Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pidato pada rapat virtual G-20. | EPA-EFE/MUCHLIS JRS/PRESIDENTIAL PALACE HANDO

Opini

Menuju Presidensi G-20

Ini kesempatan sangat baik bagi Indonesia untuk menyuarakan kepentingan dan problematika negara berkembang.

INDRIANA KARTINI, Peneliti di Pusat Penelitian Politik LIPI

KTT G-20 di bawah Presidensi Arab Saudi diselenggarakan pada 21-22 November secara virtual.

G-20 adalah forum internasional dengan 20 anggota, yakni 19 negara ditambah perwakilan Uni Eropa. G-20 berdiri pada 26 September 1999, fokusnya ekonomi dan keuangan global dengan keanggotaan awal menteri keuangan (menkeu) dan gubernur bank sentral.

Barulah pascakrisis ekonomi global pada 2008, para pemimpin negara diikutsertakan. Dalam pelaksanaannya, agenda G-20 dikoordinasikan melalui “Troika” (tiga pihak), yakni presidensi sebelumnya, saat ini, dan mendatang.

G-20 yang dibentuk pada masa krisis 1999 dan mengalami tantangan pada krisis keuangan 2008, kembali menghadapi krisis global pada 2020 berupa pandemi Covid-19 yang berdampak pada pelambatan ekonomi global.

Karena itu, KTT G-20 tahun ini difokuskan pada upaya meminimalisasi dampak ekonomi dari pandemi dan memulihkan pertumbuhan global. Indonesia yang bergabung dengan G-20 sejak awal pembentukannya, merupakan satu-satunya negara ASEAN.

 
Ini kesempatan sangat baik bagi Indonesia untuk menyuarakan kepentingan dan problematika negara berkembang. 
 
 

Populasi penduduk dan potensi ekonomi yang besar serta daya tahan Indonesia menghadapi krisis menjadi faktor yang menentukan keanggotaan Indonesia di G-20. Indonesia ditunjuk untuk memegang presidensi G-20 pada 2022.

Ini kesempatan sangat baik bagi Indonesia untuk menyuarakan kepentingan dan problematika negara berkembang. Pertanyaannya, bagaimana mempersiapkan Indonesia memegang mandat sekaligus memanfaatkan peluang presidensi ini?

Arti penting G-20

G-20 adalah forum kerja sama ekonomi global yang merupakan representasi dua pertiga populasi dunia, 85 persen produk domestik bruto (PDB) global, dan 75 persen perdagangan internasional. G-20 lahir untuk membantu dalam mengatasi krisis ekonomi global.

Untuk misi ini, G-20 mengusung tiga agenda utama, yaitu kestabilan keuangan global, pencapaian pertumbuhan inklusif, serta penanganan isu sektoral dan kontemporer.

Dalam isu kontemporer, G-20 menunjukkan solidaritasnya untuk mitigasi dampak pandemi Covid-19 dan menstimulusi pemulihan ekonomi global.

Di bidang keuangan, selain menggelontorkan stimulus 11 triliun dolar AS, G-20 menyepakati penangguhan pembayaran utang luar negeri bagi negara miskin. Di bidang kesehatan, ada 21 miliar dolar AS untuk mendukung produksi, distribusi, dan akses terhadap vaksin.

Untuk misi kemanusiaan, selama pandemi, G-20 berkomitmen tak menerapkan pembatasan ekspor atau bea tambahan bagi produk pangan dan pertanian.

 
Untuk misi kemanusiaan, selama pandemi, G-20 berkomitmen tak menerapkan pembatasan ekspor atau bea tambahan bagi produk pangan dan pertanian.
 
 

Bagi Indonesia, menjadi anggota G-20 merupakan pengakuan pentingnya posisi ekonomi dan politik internasional Indonesia di tingkat regional dan global. Forum ini bisa menjadi instrumen mencapai kepentingan praktis Indonesia. Misalnya, melalui lobi ekonomi untuk pembukaan akses pasar, peningkatan investasi, kerja sama ketenagakerjaan, pendidikan, riset dan inovasi, serta potensi kerja sama konkret lainnya.

Belajar dari pengalaman

Presidensi G-20 bukanlah pengalaman pertama kali bagi Indonesia dalam menakhodai kerja sama multilateral. Dalam satu dekade terakhir, kepemimpinan Indonesia sudah teruji dalam berbagai forum di tingkat global ataupun regional.

Pada level global, Indonesia terpilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB 2019-2020. Di bawah presidensi Indonesia pada Agustus 2020, DK PBB berhasil mengesahkan empat resolusi.

Salah satunya tentang personel penjaga perdamaian perempuan yang diinisiasi Indonesia. Sayangnya, usulan resolusi yang diperjuangkan Indonesia tentang penanggulangan terorisme agar para kombatan dapat dipulangkan ke negara asalnya diveto AS.

 
Di tingkat regional, Indonesia menjalankan presidensi ASEAN pada 2011 dengan sukses. 
 
 

Sebelumnya, Indonesia juga sukses menjalankan presidensi APEC pada 2013. Selain mempromosikan konektivitas, Indonesia juga membangkitkan kembali urgensi Bogor Goals, yang disepakati pada pertemuan APEC tahun 1994 di Jawa Barat.

Di tingkat regional, Indonesia menjalankan presidensi ASEAN pada 2011 dengan sukses. Salah satu keberhasilannya, meredakan konflik Thailand-Kamboja, yang memperebutkan tanah di sekitar candi tua Preah Vihear di perbatasan kedua negara.

Dalam mempersiapkan diri menjadi nakhoda G-20, beberapa hal perlu diantisipasi.

Pertama, perlu menyuarakan agar G-20 berperan lebih aktif mendorong pembentukan tatanan ekonomi global pascapandemi Covid-19, yang stabil, lebih adil, dan berkelanjutan melalui penguatan struktur ekonomi negara miskin dan berkembang.

Salah satunya, meningkatkan kerja sama investasi, membuka peluang pasar, dan mengurangi proteksionisme pasar negara maju. Kedua, menekankan kembali semangat multilateralisme yang mulai luntur di tingkat global. Ketiga, perlunya keberlanjutan agenda yang diusung Indonesia.

Hal ini dapat dijalankan dengan memanfaatkan mekanisme “Troika” dalam G-20, yang dalam hal ini, tiga negara pemegang presidensi sebelumnya, sekarang, dan sesudahnya akan bertemu menentukan agenda G-20 pada tahun berjalan.

Keempat, menentukan tema utama presidensi berikut agenda prioritas G-20 yang tidak hanya mewakili kepentingan negara maju, tetapi juga negara berkembang.

Kelima, merumuskan agenda kepentingan nasional Indonesia, tetapi juga bisa diterima negara anggota G-20. Misalnya, Presidensi Arab Saudi memasukkan agenda degradasi lahan, circular carbon economy, serta pemberdayaan perempuan dan kaum muda. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat