Sungai yang Tersesat | Daan Yahya/Republika

Sastra

Sungai yang Tersesat

Puisi Fileski Walidha Tanjung

Oleh FILESKI WALIDHA TANJUNG

Sungai yang Tersesat

 

Aku pernah menjadi sungai besar,

mengalir deras seperti urat nadi bumi,

tapi aku tersesat,

di lorong-lorong beton,

di sempitnya belukar pemukiman,

di dada yang sesak tanpa oksigen.

 

Aku mengetuk pintu rumah-rumah,

yang bukan milikku,

dengan tangan yang gemetar,

menyeret jendela, merobek pintu,

sebab aku mencari jalanku.

 

Aku bukan tamu yang sopan,

aku datang membawa amarah,

dan reruntuhan doa yang tak didengar.

 

Dulu, aku penyembuh dahaga ladang-ladang,

kini aku hanya teriakan malam,

menggulung lampu-lampu kota,

mengubur nyawa ke dalam lumpur,

membasuh sejarah dengan kesedihan.

 

Salahkah aku,

jika aku menuntut jalan pulang?

 

2025 

***

 

Tanggul yang Lelah

 

Aku adalah penjaga yang kelelahan.

Di dadaku retak-retak mulai tumbuh,

sarang rayap dari kebodohan manusia.

Aku menahan gemuruh air yang murka,

menjaga mereka yang lupa daratan,

mereka lupa bahwa aku bisa runtuh.

 

Dulu aku dibangun dengan doa,

dengan tangan yang percaya pada aliran,

tapi kondisiku kini ditindih sertifikat perjanjian

terbelit pipa-pipa rumah yang serakah,

sungai di hadapanku menangis.

 

Sampai kapan aku harus berdiri,

jika yang kulindungi justru menikamku?

Terdengar gemuruh gelombang air dari kejauhan,

tentang hari ketika ada yang tidak bisa ditahan.

 

Aku tahu, bahwa aku akan runtuh,

bukan karena waktu,

tapi karena keserakahanmu.

 

2025 

***

 

Sajak Rumah yang Terusir

 

Di malam yang basah, aku mendengar jerit dari atap,

kayu-kayu di punggungku menggigil,

lantai dapur hanyut dalam deras beringas,

anak-anak tangga kehilangan pijakan.

 

Aku ini rumah, tapi malam ini aku adalah kapal,

terombang-ambing di lautan sungai amarah.

Tirai jendela melambaikan kepanikan,

foto keluarga meluncur dalam pusaran.

 

Aku bertanya pada sungai,

kenapa kau mencabutku dari tanah ini?

Sungai menjawab dengan riak luka:

"Aku hanya mengambil kembali yang seharusnya milikku."

 

Dalam hujan yang pekat,

aku mengerti,

aku memang tamu yang tak tahu diri.

 

2025 

***

 

Pidato Sang Banjir Bandang

 

Dengar! Aku bukan kutukan,

aku hanya suara yang lama dibungkam.

Kalian paksa aku menciut,

menciut, menciut,

hingga aku tak lagi punya tempat untuk bernafas.

 

Aku datang bukan untuk membunuh,

aku datang untuk mengingatkan!

Tentang bahu sungai yang dulu lapang,

kini dipenuhi atap suara sumbang,

dan aku tak lagi punya jalan pulang.

 

Dahulu aku mengalir dengan damai,

mencium kaki gunung, memeluk sawah,

tapi sekarang aku hanya bisa menerjang,

sebab kalian tak pernah mendengarkan isyaratku.

 

Maka dengar,

ini bukan bencana, ini hanya jalan pulang,

jalan aliran yang seharusnya lapang.

 

2025 

***

 

Nyanyian Lumpur untuk Kota yang Lupa

 

Aku lumpur,

naik dari perut bumi,

membawa cerita dari akar-akar yang dicabut,

dari sungai yang ditindas beton-beton.

 

Aku menyusup ke jendela-jendela,

mencari siapa yang telah menjual jalanku,

mencari siapa yang merampas napas tanahku.

 

Dulu aku tidur dalam perut sungai,

kini aku menyelimuti kota-kota,

karena tak ada lagi tempatku berdarma.  

 

Jangan salahkan aku,

jika aku merenggut canda tawa kalian,

karena aku hanya cermin,

dari kesalahan yang terus diabaikan.

 

2025

Lahir di Madiun pada 21 Februari 1988, adalah seorang penulis, musikus, penyair, dan pendidik. Dikenal melalui karya puisi, prosa, dan esai yang terbit di berbagai media massa. Pernah dalam satu tahun 63 tulisannya berupa puisi, cerpen, dan esai dimuat di koran lokal, nasional, dan luar negeri pada tahun 2024.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Memoar Singkat yang Seharusnya Tidak Terbit di Malam Hari Raya

Cerpen Imam Budiman

SELENGKAPNYA

Jurus Harimau Melawan Harimau   

Cerpen Depri Ajopan

SELENGKAPNYA

Cahaya Kata-Kata Ramadhan

Puisi-puisi Eddy Pranata

SELENGKAPNYA