Warga menjalani tradisi nyadran di Dusun Warangan, Pakis, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (19/3). Tradisi nyadran dilakukan oleh warga di lereng Gunung Merbabu sebulan sebelum Ramadhan. | Wihdan Hidayat / Republika

Opini

Beragam Tradisi Kebahagiaan Menyambut Ramadhan

Masyarakat bersuka cita menyambut bulan suci Ramadhan.

NANANG SUMANANG, Guru Sekolah Indonesia Davao-Filipina

 

Allahumma baarik lanaa fii rajaba wa Sya‘baana wa ballighnaa Ramadhaan

Di atas adalah doa yang dipanjatkan oleh baginda Rasulullaah SAW dalam menyambut bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhaan. Secara sederhana berarti “Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban, dan pertemukanlah kami semua dengan bulan Ramadlan”

Betapa mulianya bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadlan sehingga baginda Rasulullah SAW sampai berdoa memintakan keberkahan pada ketiga bulan tersebut dengan segala keutamaannya.

Masyarakat Indonesia dalam menghadapi bulan-bulan tersebut mempunyai tradisi sendiri sebagai ungkapan pemahaman keimanan mereka dalam laku kebudayaan.

Budaya sebagai pola ungkap pikir, rasa, dan karsa manusia adalah hasil dialog-dialektis pemahaman manusia tentang sang Mahapencipta, sesame manusia, alam sekitar, dan budayanya, baik masa lalu maupun yang sekarang, yang melahirkan budaya yang baru. Proses ini tentunya melalui perenungan dan pengendapan yang sangat lama dan mendalam.

Para penyebar agama Islam dahulu kala sangatlah arif dalam menyiarkan agama Islam, terutama pada masyarakat yang sudah mempunyai agama dan tradisi yang sudah mengakar. Metode dakwah yang lembut dan toleran terhadap budaya lokal yang baik dilanjutkan (mashlahatul mursalah) dan dikembangkan. Misi dakwah dimasukkan dalam rangka memperkenalkan Islam sebagai agama Rahmatan lil “aalamiin, termasuk dalam menyambut bulan yang dijadikan doa oleh Rasulullah SAW yaitu bulan Rajab, Sya'ban dan Ramadlan dalam bentuk tradisi yang penuh simbol dan makna filosofis.

Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadlan seperti sekarang ini, maka masyarakat Indonesia umumnya sudah mulai mempersiapkan diri dari awal bulan Rajab.

Di Cirebon kita mengenal acara Rajaban. Kegiatan ini diisi dengan ziarah kubur ke makam para orang yang berjasa dalam menyiarkan agama Islam, ada kajian dan pembagian nasi bogana kepada peserta kegiatan, nasi yang berisi telur ayam, kentang, tahu, parutan kelapa dan lain-lain sebagai lauk pauknya.

Di Yogyakarta ada juga yang disebut dengan Rejeban. Pada kegiatan ini biasanya pihak keraton membuat Peksi Burak dengan menggunakan buah dan kulit jeruk bali yang diukir menyerupai seekor burung. Masing-masing Peksi Burak akan diletakkan di atas sarang yang terbuat dari daun kemuning. Peksi Burak yang berisi makanan dan buah-buahan akan dibawa ke Masjid Gede Kauman untuk didoakan dan dibagikan kepada masyarakat.

Di daerah lain ada yang disebut Nyadran (Jawa Timur dan Jawa Tengah), Nganggung (Bangka Belitung). Nyadran diawali dengan bersih-bersih makam leluhur dan mendoakan, diakhir dengan makan bersama.

Di Gorontalo lain lagi dalam menyambut bulan Rajab yaitu mengadakan tradisi Me'eraji, yaitu tradisi membaca naskah sastra yang ditulis dalam tulisan Arab berbahasa Gorontolo yang berisi tentang akhlaqul mulianya nabi Muhaamd SAW, cerita isra dan mi’rajnya nabi Muhammad SAW, wafatnya beliau dan Wungguli (ringkasan cerita), yang mengingatkan kepada kaum muslimin bahwa bulan Ramadlan sudah dekat.

Banyak lagi upacara pada bulan Rajab yang berbeda-beda di seluruh Indonesa, Tapi pada intinya adalah adanya ketersambungan rohani antara manusia sekarang dengan manusia yang terdahulu, terutama kepada manusia yang telah berjasa mengantarkan masyarakat “minadzdzlumaati ilan nuur” mengenalkan Islam sebagai agama pembawa cahaya kebenaran. Yang kedua adalah memupuk rasa solidaritas sosial dan kebersamaan dengan cara berbagi makanan, dengan simbolnya masing-masing.

Pada bulan Sya’ban seperti sekarang ini juga, masyarakat muslim Indonesia banyak melakukan kegiatan tradisi dalam rangka menyambut bulan Sya’ban ini. 

Dalam menyambut bulan Sya’ban ini, masyarakat di daerah Jawa umumnya melakukan Ruwahan. Kata Ruwahan bila dilihat dalam KBBI online berarti Sya’ban,yaitu bulan ke-8 dalam hitungan kalender Hijriyah, atau bulan terakhir sebelum Ramadlan. Banyak yang berpendapat kata Ruwahan berasal dari kata arwah yaitu ruh-ruh orang yang sudah meninggal dunia. Tradisi Ruwahan adalah dengan cara mendatangi dan membersihkan kuburan serta mendoakan ruh-ruh keluarga dan para leluhur yang telah meninggal, sebagai simbol penghormatan, serta banyak beramal kepada orang-orang yang kurang mampu. Dari kata Ruwahan jelas sekali sinkritisme/ perkawinan antara ajaran Islam dengan budaya Jawa.

