Orang tua memiliki peran penting dalam membatasi penggunaan gawai.

JAKARTA – Kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) disebut meningkatkan potensi kecanduan gawai pada anak-anak dan remaja. Pemerintah diminta mempertimbangkan kebijakan selanjutnya dengan matang agar risiko serupa bisa dihindari.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, rencana pembelajaran tatap muka (PTM) harus dimitigasi dengan baik. Selain itu, persiapan perlu dimatangkan agar nantinya mereka yang melakukan pembelajaran secara tatap muka bisa belajar dengan tenang.

"Saya setuju dengan rencana tatap muka di sekolah. Meski begitu, segala risiko harus dimitigasi dengan baik dan perencanaan yang matang," kata dia, Rabu (24/3). Ia menambahkan, sekolah yang dilakukan secara daring justru menimbulkan banyak masalah, dari kualitas yang menurun, stres, kekerasan kepada anak, sampai naiknya angka kecanduan gawai. 

Bahkan, dari semua masalah itu, banyak yang masuk rumah sakit jiwa. “Pemerintah harus memiliki kebijakan yang terencana secara baik terkait pembelajaran tatap muka, jangan sampai merugikan masyarakat," ujar Ubaid.

Sebelumnya, Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat di Cisarua, Bandung Barat, melaporkan, sepanjang 2020 lalu terdapat 104 anak-anak dan remaja yang menjalani rawat jalan karena adiksi alias kecanduan gawai. Dari jumlah itu, delapan orang murni kecanduan gim di gawai.

Sementara itu, sepanjang Januari hingga Februari tahun ini terdapat 14 pasien rawat jalan yang mengalami masalah kejiwaan dan terdampak kecanduan gawai. Dari jumlah itu, lima pasien murni karena kecanduan gim. Artinya, pasien rawat jalan murni kecanduan gim dua bulan awal tahun ini sudah mencapai lebih dari separuh jumlah sepanjang tahun lalu. 

Komisi Perlindungan Anak juga menemukan 98 anak mengalami kecanduan gim daring di salah satu kecamatan di Jakarta. Dari jumlah itu, 15 diantaranya menjalani rawat jalan di RSJ Grogol, Jakarta. Ada juga dua siswa kelas VII di Kota Cimahi yang berhenti sekolah untuk sementara selama satu tahun ke depan karena harus menjalani perawatan dan pemulihan dari kecanduan gim daring.

Menurut Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, orang tua memiliki peran penting dalam membatasi penggunaan gawai, khususnya membatasi konten dan informasi yang tidak layak untuk anak. "Pendidikan merupakan benteng moral bagi mereka. Guru dan orang tua harus memberikan pendidikan tekstual dan kontekstual. Jangan lupa berikan pendidikan ukhrawi," ujar Uu dalam webinar Kegiatan Penyebab Adiksi Gawai pada Anak, Selasa petang (23/3). 

Uu mengatakan, gawai bak pisau bermata dua. Jika digunakan dengan baik, gawai dapat menjadi sumber informasi dan pembelajaran bagi anak. Sebaliknya, jika tidak digunakan dengan bijaksana, gawai dapat berdampak negatif bagi anak-anak. 

Menurut dia, pembatasan dan pengawasan orang tua amat penting dilakukan. Apalagi, saat ini, banyak informasi bohong atau hoaks, pornografi, dan konten kekerasan yang dapat diakses oleh anak melalui gawai, khususnya di media sosial. 

"Memang tidak bisa dimungkiri bahwa dengan terkoneksi internet, anak- anak bisa mudah mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan. Namun, dari kemudahan tersebut ditemui masalah serius," katanya. "Diawali dari penyebaran konten-konten negatif, juga adanya berita hoaks, gim, konten video, sehingga situasi dan kondisi seperti ini memiliki efek negatif yang luar biasa," ujarnya lagi. 

Menurut Uu, ada sejumlah indikasi anak kecanduan gawai, yaitu sering berdiam di kamar, bermain gawai lebih dari enam jam per hari, hingga mudah gelisah saat tidak bermain gawai. Orang tua dituntut untuk peka membaca indikasi tersebut. 

photo
Seorang dokter memberikan terapi kesehatan pada pasien anak yang mengalami masalah kejiwaan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (18/3). Direktur RSJ Provinsi Jawa Barat Elly Marliyani mengatakan, jumlah pasien rawat jalan pada Klinik Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja RSJ Provinsi Jawa Barat pada Januari hingga Februari 2021 sebanyak 14 pasien yang mengalami masalah kejiwaan dan lima pasien murni adiksi atau kecanduan penggunaan gawai. - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Jika anak terindikasi kecanduan gawai, kata Uu, orang tua harus meningkatkan intensitas komunikasi dengan anak, habiskan waktu bersama lebih banyak, dan memberi kesibukan kepada anak dengan hal-hal positif, misalnya les musik.  

"Senang olahraga, silakan didorong mau main bola, badminton, pingpong. Senang silat, didorong juga. Sehingga, usia 17 tahun ke bawah ada kesibukan dan kesibukan pun positif sehingga turut pula membentuk karakter anak," katanya.

Pemerintah Daerah Provinsi Jabar, kata Uu, menggagas program Setangkai untuk mencegah fenomena kasus anak kecanduan atau adiksi terhadap gawai.  Selain itu, Uu juga mengajak semua lapisan masyarakat untuk turut serta mencegah anak kecanduan gawai. Hal itu perlu dilakukan karena masa depan Indonesia, khususnya Jabar, berada di tangah anak-anak saat ini. 

"Oleh karena itu, dengan kegiatan kali ini, kami memberikan warning, pemberitahuan kepada orang tua lewat PKK, posyandu, untuk diinformasikan terkait bahaya gawai pada anak," kata Wagub Jabar. 

Anggota Komisi X DPR, Illiza Sa'aduddin Djamal, sebelumnya mengungkapkan bahwa PJJ memunculkan berbagai persoalan krusial. Salah satunya yaitu munculnya persoalan terhadap psikologis anak. "Pembelajaran jarak jauh memang memiliki permasalahan krusial selain regulasi, kurikulum, sarana-prasarana, sumber daya manusia, dan anggaran, yaitu permasalahan psikologis," kata Illiza kepada Republika

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menjabarkan hasil survei yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menunjukkan adanya permasalahan psikologis. Selama pembelajaran jarak jauh, tidak terjadi interaksi antara pendidik dan peserta didik sebanyak 79,9 persen dan hanya 20,1 persen terjadi interaksi. 

"Namun, interaksi yang berlangsung hanya dalam bentuk chatting sebanyak 87,2 persen, Zoom meeting sebanyak 20,2 persen, video call Whatsapp sebanyak 7,6 persen," ujarnya. 

Menurut dia, pendampingan orang tua dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu hal penting, umumnya dilakukan oleh ibu yang mendampingi siswa, terutama pada jenjang SD dan SMP. Orang tua dituntut untuk melakukan komunikasi dengan guru hingga turut membantu menjelaskan pelajaran sampai dengan mengerjakan tugas-tugas siswa. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat