Dalam perkembangan ilmu kedokteran modern, fenomena bank sperma sangat populer. | Ist

Fikih Muslimah

Ingin Ikut Bank Sperma? Lihat Dulu Prinsip Islam

Dalam perkembangan ilmu kedokteran modern, fenomena bank sperma sangat populer.

OLEH IMAS DAMAYANTI

Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu kedokteran modern, fenomena bank sperma sangat populer di tengah masyarakat, khususnya di belahan dunia bagian Barat. Dalam melihat fenomena ini, umat Islam mesti memahami prinsip syariat berdasarkan Alquran dan hadis.

Memang, dalam bahasan kitab-kitab fikih klasik belum dipilih secara spesifik apakah persoalan benih janin itu terletak pada pria (yang bukan suami dari pasangan bersangkutan) ataukah pada wanita (yang bukan istri dari pasangan yang bersangkutan). Namun, prinsip-prinsip fikih dan alur berpikir mereka dapat dijadikan acuan dalam memutuskan problem kedokteran kontemporer seperti bank sperma ini.

Endy Astiwara dalam Fikih Kedokteran Kontemporer menjelaskan, para ulama memandang inseminasi buatan dengan benih dari pria/wanita yang tidak dalam ikatan pernikahan adalah diasumsikan sama dengan jerih payah yang mengandung kezaliman, yakni dari sperma yang bukan dari suami dari pemilik ovum dan/atau implantasi pada ovum wanita yang bukan istri dari pemilik sperma.

Pendapat tersebut, antara lain, didasarkan kepada riwayat Abu Dawud dan para penulis kitab as-Sunan, yaitu tatkala terdapat dua orang yang mengajukan gugatan kepada Nabi Muhammad SAW terkait sebidang tanah. Pihak yang satu menanam pohon kurma di suatu area tanah yang dimiliki orang yang kedua. Maka, Rasulullah memutuskan bahwa hasil bumi menjadi milik yang empunya tanah.

Rasul bersabda, "Laysa li-irqin zhaalimin haqqun." Artinya, "Jerih payah yang zalim itu tidak menghasilkan apa-apa."

Dalam hadis lainnya, Nabi Muhammad SAW diriwayatkan pernah melewati seorang laki-laki yang sedang duduk di pintu sebuah tenda. Lalu Nabi diberitahu, "Laki-laki ini memiliki seorang budak perempuan yang mengandung dari (sebab) laki-laki lain, lalu ia menikahinya."

Mendengar hal itu, Nabi pun bersabda, "Laqad hamamtu an al'anahu la'an yadkhulu ma'ahu fi qabrihi, kaifa yatha-uha wa hiya laa tahillu lahu wa kaifa yuritsuhu wa huwa laa yahillu lahu. Tsumma naha an yusqiya ar-rajulu maa-ahu zar'an ghairihi."

Artinya, "Aku benar-benar ingin melaknatnya dengan laknat yang ia bawa masuk kubur. Bagaimana mungkin ia menggauli budaknya itu, sedangkan budak itu tidak halal baginya? Bagaimana mungkin ia menjadikan anak budak itu sebagai pelayan, sedangkan ia tidak halal baginya? Bagaimana mungkin ia menjadikan budak itu sebagai ahli warisnya, sedangkan ia tidak halal baginya?"

Kemudian, Nabi melarang laki-laki tersebut untuk mengairi dengan air tanaman orang lain. Hadis itu diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Abu Dawud, dan Imam st-Tirmidzi.

Pandangan ulama fikih

Para ulama fikih juga menyebutkan suatu kasus yang dapat diasosiasikan dengan transfer sperma. Kasus itu adalah seorang wanita yang bersuami kemudian tepercik sperma laki-laki asing, atau ia memakai sarung yang terkena sperma pria lain, lalu ia pun mengandung akibat sperma tersebut. Akan tetapi, dijelaskan, kasus ini sudah melebar ke arah yang tidak realistis.

Kalaupun itu terjadi, sperma akan rusak tatkala terkena udara. Jadi, pengakuan seorang perempuan dengan kejadian seperti itu tidak bisa diterima.

Salah satu kaidah fikih mengatakan, tidak ada kesamaran bersamaan dengan adanya firasy. Maksudnya, status anak akibat hubungan seksual di luar nikah tidak memiliki kekuatan apa pun ketika berada dalam status pernikahan, baik itu zina, persetubuhan yang syubhat (meragukan), pemerkosaan, ataupun pembuahan buatan.

 
Para ahli fikih berpendapat bahwa yang sebenarnya yang menjadi objek hukum adalah sperma yang membuahi ovum. Tidaklah janin terbentuk melainkan bersumber dari sperma.
 
 

Para ahli fikih berpendapat bahwa yang sebenarnya yang menjadi objek hukum adalah sperma yang membuahi ovum. Tidaklah janin terbentuk melainkan bersumber dari sperma.

Syekh Rajab at-Tamimi berpandangan, pembuahan ovum dari sperma suami itu hanya berlangsung dari hubungan seksual. Sedangkan, pembuahan dengan cara lain melalui metode tabung atau selainnya bertentangan dengan syariat.

Syekh Muhammad al-Barr pun demikian. Dia berpandangan, pada kasus kemampuan seksual suami dalam kondisi normal, hanya saja cairan spermanya tidak mengandung spermatozoa, lantas ia mengambil spermatozoa dari bank sperma. Dijelaskan menurut dia, metode itu tidak diragukan keharamannya bagi umat Islam.

Namun, yang perlu digarisbawahi, jika hal dalam kasus itu terjadi maka setiap pihak yang terlibat di dalamnya wajib dikenai sanksi ta'zir. Si istri tidak dikenai sanksi hadd karena itu bukan zina.

Namun, jika istri mengandung dan suaminya rela dan tidak mengingkari anak tersebut, anak yang dihubungkan nasabnya kepadanya sesuai dengan ketentuan bahwa anak itu milik firasy. Namun, jika suami mengingkari anak maka suami dan istri diceraikan seperti yang berlaku dalam kasus li'an, sedangkan anak dihubungkan nasabnya kepada ibunya saja.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat