Jamaah membaca Al Quran saat beriktikaf di Masjid Agung Baitul Makmur, Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Senin (3/5/2021). | SYIFA YULINNAS/ANTARA FOTO

Safari

Tepat Menyikapi Upaya Healing

Healing merupakan upaya terapi mental atau psikoterapi yang berbeda maknanya dengan refreshing.

OLEH DESI SUSILAWATI

 

Saat-saat ini sudah berkembang situasi yang tampaknya menempatkan masyarakat dalam situasi euforia setelah lebih dari dua tahun terbatas dalam pandemi Covid 19. Berbagai ajang telah terbuka untuk dikunjungi dengan bebas bepergian ke mana saja. Salah satu contohnya adalah masyarakat dapat kembali menonton ajang sepak bola atau musik dengan jumlah penonton yang besar. 

Dalam contoh lain, gelaran-gelaran pameran pun sudah terbuka lebar, meski dengan mensyaratkan pengunjungnya dengan vaksin ketiga atau booster

Kafe-kafe pun sekarang sudah leluasa bagi masyarakat untuk hangout. Tak hanya itu, warga pun kini dapat melakukan perawatan diri di klinik atau salon. Warga juga kini lebih leluasa untuk berlibur ke suatu tempat menarik. 

Apakah euforia seperti itu merupakan makna "healing" yang saat ini kerap dipakai anak-anak muda dalam percakapan media sosial? Psikolog keluarga Nuzulia Rahma Tristinarum mengatakan, kini banyak orang salah kaprah dalam memaknai "healing".

Healing berbeda dengan refreshing. "Kegiatan yang dibicarakan di atas adalah kegiatan yang sifatnya refreshing, bukan healing," ujarnya kepada Republika, pekan lalu.

photo
Warga  membaca Alquran di tepi jalan di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (27/4/2022). - (AP/Achmad Ibrahim)

Perempuan yang akrab disapa Lia ini menambahkan, healing bersifat ke dalam diri, sedangkan kegiatan yang banyak dilakukan saat ini, seperti rekreasi, piknik, nonton, atau kulineran adalah kegiatan keluar yang disebut refreshing. Konselor, trainer, juga penulis ini mengungkapkan, para peneliti dalam beberapa jurnal menemukan banyak makna healing.

"Jika disimpulkan, kita dapat mengatakan bahwa healing adalah sebuah proses ke dalam diri untuk menyembuhkan luka jiwa dan membuang sampah emosi," ungkap dia.

Menurutnya, healing adalah sebuah proses mental, sebuah perjalanan ke dalam diri yang membutuhkan alokasi waktu khusus, bertahap, dan berproses. Kegiatan ini, di antaranya dengan melakukan terapi mental atau psikoterapi. Bisa dengan self therapy atau dengan pendampingan ahli.

"Jika tidak melakukan healing, kita bisa saja menumpuk sampah emosi di dalam diri sehingga suatu waktu dapat mengganggu dan melumpuhkan mental kita." 

Lia mengatakan, healing bisa menyembuhkan masalah kejiwaan jika dilakukan dengan tepat. Bukan healing yang salah makna seperti sekarang. Healing adalah sebuah proses mental, kegiatan perjalanan ke dalam diri, kegiatan memahami ruang terdalam diri sendiri sehingga tidak membutuhkan keluar rumah.  

photo
Umat Islam membaca Al Quran saat iktikaf di Masjid Istiqlal Jakarta, Senin (25/4/2022). - (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

"Tidak perlu ikut ikut tren. Apalagi jika kita tidak tahu makna yang sebenarnya. Jika benar-benar ingin melakukan healing, belajar dulu cara yang tepat dalam melakukan healing pada ahlinya. Atau jika butuh pendampingan, bisa datang ke psikolog dan psikoterapis," kata dia memberi saran.

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia (Perdosri) Sulawesi dan Papua dr Rumaisah Hasan SpFKR(K) mengatakan, soal healing tentu tak bisa dilihat dari satu sisi, tetapi perlu menelaah berbagai sudut pandang, baik secara fisik, mental, maupun sosiopsiritual.

Dia menilai, pandemi yang sudah lebih dari dua tahun ini merupakan sesuatu yang melebihi kemampuan manusia untuk menghadapi sesuatu. Untuk aktivitas, kita bisa bertahan selama dua jam.

Untuk lingkungan atau kondisi baru atau terpaksa berubah, biasanya kita masih bisa menikmati dalam kurun waktu tiga sampai enam bulan. "Nah, euforia seperti yang digambarkan di atas tentu dapat dimaklumi sekaligus perlu disikapi secara serius antisipasinya," ujarnya.

photo
Umat Islam membaca Al Quran saat iktikaf di Masjid Istiqlal Jakarta, Senin (25/4/2022). - (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Dia berpendapat, euforia pada awalnya bertujuan healing. Namun, hal seperti ini belum sempat diantisipasi dukungan sarana prasarana, juga kurang luas skema antisipasinya. Apalagi, kondisi dalam berbagai acara, seperti pameran atau konser, banyak orang mengabaikan protokol kesehatan (prokes). Mereka tidak memakai masker dan berdesakan. 

"Ternyata masyarakat kita belum teredukasi dengan baik. Maksud saya barangkali perlu lebih banyak ruang-ruang publik untuk healing lainnya yang dibuka atau bahkan diberi alternatif. Misal, konser musik, mestinya tetap diberikan pilihan-pilihan kapasitas tempat ditambah atau dibuka cara lain mengaksesnya," ucap Rumaisah. 

Disebutkannya bahwa setiap orang punya batasan letih secara fisik dan mental. Jika sudah mencapai batas tersebut, pilihan terbaik adalah healing fisik maupun mental.

"Saat ini, kedokteran wisata sedang digalakkan. Teman-teman yang bergerak di dalammya perlu mengagendakan program atau paket healing dari berbagai kondisi. Bukan hanya sekadar layanan konvensional yang sudah rutin dikerjakan. Saya kira di sini peluangnya," katanya.

Jaringan Kesantrian Sebagai Bekal Hidup

Para santri telah disiapkan agar dapat berkiprah dalam berbagai bidang.

SELENGKAPNYA

Heroisme Santri dan Keberlangsungan Bangsa

Begitu banyak cerita kaum santri yang berjuang mewujudkan kemerdekaan Indonesia

SELENGKAPNYA

Jalan Terjal Kaum Santri

Santri memiliki keunggulan luar biasa dalam hal life skills sehingga mampu bersaing

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya