Menjerembah Asa | Daan Yahya/Republika

Sastra

Hirap Ditelan Arus

Puisi-puisi Hazuma Najihah

Oleh HAZUMA NAJIHAH

Hirap Ditelan Arus

 

Kala redum menjalar,

Nabastala semakin riuh.

Pun bising kepala yang tak kalah jauh. 

Menepikan tirta hingga berjelampah, 

Entah, kemana akan jatuh?

 

Akankah menuju bentala?

Ataukah hinggap di kelopak mata?

Entah, seperti apa gejolak angkasa yang siaga merebahkan sayapnya,

Dalam sekejap, tersungkur ke perut bumi.

 

Betapapun bentala telah berulangkali menahannya,

Tirta kan tetap meleleh tanpa permisi,

Mengerubungi pikir yang turut mengukir.

Di setiap jenjang yang berselayar.

 

Tak lagi kering,

Semakin deras mengucur,

Hingga pahatan-pahatan ranting kala itu,

Hirap ditelan arus.

 

Apa ini yang dinamakan teduh? 

Atau justru menjala rapuh.

Kembali, embun semakin mengucur

Merambah menuju lokarah.

 

***

 

Menjerembah Asa

 

Duhai Guruku

Kau laksana bianglala yang menghiasi bumi,

Pernak pernik wibawamu yang turut menyertai, 

Membalut redum, hingga menjala ranum.

 

Di saat porak poranda buana menerpa,

Kau tuntun daku dengan penuh doa.

Kau ajarkan daku,  menjerembah asa.

Mengantarkanku menuju gerbang cita-cita.

 

Ilmu dan didikan yang kau curahkan,

Pun kasih sayang yang kau tumpahkan,

Tak kan hirap,

Selamanya kan terpatri dalam jiwa.

 

Hadirmu tak kan lekang oleh waktu

Kau kan amerta dalam atma,

Walau ragamu telah tiada

Jasamu kan tetap ada.

 

Wahai guruku

Ku sajikan elegi ini untukmu,

Sebagai bentuk terima kasihku

Karena kau telah menjadi pelita hatiku

Bersama, taklukkan dunia dengan kasih dan kisah yang tak terhingga.

 

***

 

Alunan Sendu

 

Ribuan detik yang berdetak,

 Kian mengulum waktu

Seolah memberi pertanda kau akan datang,

Sebentar lagi, saat detak jarum berkerumun.

 

Aku hanya menunggu dibalik jendela,

Senyum manismu terpampang nyata disana.

Walau daksa tak bisa lagi ku rengkuh,

Namun senyummu begitu kentara.

 

Entah, seberapa cepat detik berlalu

Aku masih menikmati keasingan ini.

Menungging waktu,

Tuk melepuhkan rasa yang sempat membeku.

 

Sementara kau?

Abadi bersama alunan sendu

Yang meleburkan segala kenangan,

Hingga melimpah ruah di atas tanah.

 

Kau yang tertidur begitu lama,

Atau aku yang tak tersadar jua?

Masih tetap teguh bersitatap,

Dengan bayang semu.

 

***

 

Laju Penuh Khidmat

 

Kala hening menerpa,

Kau rengkuh kabut dengan balutan kasihmu yang syahdu.

Memecah kelam,

Dengan segenggam janji yang kau semat,

Dalam laju penuh khidmat.

 

Sekejap saja,

 Melingkup erat dalam tatap penuh semangat.

Biarpun angin menduyung tubuhmu,

Tak kau hiraukan itu.

 

Kau tetap rebahkan sayapmu,

Tuk memeluk dingin, merangkul segala asa yang menepi dalam ingin. 

Hingga meletup kabut itu,

Tak jua lenyap dari tekad yang mengerubung pikir.

 

Kau terus melaju, 

Tanpa henti.

Meniti jalan kemenangan,

Dengan bekal ilmu dan didikan.

 

***

 

Dirundung Senyap

 

Aku merapal diksi,

Yang ku tulis saat aroma wangimu memudar.

Saat bayangmu melepuh,

Berganti debu yang berseteru.

 

Ku jahit kata demi kata

Untuk melukiskan dikau yang sempat menepi di relung hati

Biar menyatu,

Ke dalam raspodi yang terbalut sayu.

 

Sempat ku hidu nada bicaramu,

Pun jua postur tubuhmu

Yang dulu bersemayam,

Sebelum lenyap dirundung senyap.

 

Kini, kau lahir untuk kedua kali

Dalam bentuk diksi yang tersusun rapi

Terbalut suguhan raspodi yang kian menyelimuti,

Dikau yang kusebut dalam puisi.

 

***

 

Selangkah Habis Waktu

 

Kala hening merengkuh daksa,

Menuai setiap lantunan doa.

Aku merapal diksi penuh syukur.

Di setiap detik yang menjulur.

 

Entah berapa lama lagi, diri ini kan tersungkur?

Tak lagi memijakkan kaki di bumi pertiwi,

Pun hiruk pikuk bentala yang bising suara duniawi,

Akan sirna, bila waktunya telah tiba.

 

Kembali, memantik detik

Sebagaimana bentala telah menggenggam jari jemariku,

Kini, tibalah selangkah habis waktu.

 

Alarm telah menyapa,

Menjeda derap dalam sekejap.

Bukan pesta yang kupersembahkan,

Melainkan kata penuh makna yang ku semogakan.

 

Segala harap pun terperengkap dalam bait-bait candu,

Tuk menumpahkan segala keluh kesah yang menderu.

Dengan tangan menengadah,

Dan tubuh terhimpun sajadah.

 

Aku melaju tak lama lagi,

Meski telah melampau jauh,

Aku kan tetap kembali

Bersitatap dan menetap di persemedian niskala.

***

 

Hazuma Najihah, lahir di Pekalongan. Alumnus UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan, mengambil konsentrasi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Penulis buku Perjalanan Srikandi Merakit Mimpi, Kesempatan Kedua, Loka Rasa, dan Malaikat tak Bersayap. Beberapa karyanya seperti artikel, cerpen, puisi, dan opini, sudah termuat di berbagai surat kabar baik media online maupun cetak. Kesibukannya saat ini yakni menjadi tenaga pendidik di SD Negeri dan SD Swasta daerah Pekalongan. Penulis, bisa dihubungi melalui email hazumanajihah87@gmail.com

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Roma-Gaza, Desember

Puisi-Puisi Fajar M Fitrah

SELENGKAPNYA

Aku Manusia Enam Setengah Tahun 

Cerpen Rusmin Sopian 

SELENGKAPNYA

Karto dan Tanah Leluhur

Cerpen Darju Prasetya

SELENGKAPNYA