Internasional
PBB: Anak-Anak Jadi Korban Junta Myanmar
Anak-anak Myanmar akan menjadi generasi yang hilang tanpa demokrasi.
YANGON - PBB menyerukan perlindungan anak-anak dari serangan junta Myanmar. Pelapor Khusus PBB Tom Andrews merilis laporan pada Selasa (14/6/2022) bahwa sekurangnya 382 anak telah dibunuh ataupun dilukai oleh kelompok-kelompok bersenjata sejak kudeta tahun lalu.
"Hak-hak anak di Myanmar, seperti halnya anak-anak di mana-mana, harus dihormati dan ditegakkan, dimulai dari hak dasar untuk hidup. Namun di Myanmar, hak anak dan keluarga dikepung. Anak-anak tidak hanya terperangkap dalam baku tembak perang junta militer ilegal melawan rakyat, tetapi mereka juga menjadi sasaran,” kata laporan Andrews seperi dikutip laman Anadolu Agencies, Rabu (15/6/2022).
Laporan tersebut merekomendasikan negara-negara anggota PBB untuk mengkoordinasikan upaya adopsi prosedur operasional untuk memungkinkan tanggapan kemanusiaan yang mendesak dan tepat waktu. Ia meminta tanggapan beralih dari hibah terbatas ke pendanaan inti bila memungkinkan.
"Setelah hampir satu setengah tahun meningkatnya pelanggaran hak asasi manusia dan kondisi yang terus memburuk, terutama bagi anak-anak dan keluarga Myanmar, jelaslah bahwa tanggapan masyarakat internasional terhadap krisis yang semakin dalam di Myanmar telah gagal. Perubahan tentu saja diperlukan," kata Andrews dalam laporannya.
Menurutnya, anak-anak Myanmar akan menjadi generasi yang hilang tanpa segera kembali ke jalan demokrasi dan tindakan perbaikan bersama. "Serangan kekerasan junta terhadap anak-anak, yang didokumentasikan dalam makalah ini, adalah bagian dari serangan yang meluas dan sistematis terhadap rakyat Myanmar dan kemungkinan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang," katanya.
Serangan militer terhadap penduduk sipil telah membuat lebih dari 250 ribu anak mengungsi. Angka ini bergabung dengan sekitar 130 ribu anak dalam pengungsian yang berkepanjangan dan lebih dari setengah juta anak pengungsi dari Myanmar di negara-negara tetangga.
Menurut laporan yang diterima oleh PBB, tentara dan petugas polisi telah menyiksa setidaknya 142 anak sejak kudeta. Laporan juga mencatat bahwa sekitar 7,8 juta anak tidak bersekolah karena kudeta.
Militer dan kelompok bersenjata lainnya bertanggung jawab atas serangan terhadap fasilitas pendidikan, dan keduanya telah menduduki sekolah, memastikan politisasi dan militerisasi infrastruktur pendidikan. "Situasi untuk siswa Myanmar tidak mungkin membaik selama junta tetap mengendalikan sistem pendidikan," kata Andrews.
Kudeta militer ditanggapi oleh kerusuhan sipil massal karena orang-orang memprotes pemulihan kekuasaan militer di Myanmar. Junta menindak keras protes meski PBB berulang kali memperingatkan negara itu telah jatuh ke dalam perang saudara.
Sebuah kelompok pemantau lokal, Assistance Association for Political Prisoners mencatat bahwa sejak Februari 2021 pasukan junta telah membunuh hampir 2.000 orang dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Merasakan Hidup dengan Inflasi 73,5 Persen di Turki
Artinya, harga naik 5,04 persen dalam waktu hanya sepekan lebih sedikit.
SELENGKAPNYASinyal Reshuffle Menguat, Menteri Dipanggil
Reshuffle atau perombakan kabinet yang akan dilakukan Presiden Jokowi menyesuaikan dengan kebutuhan saat ini.
SELENGKAPNYAPetinggi Ditjen Pajak Dihukum Lebih Rendah dari Tuntutan
Vonis Ridwan lebih rendah dari tuntutan yang diajukan JPU KPK yaitu hukuman penjara 10 tahun.
SELENGKAPNYA