Wisatawan memadati kawasan Grand Bazaar di Istanbul, Turki, beberapa waktu lalu. Meski dilanda inflasi tinggi, industri wisata di Turki terus menggeliat. | Ahmad Fikri Noor

Ekonomi

Merasakan Hidup dengan Inflasi 73,5 Persen di Turki

Artinya, harga naik 5,04 persen dalam waktu hanya sepekan lebih sedikit.

OLEH AHMAD FIKRI NOOR

Inflasi Turki pada Mei 2022 menembus level 73,5 persen (year on year/yoy). Angka itu menjadi rekor inflasi tertinggi negara dua benua itu selama 23 tahun. Kenaikan harga utamanya pangan dan energi itu merupakan hasil strategi moneter tak biasa yang diterapkan Presiden Recep Tayyip Erdogan. 

Saya berkesempatan mengunjungi Turki pada akhir Mei hingga awal Juni 2022. Selama sepekan lebih, saya mengamati bagaimana masyarakat Turki berupaya hidup dengan hiperinflasi tersebut. 

Hal yang mencolok adalah perubahan harga dalam waktu singkat. Salah satu contoh yang paling mudah dirasakan adalah perubahan harga BBM. Saya tiba di Turki pada 28 Mei 2022. Harga BBM untuk jenis bensin dengan oktan 95 mencapai 24,98 lira. Hanya berselang beberapa hari, harga BBM jenis yang sama pada 4 Juni 2022 sudah naik ke level 26,24 lira. Artinya, harga naik 5,04 persen dalam waktu hanya sepekan lebih sedikit. 

Apabila saya berada di Turki lebih lama lagi, saya akan merasakan kenaikan harga yang lebih tinggi. Ketika saya menulis tulisan ini atau pada 15 Juni 2022, harga bensin oktan 95 tersebut sudah bertengger di level 27,46 lira. 

Selain soal energi, inflasi juga terasa untuk bahan pangan. Banyak restoran atau tempat makan yang saya kunjungi harus menempelkan stiker dalam buku menu untuk menutupi harga yang sudah tidak berlaku. Saya, sebagai turis yang berkunjung ke Turki, juga harus merasakan perubahan harga tiket masuk sejumlah atraksi wisata. Kurang lebih sama seperti di restoran, pengelola wisata juga menempelkan stiker dengan harga baru di tiket masuk. 

photo
Tiket masuk situs arkeologi Ephesus, Turki. Inflasi yang tinggi membuat pengelola wisata harus menyesuaikan tarif tiket dengan menaikkan harga. - (Ahmad Fikri Noor)

Saya sempat berbincang dengan Rasit Can, seorang pengelola penginapan di desa wisata Mustafapasa, Urgup, Turki terkait fenomena inflasi ini. Dia mengatakan, hal ini memang cukup mempersulit bisnisnya karena harus terus beradaptasi dengan perubahan harga dalam waktu singkat. 

Untungnya, kata Rasit, bisnisnya mengandalkan transaksi dengan mata uang yang lebih stabil yakni dolar AS atau euro. "Memang keadaan masih cukup sulit untuk kami pelaku di industri wisata apalagi setelah melewati masa pandemi kemarin. Yang bisa kami lakukan sekarang adalah terus beradaptasi dengan harga dan berharap keadaan bisa menjadi lebih stabil," ujarnya. 

Untungnya, bagi orang Indonesia seperti saya yang berkunjung ke Turki, perubahan nilai lira tidak langsung terasa asalkan saya tidak sedang memegang mata uang tersebut dalam bentuk uang tunai. 

Pada waktu saya tiba di Turki atau pada 28 Mei 2022, kurs yang berlaku yakni sebesar 16,22 lira per dolar AS. Kemudian, pada 4 Juni 2022, lira sudah melemah menjadi 16,42 per dolar AS. Terjadi pelemahan 1,23 persen dalam waktu sepekan lebih. Saat ini, lira sudah semakin lemah menjadi hanya 17,28 per dolar AS. 

Ketika lira terus melemah dalam momen kunjungan saya itu, posisi rupiah justru stabil terhadap dolar AS. Di saat-saat tersebut, saya merasa cukup tertolong dengan kinerja mata uang garuda. 

photo
Seorang wisatawan melintas di deretan toko souvenir di desa wisata Mustafapasa, Urgup, Nevsehir, Turki, beberapa waktu lalu. - (Ahmad Fikri Noor)

Tekanan terhadap mata uang Turki tentunya tidak lepas dari kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina yang juga menyebabkan inflasi di banyak negara. Harga-harga memang meningkat mulai dari komoditas energi sampai bahan pangan. Meski begitu, kebijakan moneter Erdogan dinilai menjadi biang keladi tingginya inflasi Turki tersebut. 

Mari kita lihat fundamental makronya. Turki memang menikmati pertumbuhan PDB yang pesat. Pada 2021, Turki mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 11 persen. Inilah memang yang menjadi target Erdogan. Dikutip dari Reuters, Erdogan sedang mengimplementasikan strategi ekonomi yang memprioritaskan pertumbuhan, peningkatan lapangan kerja, investasi, dan ekspor. 

Salah satu langkah kunci yang diterapkannya adalah menekan tingkat suku bunga bank sentral Turki hingga kini di level 14 persen. Sejak September, bank sentral Turki sudah memotong suku bunganya sebesar 500 basis poin. 

Kebijakan Erdogan memang tidak biasa dalam teori ekonomi. Dalam keadaan inflasi tinggi, bank sentral cenderung akan meningkatkan suku bunga untuk menekan uang beredar. Dikutip dari CNBC, sejumlah analis menilai, kebijakan bank sentral Turki sangat dipengaruhi oleh Erdogan. Beberapa pemimpin bank sentral bahkan langsung dipecat apabila berbeda pandangan dengan Erdogan. Hingga 2021, bank sentral Turki harus merasakan empat gubernur yang berbeda hanya dalam waktu dua tahun. 

 
photo
Sejumlah warga tengah memancing di atas Jembatan Galata, Istanbul, Turki, beberapa waktu lalu. Pada Mei 2022, inflasi Turki menembul 73,5 persen (yoy). - (Ahmad Fikri Noor)

Untuk menjaga daya beli masyarakat dari hantaman inflasi, Pemerintah Turki berencana menaikkan kembali batas upah minimum pada Juli 2022. Menteri Buruh dan Jaminan Sosial Turki Vedat Bilgin mengatakan, Turki akan mengimplementasikan kebijakan yang akan memuaskan para pekerja. 

"Ini sudah menjadi tugas kami untuk melindungi pekerja dari inflasi. Kami tidak akan membiarkan para pekerja dihancurkan inflasi," ujar Bilgin dikutip dari Daily Sabah, Selasa (14/6). 

Belum diketahui berapa kenaikan upah minimum kali ini. Akan tetapi, Turki sebenarnya baru saja menaikkan upah minimum pekerja sebesar 50 persen pada awal tahun ini. Efektif mulai 1 Januari 2022, upah minimum pekerja mencapai 4.250 lira. Erdogan mengatakan, kenaikan upah sebesar 50 persen tersebut adalah kenaikan tertinggi dalam 50 tahun terakhir. 

Bagi saya sebagai orang Indonesia yang cenderung merasakan stabilitas moneter dalam beberapa tahun ke belakang, fenomena ini cukup membuat dahi berkerut. Saya berusaha mencerna mengapa keadaan yang penuh volatilitas itu tidak terasa dalam keseharian. Mungkin saya hanya melihat dari kacamata sebagai seorang turis yang sedang berlibur. Tapi saya merasakan keadaan memang sangat normal, tidak ada ketegangan, turis-turis pun bisa melanglang buana dengan tenang menikmati Masjid Aya Sofia hingga jejeran batu di Kapadokia. 

Tahun depan, Turki akan menggelar pemilihan umum untuk memilih presiden selanjutnya. Erdogan dikabarkan kembali mencalonkan diri. Mungkin, jawabannya akan hadir pada saat itu. Kalau warga senang dengan fenomena inflasi ini, bisa jadi Erdogan akan memimpin Turki kembali. 

photo
Wisatawan melintas di depan Aya Sofiia, Istanbul, Turki, beberapa waktu lalu. Meski dilanda inflasi tinggi, industri wisata di Turki terus menggeliat jelang puncak liburan musim panas. - (Ahmad Fikri Noor)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Telkom Pastikan Investasi di GoTo Patuhi GCG 

Akhir pekan lalu, Telkom mencatatkan keuntungan investasi di GoTo senilai Rp 2,74 triliun.

SELENGKAPNYA

Sri Lanka Dorong ASN untuk Bertani

Pemerintah Sri Lanka sedang dalam pembicaraan untuk paket bailout dengan Dana Moneter Internasional (IMF).

SELENGKAPNYA

Muslim India Imbau Tahan Diri

Tokoh Muslim India meminta umat menjaga perdamaian.

SELENGKAPNYA