Buruh dari berbagai aliansi berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Jumat (11/3/2022). Dalam aksinya mereka menolak penundaan Pemilu 2024. | Prayogi/Republika

Nasional

‘Tak Ada Lagi Negara yang Tunda Pemilu karena Covid-19’

Perludem menilai alasan menunda pemilu karena pandemi tidak bisa diterima.

JAKARTA -- Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia mengatakan, alasan menunda pemilu karena pandemi tidak bisa diterima. Mengutip data International IDEA, dia menyebutkan, sudah tidak ada lagi negara yang menunda pemilu karena alasan Covid-19. 

"Pada akhir 2021 itu sudah tidak ada lagi negara yang menunda pemilunya karena alasan pandemi," ujar Amalia dalam diskusi daring bertajuk "Demokrasi Konstitusional dalam Ancaman", Rabu (16/3). 

Hanya dua negara yang menunda pemilunya pada Agustus 2021. Pada bulan berikutnya dan seterusnya, sudah tidak ada lagi negara yang menunda pemilu karena pandemi. 

Selain itu, Amalia melanjutkan, pemilu yang banyak ditunda merupakan pemilu lokal, bukan pemilu nasional. Sebab, untuk menunda pemilu nasional, negara perlu memperhatikan konstitusi yang mengatur penundaan pemilu di masa darurat. 

"Misalnya, pemilu yang ditunda itu biasanya berapa bulan. Kasus Inggris, yang menundanya satu tahun, tetapi yang ditunda itu adalah pemilu lokalnya," kata dia. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie meminta untuk menyudahi wacana perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode maupun penundaan pemilu. Jimly yang juga anggota DPD periode 2019-2024 ini menegaskan, bernegara adalah kegiatan membuat keputusan, bukan membuat wacana-wacana.

"Jadi lihat keputusan yang diambil, kan sudah dibuat keputusan 14 Februari 2024 pemungutan suara, 1 Agustus 2022 tahapan pertama sudah disepakati. Jangan terpaku pada ribut-ribut retorika tunda pemilu," kata Jimly di acara Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah-Aisyiyah ke-48, Rabu (16/3).

Ahli Hukum Tata Negara ini mengakui, ancaman terhadap demokrasi di terjadi di berbagai negara, tidak hanya di Indonesia. Salah satunya perpanjangan tiga periode jabatan presiden juga terjadi di negara-lain.

Menurutnya, ada negara yang berhasil menerapkan perpanjangan itu tetapi banyak juga yang gagal. "Banyak negara yang berhasil tapi banyak yang berdarah-darah menerapkan tiga periode itu, memperpanjang dari dua menjadi tiga, banyak di Afrika, tapi banyak di antaranya yang berhasil pun itu tidak termasuk kategori demokrasi berkualitas, jadi nggak ideal itu," kata Jimly.

Ia melanjutkan, ancaman demokrasi tak hanya dalam praktik perpanjangan masa jabatan, tetapi penyelenggaraan pemilu tanpa adanya regenerasi pemimpin. Ini terjadi di beberapa negara, salah satunya Kamboja. Meskipun menggunakan sistem parlementer, tetapi sistem pemilunya presidensial dan tidak mengalami pergantian sejak 1993.

"Jadi perdana menteri sejak 1993 insya Allah sampai dia meninggal akan menjadi perdana menteri terus," katanya.

Menurutnya, Indonesia pun pernah mengalami di masa lalu saat Presiden Soekarno ditetapkan menjadi presiden seumur hidup melalui Tap MPR. Jimly pun menilai kondisi ini gejala umum yang terjadi dan merupakan bentuk dari kemunduran demokrasi. Karena itu, ia meminta semua pihak menolak ha-hal yang merusak demokrasi.

"Ini kemunduran demokrasi. Oleh karena itu tidak boleh taken for granted, ini soal serius," katanya.

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas mengatakan, isu penundaan pemilu bukan aspirasi rakyat, melainkan hanya kepentingan nafsu dan syahwat politik di kalangan penguasa. Para penguasa saat ini ingin melanggengkan kekuasaan dengan berbagai cara meskipun inkonstitusional.

"Ide itu menunjukkan menguatnya nafsu dan syahwat politik di kalangan penguasa. Untuk tujuan apa, pengawetan kekuasaan oleh elite parpol (partai politik) dan kalangan di Istana," ujar Busyro dalam diskusi daring bertajuk "Demokrasi Konstitusional dalam Ancaman", Rabu (16/3).

Dia menilai, telah terjadi krisis akal budi di kalangan birokrasi dan elite partai politik dan juga tidak menjalankan amanat rakyat dengan jujur. Bahkan, Busyro menyebut para elite politik yang mengusulkan penundaan Pemilu 2024 seperti keledai yang tak punya rasa malu. "Semakin vulgarnya sikap kekuasaan, vulgar banget, tidak ada rasa malu, seperti keledai-keledai politik saja, tidak belajar dari masa lalu," kata dia.

\Walaupun inkonstitusional, elite politik dan penguasa terus saja menggulirkan ide penundaan pemilu. Ide ini tentu akan berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden dan mengawetkan kekuasaan elite politik.

"Ketika konstitusi ini dilanggar dengan sengaja, dengan cara berpikir keledai-keledai politik, itu selain penistaan terhadap konstitusi, itu juga teroris terhadap rakyat terhadap kebangsaan kita," tutur Busyro.

 
Saya ketawa sekaligus marah mendengar klaim 110 juta itu, kita semua dianggap bodoh sepertinya.
 
 

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti mengatakan, konstitusi sudah menegaskan bahwa masa jabatan Presiden hanya dua periode dengan masing-masing periode selama lima tahun. Amanat UUD 1945 itu harus menjadi dasar dalam penerapan sistem kebangsaan. 

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengkhawatirkan, ada upaya untuk menciptakan kondisi objektif untuk meluluskan penundaan pemilu. Salah satunya, merusak Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga tidak mampu lagi menyelenggarakan Pemilu 2024. 

Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STIH) Jentera Bivitri Susanti mengatakan, klaim big data mengenai banyaknya warganet yang mendukung penundaan Pemilu 2024 merupakan upaya membodohi rakyat.

Klaim big data tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. "Saya ketawa sekaligus marah mendengar klaim 110 juta itu, kita semua dianggap bodoh sepertinya,” kata dia. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Pemerintah Diminta Tunda Pemekaran Papua

Penundaan pemekaran Papua dapat menghentikan unjuk rasa yang memakan korban jiwa.

SELENGKAPNYA

Pembahasan RUU TPKS Dibahas di Baleg

RUU TPKS telah ditetapkan sebagai inisiatif DPR sejak 18 Januari 2022.

SELENGKAPNYA

Bakamla: Perilaku Anomali Kapal Asing Tinggi

Pada Januari-Februari 2022, ada kapal yang melakukan tindakan anomali sampai 10 kali,

SELENGKAPNYA