Di Jakarta dulu, kalau sudah masuk bulan Sya’ban, biasanya pengajian-pengajian/ majlis taklim ditutup sementara selama bulan Ramadlan, Penutupan ini dengan mengundang masyarakat banyak selain anggota pengajian. Biasanya Sang ustadz akan berceramah tentang kemuliaan Ramadlan dan keutamaan berpuasa. Para jamaahpun berkumpul dan menikmati makanan secara berjamaah. Penutupan pengajian ini akhirnya menjadi ruang publik dimana semua lapisan masyarakat bersatu dalam kebersamaan yang sangat indah, tiada batas usia dan kasta. Bagi kami anak-anak ketika itu, menjadi suatu kegembiraan dalam menyambut Ramadlan dengan makanan yang sangat enak.

Pada pertengahan Sya’ban (Nisfu sya’ban), kami mendatangi masjid-masjid sambil membawa air dalam ceret-ceret atau botol-botol yang banyak. Air-air tadi di taruh di tengah masjid setelah Isya, lalu para jamaah membacakan surah Yasin tiga kali dan doa-doa lainnya. Kami hanya berkeyakinan bahwa air yang sudah dibacakan surah Yasin dan doa-doa akan menjadi air yang berkah dan bermanfaat, yang kami minum bersama-sama dengan keluarga. Biasanya di rumah, sebelum air itu diminum sekeluarga, alm bapak saya membacakan lagi doa untuk para leluhur dan keluarga agar diberikan keselamatan di dunia dan di akherat kelak.

Air dalam bahasa ilmiahnya adalah H2O. Secara fisika, air adalah zat yang tak berwarna, tak berbau, dan tak berasa. H2O ini bersifat polar, sehingga mudah melarutkan bermacam-macam zat. Secara kimiawi air tersusun dari molekul-molekul triatomic sederhana H2O, tetapi punya tingkah laku yang sangat kompleks. Dilihat dari struktur dan bentuk krital molekul air, maka air bersifat sensitif yang cepat merespon lingkungannya.

Tubuh manusia itu sendiri terdiri dari air sebanyak kurang lebih 70-75 persen, selebihnya bahan padat. Kandungan air pada organ penting tubuh manusia antara lain; otak 75 persen, ginjal 83 persen, jantung75 persen, paru-Paru 86 persen, otot 75 persen, darah 83 persen dan hati 83 persen.

Al-Qur’an mengulang kata air sebanyak 63 kali baik dalam bentuk nakirah dan ma’rifah(Republika, 23 September 2019).

Dr. Masaru Emoto dari Universitas Yokohama dengan tekun melakukan penelitian tentang perilaku air. Dengan koleksi foto kristal airnya, Masaru Emoto menjelaskan bahwa air yang berada di lingkungan kotor maka kristal airnya tampak suram. Sebaliknya air yang jernih dari mata air menampakkan kristal air yang indah. Air juga dapat merespon sikap manusia di dekatnya. 

Orang yang sedang marah membuat buruk kristalnya, sementara kalau air disapa dengan ucapan yang baik atau doa-doa, maka air akan menyusun kristalnya menjadi sangat indah. Oleh karena itu beliau menganjurkan kepada kita semua agar memperlakukan air sebagai zat hidup yang mempunyai perasaan. Oleh karena itu agama Islam menganjurkan agar umatnya selalu mempunyai pikiran yang positif (husnudzon) agar air yang ada dalam organ tubuh kita dan yang ada di sekitar kita menjadi baik dan menyehatkan kita.

Saya tidak tahu bagaimana caranya para ulama dan ustadz saya yang sederhana itu bisa memahami sifat air yang sangat responsif terhadap sekitarnya, tapi yang jelas keikhlasan mereka ketika membacakan doa direspon air dengan baik dan indah. 

Munggahan adalah acara yang sangat disenangi oleh kami dulu. Munggahan berasal dari kata unggah yang berarti “naik” dan biasanya dilakukan pada H-2 sebelum Ramadlan. Sebagai anak tertua di keluarga, alm bapak dan ibu saya menjadi sentral ketika acara munggahan. Paman-paman dan keluarganya datang ke rumah kami dengan membawa makanan yang enak-enak dan bahan-bahan untuk membuat kue lebaran. Kami sebagai anaknya juga mendapatkan uang yang cukup banyak dari para paman. Alm Ibu biasa memasak makanan yang spesial dan sangat enak pada awal Ramadlan untuk membesarkan hati kami, dan mengajarkan kami bahwa puasa itu adalah sesuatu yang sangat menyenangkan.

Semua tradisi dalam menyambut Ramadlan adalah mengingatkan kita pada sangkan paraning dumadhi kita, yaitu kita harus mengerti akar/ asal-usul kita, mengingat kebaikan orang-orang terdahulu, mendoakan mereka, dan harus selalu guyub, rukun, suka berbagi ketika ada saudara atau orang lain yang kesusahan, karena nantinya kita akan kembali menuju ke ilaahi robbi.

Selamat menyambut Ramadhan, bulan penuh keampunan dan kedamaian.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat