IMAN SUGEMA | Daan Yahya | Republika

Analisis

Menanti Pemulihan Ekonomi Nasional Bersama UU Cipta Kerja

Tantangannya, menanti pemulihan ekonomi nasional bersama implementasi UU Cipta Kerja.

Oleh IMAN SUGEMA

OLEH IMAN SUGEMA

Bagi mayoritas penduduk Indonesia, kata “menanti” merupakan ungkapan yang tepat walupun tampak bersifat pasif atau pasrah. Akan tetapi itulah gambaran yang paling tepat bagi kita umumnya.

Pemulihan ekonomi tidak dapat dipercepat oleh kita karena sumber masalahnya adalah belum ditemukannya vaksin Covid-19. Mengapa demikian?

Aktivitas kita sehari-hari akan kembali normal manakala herd immunity sudah terjadi, yaitu dua pertiga dari populasi sudah mendapatkan kekebalan. Ada dua cara untuk mendapatkan kekebalan, yakni secara alamiah dan melalui suntikan vaksin.

Cara yang pertama jelaslah sama sekali tidak manusiawi karena akan menimbulkan tragedi kemanusiaan. Kalaupun angka kematian (case fatality rate) bisa kita tekan menjadi satu perseribu dari jumlah yang terinfeksi maka jumlah korban meninggal akibat Covid-19 setidaknya akan mencapai 200 ribu orang di Indonesia. Karena itu opsi yang tersedia adalah mempercepat ketersediaan vaksin.

Saya selaku ekonom, sebagaimana juga mayoritas rakyat biasa, tidak bisa memastikan kapan vaksin itu akan tersedia secara merata bagi kita semua. Hanya pemerintahlah yang bisa memberi kepastian. Lebih tepatnya lagi adalah Komite Penanganan Covid-19. Kita tunggu saja kabar baik dari mereka.

Sementara itu yang bisa kita lakukan hanyalah terbatas pada dua hal, yakni menekan serendah mungkin dampak negatif terhadap aktivitas ekonomi dan mempersiapkan pemulihan ekonomi yang relatif cepat. Dampak Covid-19 terhadap perekonomian sudah sangat jelas berupa resesi ekonomi, membengkaknya jumlah orang yang menganggur, bangkrutnya berbagai kegiatan usaha dan meroketnya kredit bermasalah.

Dalam konteks mengurangi dampak negatif, ruang yang tersedia memang sangatlah terbatas. Pembatasan sosial dan protokol kesehatan masih harus diterapkan selama imunisasi belum terlaksana. Itu berarti segala aktivitas bisnis belum bisa berjalan normal dan selama itu pula pengangguran akan menjadi masalah besar. Untuk mengatasi masalah pengangguran ini, mungkin ada baiknya kita belajar dari krismon 1997-1998 yang lalu. Pada saat itu aktivitas sektor informal mendadak meledak di mana-mana. Kafe tenda dan pasar tumpah.

Pada saat ini, memang mentransformasikan kegiatan usaha menjadi sistem online merupakan salah satu modus yang paling umum. Hanya saja tidak semua hal bisa di-online-kan dan tidak semua pelaku siap online. Sebagai contoh, sebelum Covid-19 jasa perjalanan dan perhotelan sudah mengalami digitalisasi terutama dalam hal pemesanan atau ticketing.

Perjalananannya dan jasa penginapannya itu sendiri tidak bisa digantikan. Anda tetap harus bepergian dan menginap secara fisik. Maksudnya, kegiatan seperti ini akan tetap tertekan selama masalah Covid-19 belum teratasi. Jumlah orang yang bepergian dan menginap di hotel pasti menurun.

Selain memperbesar aktivitas online, mungkin ada baiknya pemerintah pusat dan daerah mendorong aktivitas ekonomi outdoor. Contoh yang paling tradisional adalah pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan, wisata alam, dan pedagang kaki lima.

Bisa jadi kita harus memindahkan pasar ruang tertutup menjadi sepenuhnya pasar ruang terbuka. Di ruang terbuka, penyebaran virus tidak akan sebesar di ruang tertutup dan berpenyejuk ruangan. T ampaknya penyisiran oleh Satpol PP terhadap kegiatan usaha informal, termasuk yang di pinggir jalan, harus dikurangi. Merekalah sebetulnya yang menjadi penyelamat perekonomian nasional.

Selain itu, untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional pemerintah pusat dan daerah harus secara proaktif menempuh kebijakan untuk mempermudah kegiatan usaha dan investasi. Dalam konteks ini, UU Cipta Kerja merupakan landasan yang sangat prinsipil. Saya sebut prinsipil karena terbitnya UU ini merupakan necessary condition (syarat perlu) bagi terciptanya iklim usaha dan investasi yang lebih sehat.

Selain itu kita masih membutuhkan sufficient condition (syarat kecukupan), yaitu berupa pengejawantahan dan implementasi iklim usaha yang sehat dari mulai tingkat pusat sampai daerah. Hanya dengan iklim usaha yang sehat, pemulihan ekonomi nasional akan bisa lebih cepat.

Pada prinsipnya UU Cipta Kerja merupakan landasan bagi percepatan pemulihan ekonomi. UU ini bertujuan untuk menciptakan ikim usaha yang lebih sehat dan kompetitif dengan melakukan beberapa hal berikut ini.

Yang paling pokok adalah melakukan sinkronisasi undang-undang yang selama ini menjadi masalah yang akut karena adanya ego sektoral. Selain itu, UU ini mendefinisikan secara lebih jelas peran pemerintah pusat dan daerah dalam hal dunia usaha, investasi, dan ketenagakerjaan. Jadi tumpeng tindih kewenangan baik antarsektor maupun antar level pemerintahan dapat diatasi dengan lebih jelas.

Melalui kejelasan pendefinisian tingkat pelayanan (service level), UU ini sangat memungkinankan terjadinya pemotongan birokrasi (debirokratisasi), penyederhanan aturan (deregulasi), lebih singkatnya waktu perizinan serta ongkos perizinan yang lebih murah. Akan tetapi itu hanya bisa terjadi kalau semua level birokrasi melakukan transformasi yang sesuai dengan spirit UU Cipta Kerja.

Di sinilah tantangan terberatnya, dan tentunya kita sebagai rakyat biasa hanya bisa menanti dan berharap. Menanti pemulihan ekonomi nasional bersama implementasi UU Cipta Kerja.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat