Kabar Utama
Polri Belum Temukan Mafia Minyak Goreng
Polri menyebut, kelangkaan minyak goreng akibat aksi panik konsumen dan penjual yang memborong.
JAKARTA — Mabes Polri menyatakan belum menemukan adanya praktik permafiaan di balik kelangkaan dan melonjaknya harga jual minyak goreng. Kepala Satuan Tugas (Satgas) Pangan Bareskrim Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Helmy Santika menyebut, kelangkaan minyak goreng di pasaran lebih disebabkan aksi panik konsumen dan penjual yang memborong komoditas tersebut.
Menurut Helmy, istilah praktik permafiaan minyak goreng sebenarnya terlalu berlebihan. Ia mengatakan, mafia adalah istilah persekongkolan yang dilakukan sekelompok besar orang dengan cara-cara terstruktur dan masif, yang melibatkan banyak pihak di semua level, untuk tujuan kejahatan.
“Sejauh ini, kita belum temukan praktik mafia minyak goreng,” ujar Helmy dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (23/3).
Sementara berdasarkan penelurusan Satgas Pangan, kata Helmy, permasalahan minyak goreng saat ini bukan disebabkan praktik persekongkolan jahat atau permafiaan. Namun, kata dia, disebabkan masifnya para penjual dadakan yang juga berasal dari para konsumen dan para pedagang karena aksi borong minyak goreng oleh masyarakat konsumen. Aksi borong tersebut juga membuat para pedagang dadakan dan pelaku usaha personal tak mengikuti kebijakan pemerintah.
“Jadi, temuan kami sementara ini, jauh lebih kepada personal pelaku usahanya, bukan disebabkan adanya praktik-praktik mafia,” kata Helmy.
Helmy menambahkan, Satgas Pangan memang menemukan adanya kelangkaan minyak goreng di pasar-pasar modern. Meski begitu, kata dia, tak ditemukan adanya pelambungan harga. Sementara di pasar tradsional, kata Helmy, Satgas Pangan menemukan rantai distribusi yang panjang dan membuat harga menjadi tinggi.
“Saat ini, Satgas Pangan meyakini keberadaan stok dalam status aman untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR pada pekan lalu menyatakan, telah mengantongi sejumlah nama mafia yang membuat minyak goreng langka dan mahal di pasaran. Bahkan, Lutfi mengatakan, akan ada tersangka yang ditetapkan Polri terkait praktik permafian minyak goreng tersebut pada Senin (21/3).
Belum ditemukannya mafia minyak goreng juga diungkapkan jajaran kepolisian daerah. Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Ibrahim Tompo mengatakan, sejauh ini Polda Jabar belum menemukan adanya mafia yang mempermainkan peredaran minyak goreng hingga mengganggu distribusi dan harga.
"Sampai sekarang sih belum ya (soal mafia minyak goreng di Jawa Barat)," kata Ibrahim, Rabu (23/3).
Ia mengatakan, Polda Jabar sudah membentuk tim untuk mengawasi peredaran minyak goreng dari mulai produksi hingga distribusi untuk mencegah penimbunan. Setiap jajaran polres di tingkat kabupaten dan kota pun telah membentuk tim tersebut.
Menurut dia, pengawasan dilakukan agar peredaran minyak goreng bisa sesuai regulasi. “Diawasi penjualannya sesuai regulasi dan juga pada saat penjualan, kami juga mengecek untuk mencegah penimbunan-penimbunan," ujar dia.
Ia menambahkan, pembentukan tim untuk mengawasi peredaran minyak goreng itu merupakan arahan dari Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Minyak goreng kemasan atau minyak goreng curah perlu diawasi untuk mencegah kelangkaan.
Kapolresta Denpasar AKBP Bambang Yugo Pamungkas juga menyampaikan hal senada. Ia menegaskan, belum ada temuan mafia minyak goreng, khususnya di wilayah Denpasar, Bali.
"Belum ada temuan (mafia minyak goreng), tapi kami tetap melakukan operasi dan peran serta kerja sama semuanya untuk ikut memonitor, karena kami juga ada Satgas Pangan yang setiap hari memonitor dan mengecek di lapangan," kata dia. Ia mengatakan, kepolisian akan terus mengawasi pihak distributor hingga sampai di konsumen.
Tersendat
Mengenai pasokan, stok minyak goreng kemasan saat ini sudah membanjiri toko ritel modern setelah pemerintah melepas harga ke mekanisme pasar. Namun, tidak demikian dengan minyak goreng curah.
Migor curah yang masih ditetapkan HET sebesar Rp 14 ribu per liter dengan bantuan subsidi dari pemerintah, masih sulit ditemukan di pasaran.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY mengungkapkan, ketersediaan migor curah masih tersendat. "Minyak kemasan cukup banyak tersedia. Untuk ketersediaan migor dari para distributor agak tersendat untuk yang curah ini," kata Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag DIY, Yanto Apriyanto, kepada Republika, kemarin.
Yanto menyebut, sudah tidak ada aksi panic buying terhadap migor saat ini di DIY, terutama untuk yang kemasan sederhana dan premium. Hal ini menyebabkan ketersediaan migor untuk yang kemasan tersedia di pasaran, supermarket, ataupun toko-toko ritel.
"Makanya dari toko-toko ritel sudah berani menyimpan di atas rak, artinya sudah normal seperti sebelumnya. Sebelum ada perubahan kebijakan, belum sempat ditata di rak, minyak goreng sudah diserbu (konsumen)," ujar Yanto.
Ia pun meminta agar produsen mempercepat pasokan minyak goreng curah. Pasalnya, minyak goreng bersubsidi ini masih banyak dicari masyarakat karena perbedaan harga yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan migor kemasan.
"Dari hulunya untuk bisa mempercepat pasokan atau di D2 (distributor 2) yang ada di Provinsi DIY," ujar Yanto menjelaskan.
Pihaknya juga terus melakukan pengawasan terkait dengan distribusi migor di DIY, termasuk pengawasan terhadap peruntukan migor, terutama yang curah agar tetap sasaran.
"Terus kami awasi, faktur penjualannya juga kita periksa, ada tidak penyimpangan, kebanyakan (curah) ini digunakan oleh UMKM. Kalau terjadi penyimpangan, itu suatu pelanggaran dan perlu ditindak," katanya menambahkan.
Koordinasi dengan berbagai pihak juga terus dilakukan, termasuk dengan satgas pangan provinsi hingga instansi terkait lainnya yang ada di masing-masing kabupaten/kota.
Kondisi serupa terjadi di daerah lain. Polres Garut pada Selasa (22/3) melakukan pemantauan ketersediaan minyak goreng curah di Pasar Lewo dan Pasar Malangbong, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut. Hasilnya, stok minyak goreng di dua pasar tersebut sudah kosong dalam beberapa hari terakhir.
Kapolres Garut AKBP Wirdhanto Hadicaksono mengatakan, harga minyak goreng curah di dua pasar itu cukup bervariasi, yaitu Rp 13 ribu hingga Rp 18 ribu per liter di tingkat distributor. Aparat kepolisian akan menelusuri harga beli minyak goreng curah dari para distributor itu sehingga harga penjualan dapat diketahui sudah sesuai atau tidak.
"Yang pertama akan kami pastikan, masyarakat bisa mendapatkan minyak goreng curah. Karena, di beberapa agen yang sudah kosong beberapa hari," kata dia.
Ihwal kekosongan stok minyak goreng curah itu, Wirdhanto mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti temuan itu dengan dinas terkait dan Satgas Pangan. Dengan begitu, distribusi minyak goreng curah dapat dilakukan secara merata.
Kendati demikian, Wirdhanto mengatakan, di wilayah kecamatan Garut Kota, ketersediaan minyak goreng curah dalam posisi aman. Namun, di beberapa wilayah lain di Kabupaten Garut, ketersediaan minyak goreng curah masih cukup sulit ditemukan.
"Di sini, misalnya, masih kosong sudah tiga hari. Kami akan cek ke supplier-nya," kata dia.
Pedagang Bundling Migor Curah
Tingginya permintaan terhadap minyak goreng (migor) curah dimanfaatkan pedagang besar untuk meraup keuntungan. Pedagang melakukan praktik bundling migor curah dengan bahan pokok lainnya.
Praktik tersebut salah satunya terjadi di kawasan Pasar Legi, Kota Solo. Salah satu konsumen, Sayekti mengatakan, syarat pembelian yang harus dipenuhi adalah konsumen diwajibkan membeli barang yang lain. "Misalnya, saya bisa beli minyak goreng 17 kg harus dengan gandum dua sak yang beratnya 50 kg," kata Sayekti, Rabu (23/3).
Selain dipaketkan dengan tepung terigu, menurut dia, konsumen ditawarkan untuk memilih barang lain, seperti gula pasir dengan berat 50 kg. Padahal, harga barang yang harus ditebus justru lebih mahal dibandingkan harga minyak goreng.
"Jadi modalnya harus besar, saya kulakan begini menyiapkan uang minimum Rp1,5 juta, itu bisa beli tiga paket," kata dia yang merupakan pedagang kecil dari Desa Sawahan, Kecamatan Ngemplak, Solo.
Harga migor curah yang dibelinya dari pedagang besar pun berada di atas harga eceran tertinggi (HET), yang ditetapkan sebesar Rp 14 ribu per liter. Menurut Sayekti, pedagang besar menjual migor curah sebesar Rp 15.400 per kg.
Karena harus membeli barang lainnya, Sayekti pun harus mengeluarkan modal besar. Ia mengatakan, tepung terigu seharga Rp 185 ribu per sak dan gula pasir Rp 650 ribu per sak.
Pedagang kecil dari Pasar Kadipolo, Risbani, yang juga tengah mengantre minyak goreng curah mengeluhkan praktik bundling. Risbani mengatakan, persyaratan untuk juga membeli barang lain menyulitkan pedagang kecil. "Gula pasir dan tepung terigu kan enggak setiap hari laku. Barangnya numpuk," katanya.
Terkait hal itu, ia berharap sistem pembelian minyak goreng curah kembali normal. "Ini kan disubsidi, kalau harganya lebih mahal enggak apa-apa, tapi enggak perlu nebus seperti ini karena uangnya jadi mandek," katanya.
Diana, pemilik Toko Nugroho yang mewajibkan pembelian migor curah dengan barang lainnya, enggan memberikan banyak penjelasan. "Ya kan pedagang (kecil) jualannya bukan hanya minyak, pasti jualan yang lain juga," katanya.
Praktik bundling sebelumnya juga ramai ditemukan untuk migor kemasan saat pemerintah masih memberlakukan HET kemasan. Praktik ini tidak dibenarkan karena dapat merugikan konsumen.
Badan Perlindungan Konsumen (BPKN) sebelumnya menyatakan, penjualan migor dengan cara bundling merupakan tindakan pelanggaran, karena sama saja dengan pemaksaan terhadap konsumen. Sanksi terhadap praktik ini bahkan bisa berujung pada hukuman penjara.
Pasal 15 UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 menyatakan, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain, yang dapat menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Sementara itu, Pasal 62 ayat 1 menjelaskan, pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 17 ayat 1 huruf a, b, c, e dan ayat 2, serta Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
Ketua BPKN Rizal Edy Halim Rizal saat diwawancara Republika pada pertengahan Maret mengatakan, sistem bundling yang tidak melanggar aturan, yakni jika pemilik toko atau pedagang juga menyediakan minyak goreng satuan. Dengan begitu, konsumen bisa bebas memilih.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Mudik Wajib Booster
Mewajibkan booster sebagai syarat untuk mudik Lebaran akan rumit dalam pengawasan.
SELENGKAPNYAZakat Selamatkan Jutaan Pengungsi Dunia
Zakat memiliki peran signifikan dalam penanganan krisis pengungsi di dunia.
SELENGKAPNYA‘Tangkap Mafia Minyak Goreng’
Pasokan minyak goreng kemasan di tingkat pedagang pasar tradisional masih terbatas.
SELENGKAPNYA