Gedung Mahkamah Agung | Republika/Putra M. Akbar

Kisah Dalam Negeri

Terima Dulu, PK Kemudian

Ada belasan terdakwa korupsi yang sudah mengajukan PK

OLEH RIZKYAN ADIYUDHA, RIZKY SURYARANDIKA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai curiga dengan fenomena yang terjadi pada terpidana kasus korupsi akhir-akhir ini. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, fenomena yang menarik perhatian itu terkait permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) yang masif dilakukan koruptor. 

Menurut Marwata, belakangan ini, para terdakwa itu akan langsung menerima putusan hakim di tingkat pertama, tanpa mengajukan banding maupun kasasi. Kemudian, setelah dieksekusi pidana enam bulan, dia sudah mengajukan PK. "Terdakwa itu langsung menerima putusan, dia tidak mengajukan banding, kasasi, tapi langsung PK. Ini juga fenomena menarik tentu saja, ada apa?" kata Alexander Marwata, Jumat (2/10).

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut ada belasan terdakwa korupsi yang sudah mengajukan PK, walau baru saja menjalani hukuman hasil tuntutan di tingkat pertama. KPK khawatir hal ini merupakan modus baru mendapat pengurangan masa hukuman.

"Dari jumlah 60-an perkara yang sebelumnya ditangani KPK tersebut, dalam catatan kami ada sekitar 19-an yang terima putusan dan inkracht di tingkat PN, dan setelah eksekusi kemudian para napi korupsi tersebut ajukan PK," kata Ali, Sabtu (3/10).

photo
Jubir KPK Ali Fikri memberikan keterangan pers tentang kasus Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (4/9/2020). KPK akan mengeluarkan surat perintah supervisi penanganan perkara Djoko Tjandra - (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Ali merinci, ke-60 perkara yang dimaksud ialah dari tahun 2019-2020. Sebanyak 23 perkara di antaranya telah diterima PK-nya oleh MA, termasuk kepada Anas Urbaningrum, terpidana kasus proyek pembangunan gedung di Hambalang. Kemudian, masih ada 37 perkara dalam proses PK di MA. "Fenomena ini seharusnya dapat dibaca sekalipun PK adalah hak terpidana. Jangan sampai dijadikan modus baru para napi koruptor dalam upaya mengurangi hukumannya," kata Ali.

Marwata melanjutkan, KPK masih menunggu salinan putusan PK 23 perkara tersebut dari MA. Dia melanjutkan, KPK ingin melihat apa yang menjadi pertimbangan majelis PK dalam mengurangi hukuman para koruptor.

Biasanya, ada dua alasan yang menjadi pertimbangan, yaitu temuan novum atau bukti baru. Kedua, ada kekhilafan hakim yang nyata. "KPK ingin mengetahui kalau misal ada kekhilafan majelis hakim, kira-kira di poin yang mana?" kata dia.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah pada Kamis (1/10) menyatakan, putusan tersebut masih dalam proses minutasi sehingga belum dikirim ke KPK. Ia menjelaskan, proses minutasi membutuhkan ketepatan, ketelitian, serta kehati-hatian. "Koreksi redaksi putusan membutuhkan kejelian yang luar biasa. Proses koreksi majelis hakim pemeriksa perkara membutuhkan waktu yang cukup dan suasana yang tenang," terang Abdulah. 

MA, sambung Abdullah, sangat memahami lembaga antirasuah yang terus mempertanyakan ihwal salinan putusan. "Pertanyaan KPK sah-sah saja karena KPK selaku penyidik dan penuntutnya," ucap Abdullah.

Namun, ia kembali menegaskan, Majelis Hakim tidak bisa dipaksakan oleh jaksa atau penuntut umum. Hakim memiliki independensi yang tidak bisa diintervensi oleh pihak lain.

Batas minimal 

Pakar hukum dari Universitas Parahyangan (Unpar) Asep Warlan Yusuf mengusulkan adanya batasan hukuman penjara minimal bagi pelaku kasus korupsi. Asep optimistis cara itu lebih baik untuk menimbulkan efek takut berbuat korupsi. "Kepada koruptor diminimalkan hukumannya berapa tahun, taruhlah empat tahun. Jadi enggak ada yang ringan banget cuma setahun," kata Asep, akhir pekan lalu.

Batasan hukuman penjara, kata Asep, setidaknya membuat calon koruptor berpikir dua kali sebelum bertindak nakal. "Kalau masuk pengadilan bayangan hukuman misalnya empat tahun minimal sudah di depan mata, yang lepas dari jerat hukum itu yang enggak terbukti benar-benar," lanjut Asep. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat