Inovasi
Pengalaman Terkoneksi Selama Pandemi
Konsumsi data naik secara besar-besaran selama pandemi.
Dunia saat ini menghadapi pandemi Covid-19 dengan berbagai tantangan medis, sosial, dan ekonomi. Opensignal pun berbagai menganalisis perubahan perilaku pengguna seluler dan pengalaman jaringan yang terjadi selama krisis ini.
OpenSignal sebelumnya mengamati, pengguna seluler menghabiskan banyak waktu untuk terhubung ke jaringan Wi-Fi selama krisis. Tapi, kecepatan koneksi seluler juga menurun di beberapa negara, umumnya karena peningkatan konsumsi data.
Ketika karantina wilayah diberlakukan, Opensignal melihat perubahan besar dan hampir secara universal di seluruh dunia mengalami peningkatan besar dalan ketergantungan pada konektivitas Wi-Fi dan jumlah orang yang menggunakannya.
Setelah pemerintah mulai melonggarkan karatina wilayah mereka, Opensignal melihat time on Wi-Fi mulai menurun dari nilai puncaknya di beberapa negara, kebanyakan di Eropa. dan Asia. Asia adalah satu-satunya wilayah yang tidak mengalami peningkatan time on Wi-Fi secara signifikan di seluruh negara yang dianalisis oleh Opensignal.
Di akhir Agustus, banyak negara yang telah melonggarkan karantina wilayah dan Opensignal mulai melihat penggunaan Wi-Fi kembali normal “Kami dapat melihat dampak karantina wilayah memudar dan dalam beberapa hal, mereka kembali ke cara sebelum pandemi, tetapi tidak semua. Amerika Latin masih sangat tinggi penggunaannya (Wi-Fi-Red),” ujar CEO Opensignal Brendan Gill dalam webinar, beberapa waktu lalu.
Peningkatan Penggunaan
Opensignal kemudian melihat penggunaan seluler meningkat selama pandemi Covid-19. Berdasarkan laporan Opensignal Mobile Experience during the Covid Pandemic: 4G Download Speed yang dipublikasikan pada 8 April 2020, secara global, operator melaporkan penggunaan data seluler meningkat secara dramatis. Tren ini, terjadi di Jerman, Italia, Malaysia, Filipina dan Singapura di antara banyak negara lain.
Namun analitik Opensignal menunjukkan pula, terlepas dari tantangan ini, pengalaman seluler bertahan dengan baik. Seringkali operator membantu penggunanya dengan menawarkan data seluler tambahan secara gratis.
Terkadang bahkan menawarkan data tidak terbatas. Ini adalah tanda pentingnya telekomunikasi seluler selama krisis baik bagi individu maupun bisnis.
Meskipun itu mempengaruhi semua orang, OpenSignal hanya melihat perubahan relatif kecil di dalam kecepatan unduhan 4G pengguna di beberapa negara dan tidak ada sama sekali di negara lain. Opensignal menganalisis kecepatan unduh di Asia, Eropa, Timur Tengah, Afrika, Amerika Selatan dan Tengah, serta Amerika Utara setiap pekan antara pekan terakhir Januari dan pekan keempat Maret (27 Januari hingga 29 Maret).
Meskipun operator secara keseluruhan telah menawarkan layanan yang tangguh untuk pengguna seluler mereka dalam menghadapi perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya di dunia, ada beberapa penurunan dalam kecepatan. Opensignal melihat sejumlah kemungkinan penyebab penurunan ini dalam kecepatan unduh 4G. Penggunanya berbeda di setiap negara.
Penyebab perubahan kecepatan unduhan 4G, salah satunya adalah peningkatan konsumsi data seluler. Karena pengguna seluler lebih mengandalkan ponsel mereka untuk menonton video seluler atau melakukan obrolan video dengan kolega, teman atau kerabat mereka, konsumsi data yang lebih besar dapat menyebabkan kemacetan sehingga kecepatan turun.
Sebagai contoh, di Malaysia, Gill mengungkapkan, Opensignal melihat kecepatan turun secara signifikan karena konsumsi data naik secara besar-besaran selama pandemi. Pemerintahnya benar-benar mengaktifkan beberapa kuota gratis dan penggunaannya meroket.
Sementara di Indonesia, Gill melanjutkan, baru-baru ini kecepatannya tidak hanya meningkat lebih tinggi daripada tingkat sebelum pandemi. “Jadi sekarang kami melihat jaringan di Indonesia menyajikan lebih banyak data pada konsumen dan dengan kecepatan lebih cepat,” ia melanjutkan.
Menurutnya, tidak banyak negara di dunia yang mengikuti pola tersebut. “Saya pikir itu adalah berita yang positif tentang bagaimana jaringan seluler Indonesia telah bertahan selama masa sulit dan terus melayani konsumen Indonesia dengan konektivitas,” kata Gill.
Tantangan Wujudkan Konektivitas
Opensignal juga mengeluarkan laporan global The State of Mobile Network Experience 2020: One Year Into The 5G Era pada Mei 2020. Di dalam laporan tersebut, Indonesia berada di urutan 11 dalam percentage change in download speed experience, since 2019 dengan angka 45,2 persen. Dalam laporan tersebut, Indonesia berada di urutan 28 dengan angka 20,1 persen.
Gill menjelaskan, tingkat perubahan yang sangat cepat dalam hal video experience, merupakan indikator yang sangat penting. Karena trafik video adalah mayoritas mobile traffic. Mayoritas mobile traffic adalah sebagian besar waktu yang dihabiskan di jaringan seluler.
Melihat ketersediaan 4G saat ini, Gill mengungkapkan, sebagian besar konsumen di seluruh Indonesia mendapatkan akses ke 4G. 4G merupakan pengalaman yang jauh lebih baik daripada 3G atau 2G.
Opensignal menerbitkan beberapa analisis tahun lalu dan melihat Indonesia, serta membandingkan variasi ketersediaan yang mereka lihat. “Kami memang melihat ketersediaan terbaik di sebagian besar wilayah perkotaan. Saat anda pergi ke lebih banyak wilayah pedesaan, kami memang melihat ketersediaan 4G yang lebih rendah. Itu adalah pola yang kami amati di setiap negara di dunia,” kata Gill.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Ririek Adriansyah mengatakan kematangan digital Indonesia pada 2019 masih dalam kategori menengah. Negara lain yang juga berada di posisi yang sama adalah Cina, Vietnam, Italia dan Malaysia.
Ririek pun menanggapi posisi Indonesia dalam data percentage change in download speed experience, since 2019 dan percentage change in video experience, since 2019 di laporan global Opensignal. Kalau dibandingkan negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Malaysia dan Singapura, Indonesia memiliki tantangan yang lebih besar.
Yakni, kondisi geografis Indonesia yang sangat beragam. Sehingga menyiapkan infrastruktur telekomunikasi juga tidak mudah dan tidak murah.
“Ini sangat terkait juga dengan korelasi, dengan ketersediaan konektivitas dari broadband itu sendiri. Nah, tantangannya tentunya sangat berbeda dibanding dengan negara yang katakanlah seperti Vietnam dan Malaysia,” ujar Ririek.
Selanjutnya, masyarakat Indonesia juga sangat beragam. Masyarakat kota besar sangat berbeda dengan masyarakat di pelosok, juga pendidikannya pun beragam. Hal tersebut pun merupakan suatu tantangan.
Termasuk, kata Ririek, di antaranya yang disebut ketersediaan. Menurut Ririek, berdasarkan data dari Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, saat ini masih ada sekitar 25 hingga 30 persen penduduk Indonesia yang belum menggunakan smartphone. “Ini tentu juga menjadi kendala ketika kita akan mendorong dilakukannya digitalisasi di Indonesia,” katanya.
Saya telah menyoroti Indonesia, kami masih melihat tingkat penggunaan Wi-Fi yang meningkat.Brendan Gill, CEO Opensignal
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.