Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) berpakaian hazmat mendampingi warga memasukkan surat suara ke dalam kotak dalam pilkada serentak lalu. | ANTARA FOTO/Aji Styawan

Nasional

'Revisi UU Pemilu Mendesak'

RUU Pemilu dinilai belum tegas mengatur batasan kewenangan penyelenggara.

JAKARTA — Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, pembahasan revisi Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) harus segera dilaksanakan. Peneliti Perludem, Heroik Pratama, menilai, pembahasan revisi UU Pemilu mendesak dilakukan untuk menyelesaikan ketidakharmonisan tiga penyelenggara pemilu. 

Menurut dia, tiga lembaga penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) saat ini dalam kondisi yang tidak harmonis. "Ada tiga penyelenggara pemilu yang hari ini misalnya tidak harmonis, yang seharusnya lebih mengedepankan bagaimana mendorong proses pemilu yang berkualitas, demokratis, dan berintegritas, tetapi mereka sibuk antarlembaga penyelenggaranya sendiri," ujar Heroik dalam diskusi publik secara daring, Ahad (24/1).

Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, menilai, RUU Pemilu belum tegas dan jelas mengatur batasan kewenangan penyelenggara pemilihan. Menurut dia, batasan kewenangan ini penting untuk menghindari kisruh antarpenyelenggara. Kerangka dan batasan waktu suatu kewenangan itu bisa dieksekusi dan perlu diatur secara lebih komprehensif.

Titi menuturkan, hal ini penting untuk menghindari adanya kisruh akibat pembatalan pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak oleh Bawaslu, setelah hasil perolehan suara pilkada ditetapkan KPU. Selain itu, kata dia, kewenangan DKPP juga semestinya harus dibatasi agar tidak absolut. "Proporsionalitas kewenangan dan relasi yang sehat adalah tantangan yang harus diciptakan oleh RUU Pemilu ini," kata Titi. 

Sementara, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengakui, muncul ego sektoral bahkan arogansi dari tiga lembaga penyelenggara pemilu. Padahal, berdasarkan UU Pemilu, fungsi lembaga KPU, Bawaslu, dan DKPP adalah satu kesatuan. "Bahkan bukan satu ke mana satu ke mana, saling tabrakan. Yang lebih memprihatinkan kita justru ada semacam muncul ego institusi di lembaga penyelenggaraan kita," kata Doli. 

Kasus yang baru-baru ini terjadi adalah pemberhentian Arief Budiman dari jabatan ketua KPU. Menurut Doli, putusan pemberhentian dari jabatan itu muncul tidak berhubungan langsung dengan proses pelaksanaan pemilihan.

"Enggak ada angin enggak ada hujan, tiba-tiba ada peristiwa yang tidak ada hubungannya soal kepemiluan, soal antar-mengantar, keluar surat atau tidak surat, kemudian diputuskan ketua KPU RI itu diberhentikan sebagai ketua," kata Doli.

Penundaan

Di sisi lain, muncul usulan penundaan pembahasan revisi UU Pemilu dari anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus. Ia meminta lembaganya membatalkan pembahasan revisi UU Pemilu dengan alasan pandemi Covid-19. “Banyak hal yang fundamental dijadikan alasan agar RUU Pemilu ditunda atau dibatalkan untuk dibahas. Setelah dilakukan kajian yang mendalam dan komprehensif, terutama menyangkut kasus pandemi Covid-19 yang makin mengganas," kata politikus PAN ini.

Namun, anggota Komisi II DPR Yanuar Prihatin menegaskan, pembahasan revisi UU Pemilu akan terus berjalan. "Di DPR enggak ada tanda-tanda untuk ditunda pembahasannya," kata politikus PKB ini kepada Republika

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat