Konsep kerja hibrid (ilustrasi) | Unsplash/Alesia Kazantceva

Inovasi

Memuluskan Transisi ke Dunia Hibrid

Pandemi telah mendefinisikan ulang apa arti bekerja dan kantor bagi banyak orang.

Pandemi yang berlangsung selama lebih kurang 2,5 tahun ini, sukses mengubah cara orang beraktivitas secara signifikan. Di dunia kerja, saat ini fleksibilitas atau konsep yang memadukan antara work from home (WFH) dan work from office (WFO), berkembang pula menjadi work from anywhere (WFA).

Oleh karena itu, tantangan bagi setiap organisasi adalah untuk bisa memenuhi ekspektasi para karyawan. Sembari, menyeimbangkannya dengan pencapaian bisnis di tengah kondisi yang masih diwarnai ketidakpastian.    

Pada April 2022, Microsoft Corporation merilis laporan Work Trend Index tahunan keduanya. Laporan  bertajuk “Great Expectations: Making Hybrid Work Work” tersebut, memberikan gambaran tentang bagaimana agar organisasi terus berkembang di tengah perubahan dan disrupsi kerja yang tengah berlangsung.

Sebanyak 31 ribu orang dari 31 negara, termasuk Indonesia, menjadi responden laporan tersebut. Merujuk kepada data khusus Indonesia, laporan Work Trend Index ini mengungkapkan beberapa tren utama.

Pertama, karyawan memiliki pandangan baru terhadap apa yang dianggap ‘worth it’. “Sebanyak 48 persen karyawan di Indonesia mengatakan sekarang mereka cenderung untuk lebih memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan dibandingkan dengan pekerjaan atau penghasilan. Ini kalau kita bandingkan dari sebelum pandemi,” ungkap Modern Work & Security Business Group Lead Microsoft Indonesia, Wahjudi Purnama dalam acara Media Briefing Microsoft Indonesia, Selasa (24/5).

Microsoft, lanjut dia, juga melihat bahwa great reshuffle yang selama ini terjadi, belumlah akan usai. Karena, sebanyak 49 persen pekerja di Indonesia sangat mungkin mempertimbangkan untuk pindah kerja di tahun ini.

Kemudian, 53 persen Gen Z serta milenial di Indonesia, juga agak atau sangat mungkin mempertimbangkan untuk pindah kerja pada tahun ini. Kedua, Wahjudi menyampaikan, Microsoft melihat manajer mengalami dilema antara kepemimpinan dan ekspektasi karyawan.

Hal ini terjadi, karena 60 persen pemimpin di Indonesia mengatakan perusahaan mereka berencana untuk kembali ke mode kerja dari kantor (WFO) secara penuh pada tahun depan. Ini lebih tinggi dibandingkan data global yang berada di kisaran 50 persen.

Namun, 66 persen pekerja di Indonesia, ternyata lebih mempertimbangkan untuk beralih ke model kerja remote atau hibrid. “Jadi tentu saja tantangan dalam mencari jalan tengah ini jatuh di manajer. Di mana 42 persen manajer merasa pemimpin perusahaan tidak memahami langsung ekspektasi dari karyawan,” ujarnya.

Menurut Wahjudi, ada 75 persen dari pemimpin di Indonesia yang merasa tidak memiliki pengaruh atau sumber daya untuk membawa perubahan. Jadi, kata dia, melalui data ini Microsoft mempelajari bagaimana organisasi perlu menemukan keseimbangan untuk dapat menjawab keinginan karyawan akan fleksibilitas, sembari tetap produktif dan tetap bisa menjawab kebutuhan bisnis.

Kemudian, sebanyak 41 persen karyawan hybrid di Indonesia mengatakan tantangan terbesar mereka adalah mengetahui kapan dan mengapa mereka harus datang ke kantor. Sementara hanya 40 persen pemimpin di Indonesia telah membuat kesepakatan tim untuk mendefinisikan norma-norma baru ini.

Saat ini, lanjut Wahjudi, pekerjaan yang fleksibel bukan berarti harus “selalu standby”. Tapi, merujuk dari data-data global, rata-rata dalam waktu sepekan, waktu yang dihabiskan untuk rapat meningkat lebih dari 250 persen sejak Maret 2020.

photo
Bekerja dari rumah 9ilustrasi) - (Unsplash/Surface)

Kemudian, setelah dua tahun menjalani pandemi, penggunaan chat atau pesan singkat yang dikirim per orang meningkat sebesar 27 persen. Di Indonesia terlihat juga bahwa 62  persen karyawan terbuka untuk menggunakan ruang imersif digital sebagai sarana rapat atau pertemuan tim di tahun depan.

Jumlah ini, lebih tinggi dibandingkan data global yang ada di angka 52 persen. Dari survei juga terlihat bahwa 57 persen karyawan di Indonesia terbuka untuk mewakili diri mereka sendiri sebagai avatar dalam rapat di tahun depan.

Sehingga, secara keseluruhan data menunjukkan, karyawan akan terus berupaya beradaptasi dengan cara kerja yang fleksibel ini. “Tetapi, untuk membuat flexible work ini bisa berkelanjutan untuk jangka waktu yang panjang, otomatis membutuhkan kesepakatan, dan dibutuhkan norma tim yang baru,” ujar Wahjudi.

Dimensi Baru

Perubahan dan dinamika, sudah menjadi bagian dari perjalanan zaman. Hadirnya pandemi, ikut pula mendefinisikan ulang, arti dari kantor, bekerja dalam tim, dan berkarya dalam konteks mencari penghidupan.

Presiden Direktur Microsoft Indonesia Dharma Simorangkir dalam kesempatan yang sama menjelaskan, Microsoft, termasuk Microsoft Indonesia, sudah memiliki inisiatif internal untuk mendukung konsep kerja hibrid. Inisiatif ini dinamakan sebagai #WorksForMe.

Menurut Dharma, konsep ini bermula dari kesadaran Microsoft mengenai pentingnya menemukan satu kerangka kerja yang dapat mendukung free dimensional work, ia mengungkapkan, dalam Work Trend Index 2022 disampaikan juga tentang konsep bekerja hibrid.

Saat ini karyawan tidak lagi bekerja dalam dua dimensi atau sekadar dari balik layar. Termasuk juga, tidak dari tiga dimensi. Namun, karyawan saat ini ditantang untuk bekerja dalam dimensi yang bebas.

“Menyambut free dimensional work seperti ini menuntut kita menjaga growth mindset agar menemukan sistem kerja yang cocok. Nah, kata kunci dalam eksplorasi free dimensional work ini adalah fleksibilitas, inklusivitas, dan trust,” ujar Dharma.

Itulah sebabnya Microsoft menamakan inisiatif ini #WorksForMe. Menurutnya, Microsoft terus mendorong para karyawannya untuk merumuskan konsep kerja yang sesuai untuk mereka masing-masing.

Contohnya, kapan mereka ingin kembali ke kantor untuk terkoneksi kembali dengan rekan-rekan kerja mereka. Atau, menghadiri rapat atau acara yang lebih produktif dilakukan dan dilakukan secara pribadi.

Selain itu, karyawan juga dimungkinkan untuk menentukan hari-hari apa saja karyawan pilih untuk bekerja dari rumah. Tentunya, semua hal ini perlu disepakati sejak awal.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Tak Cukup Lagi Hanya Jual Narasi

Gelombang PHK di usaha rintisan diperkirakan masih akan terus berlangsung.

SELENGKAPNYA

Lima Riyal Nenek Ruminah Antar Erlangga ke Baitullah

Sejumlah jamaah berusia muda ditemui di Tanah Suci.

SELENGKAPNYA

Daerah Kaji Peralihan Honorer ke Outsourcing

Pemerintah berjanji akan terus mencari solusi terbaik bagi para guru non-ASN.

SELENGKAPNYA