
Sastra
Sajadah Peninggalan Bapak
Puisi Fileski Walidha Tanjung
Oleh FILESKI WALIDHA TANJUNG
Sajadah Peninggalan Bapak
Sajadah ini masih basah oleh bekas dahimu,
peluh yang jatuh dalam sujud panjang,
dan doa-doa yang dulu kau tenun rapi di atasnya,
kini hanya menggema dalam kenangan
Aku pernah menjadi saksi takdir,
tempat engkau melipat kepedihan dalam takbir,
tempat engkau luruhkan rindu dalam sujudmu
tempat engkau bisikkan nama anak-anakmu
di antara bulir tasbih yang diikat dengan doa-doa
Hari ini, Idul Fitri datang tanpa gema suaramu,
tanpa tangan yang dulu pernah menyisir rambutku,
tanpa suara takbir yang dulu kau kirim pada malam,
agar pagi tidak terbangun terlalu cepat.
Aku selembar sajadah yang engkau tinggalkan,
tapi rindu padamu masih terhampar di rumah ini,
dalam pelukan anak-anakmu yang mencari bayangmu
dalam gema takbir yang terasa lebih dingin
dari tahun-tahun yang telah berlalu.
2025
***
Cangkir Kopi yang Tertinggal di Meja
Aku tak bergerak dari kursiku,
setia menunggu petuahmu kembali singgah.
Dulu, setiap pagi kau isi cangkirku dengan kopi hangat,
pahit kehidupan yang diseduh dengan manis harapan
Aku masih di sini,
tidak ada tawamu yang memelukku,
tidak ada uap kopi yang membumbung ke lorong diskusi
tidak ada lagi suara nafasmu yang menyeruput kopi.
Waktu telah mengendapkan keheningan di dadaku,
seperti ampas yang tak pernah diaduk lagi.
Dan pagi di rumah ini, tidak lagi sama,
jejakmu pergi bersama semua cerita.
Ada yang berubah setelah kau tiada,
kopi tetap dibuat,
namun tak lagi diminum dengan cara yang sama.
2025
***
Yang Tertinggal di Jendela
Aku hanya bayangan,
menempel di dinding,
menari di jendela,
mengikuti langkahmu.
Setiap senja aku di sini,
memandang jendela yang dulu sering kau buka,
mengamati waktu, merindukan kepulanganmu.
meski tahu, kau tak akan pernah pulang.
Orang-orang mencariku setelah kepergian,
melihat dan bertanya tentangmu lewat cerita,
dan kenangan yang terpantul di kepala,
juga cahaya yang telah pergi.
Rindu ini datang terlambat,
dan baru tersadar:
bahkan bayangan pun tak selamanya bisa tinggal.
2025
***
Waktu Melaju tak Pernah Menunggu
Aku adalah detik yang terus berlari,
menghitung nafasmu satu per satu,
mencatat doamu yang lirih di sepertiga malam,
menunggu di persimpangan takdir.
Detik-detik menuju hari raya,
memandang langit dengan harap yang gemetar
"Semoga tahun depan aku bisa sampai di sana lagi,
semoga ada takbir yang masih bisa kudengar,
semoga ada peluk yang masih bisa kurasa."
Tapi waktu, tidak bisa menjanjikan apa pun.
Aku hanya berputar,
mengantarkanmu dari pagi ke petang,
dari doa ke realita,
dari sekarang ke nanti
yang mungkin tak pernah ada lagi.
Berdoalah, bersujudlah, berbuatlah,
karena tahun depan masih menjadi rahasia,
dan waktu tak pernah berjanji
untuk menunggumu sampai di sana.
2025
***
Cermin Diri
Wahai diriku, aku melihatmu setiap pagi,
dengan wajah yang sama, namun
ada garis dahi yang digoreskan pengalaman,
ada sorot mata yang digariskan pengetahuan.
Dulu kau adalah seorang yang selalu terburu-buru,
Hari ini aku melihatmu setenang samudra,
bahwa kebaikan tidak butuh alasan,
bahwa waktu bukanlah roda yang berputar ulang.
Cermin tidak bisa berbohong.
hanya memantulkan siapa dirimu,
dan jika hari ini lebih baik dari kemarin,
maka esok adalah milik seseorang
yang telah mendapatkan kemenangan.
2025
***
Fileski Walidha Tanjung adalah seorang penulis dan penyair kelahiran Madiun 1988. Aktif menulis esai, puisi, dan cerpen di berbagai media lokal dan nasional.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.