
Internasional
Kabinet Israel Setujui Rencana Pembersihan Etnis di Gaza
Langkah ini sesuai dengan renacna Donald Trump mengosongkan Gaza.
TEL AVIV -- Kabinet keamanan Israel dilaporkan telah menyetujui proposal Menteri Pertahanan Israel Katz untuk membentuk sebuah badan pemerintah untuk mengawasi pengungsian warga Palestina dari Jalur Gaza. Ini mempertegas niatan Israel melakukan pembersihan etnis di Gaza.
The Times of Israel melaporkan, Kementerian Pertahanan Israel mengatakan badan tersebut akan ditugaskan untuk mengamankan pergerakan penduduk Gaza “untuk ‘kepergian sukarela’ mereka ke negara ketiga.” Israel kerap menyalahgunakan istilah ‘kepergian sukarela’ untuk warga Palestina yang mereka usir secara brutal.
Badan itu akan mengamankan pergerakan mereka, menetapkan rute pergerakan, memeriksa pejalan kaki di penyeberangan yang ditentukan di Jalur Gaza. Mereka juga mengoordinasikan penyediaan infrastruktur yang memungkinkan perjalanan melalui darat, laut dan udara ke negara tujuan”.
Kementerian tersebut mengklaim bahwa langkah tersebut “tunduk pada hukum Israel dan internasional, dan sesuai dengan visi Presiden AS Donald Trump”.
Trump sebelumnya telah mengusulkan agar Jalur Gaza dikurangi populasinya untuk “mengembangkan” daerah kantong tersebut di bawah kendali AS. Warga Palestina di Gaza menolak usulan ini, dan menggambarkannya sebagai pembersihan etnis, sementara negara-negara Arab mendukung rencana rekonstruksi Gaza yang dilancarkan Mesir untuk membangun kembali Gaza tanpa merelokasi penduduknya.
Pekan lalu, militer Israel mulai menyiapkan pasukan untuk melakukan pencaplokan wilayah di Jalur Gaza. Langkah ini seturut ancaman Israel Katz bahwa mereka akan mencaplok Gaza sampai Hamas membebaskan para sandera.
Sumber keamanan Israel melaporkan pada hari Jumat bahwa persiapan sedang dilakukan untuk melaksanakan rencana besar Kepala Staf Eyal Zamir untuk melancarkan serangan darat skala besar di Jalur Gaza. Markas IDF juga memanggil beberapa divisi militer, termasuk pasukan cadangan.
Sumber mengatakan bahwa Israel masih membuka pintu bagi kesepakatan untuk membebaskan beberapa “sandera.”Dia menambahkan bahwa eskalasi tampaknya akan memburuk tanpa tercapainya kesepakatan karena tekanan pemerintah untuk memperluas pertempuran.
Following the recent Israeli evacuation orders, people of Tal Al-Sultan neighborhood in Rafah are fleeing their homes on foot and heading north to Al-Mawasi area, the area that has ironically been designated a safe zone by the Israeli army but has nevertheless witnessed a… pic.twitter.com/NK3pBO37wN — Quds News Network (QudsNen) March 23, 2025
Haaretz mengatakan bahwa Israel tampaknya menyembunyikan niat sebenarnya dari pemerintah dan tentara untuk saat ini. Dia menjelaskan bahwa sementara negosiasi dengan hasil yang meragukan masih menunggu, pihaknya sedang mempersiapkan operasi skala besar untuk menduduki seluruh Jalur Gaza.
Pada hari Rabu, Israel mengumumkan peluncuran operasi darat terbatas dan merebut kembali poros Netzarim di Jalur Gaza tengah. Menteri Pertahanan Israel Katz mengatakan Israel akan merebut tanah Gaza sampai Hamas setuju untuk melepaskan semua tawanan yang masih ditahan di Jalur Gaza.
“Semakin Hamas bersikeras menolak melepaskan sandera, semakin banyak wilayah yang akan hilang, yang akan dianeksasi ke Israel,” kata Katz seperti dikutip The Jerusalem Post. “Jika para sandera tidak dibebaskan, Israel akan terus mengambil lebih banyak wilayah di Jalur Gaza untuk dikuasai secara permanen.”
Menteri Pertahanan mengatakan Israel akan “mengintensifkan” kampanyenya melawan Hamas dan menggunakan “semua tekanan militer dan sipil, termasuk evakuasi penduduk Gaza ke selatan dan melaksanakan rencana migrasi sukarela Presiden AS Trump untuk penduduk Gaza”.

Katz menginstruksikan tentara “untuk merebut wilayah tambahan di Gaza, mengevakuasi penduduk, dan memperluas zona keamanan di sekitar Gaza untuk melindungi komunitas dan tentara Israel”, media lokal mengutip pernyataannya.
Pemerintahan Benjamin Netanyahu melancarkan operasi ini, yang kemudian diperluas, setelah Israel menolak untuk melanjutkan ke perjanjian gencatan senjata tahap kedua dan melanjutkan serangan udara di Gaza, yang mengakibatkan kematian lebih dari 600 warga Palestina dalam empat hari.
Andreas Krieg, profesor studi keamanan di King’s College London, mengatakan Israel telah menggunakan gencatan senjata selama dua bulan untuk mengumpulkan informasi intelijen tentang keberadaan “sel Hamas” serta lokasi potensial para tawanan.
“Saya pikir apa yang mereka coba lakukan sekarang adalah semakin melemahkan Hamas dan berpotensi membunuh beberapa pemimpinnya, seperti yang telah mereka lakukan selama beberapa hari terakhir, dan selain itu, merebut lebih banyak wilayah,” kata Krieg kepada Aljazirah.
Rencana tersebut adalah bagian dari apa yang ingin dicapai oleh pemerintah sayap kanan Israel, termasuk mengusir semua warga Palestina dari Gaza seperti yang digariskan oleh “visi aneh tentang Riviera di Timur Tengah” dari Presiden Trump, tambahnya.

"Mereka ingin merebut suatu wilayah dan mungkin tidak akan pernah mengembalikannya. Mereka ingin mengurung warga Gaza di sel-sel yang lebih kecil dan kemudian pindah ke sana." Sekitar 50 persen jaringan terowongan Hamas yang luas masih utuh meskipun Israel melakukan pemboman besar-besaran selama 18 bulan, kata seorang analis.
“Jadi penyelundupan akan terus berlanjut, dan Hamas akan mempersenjatai kembali dirinya,” kata Krieg. “Apa yang tidak masuk ke Jalur Gaza adalah bantuan kemanusiaan, segala dukungan material yang dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup.”
Dia mengatakan Israel “dengan dalih mengeringkan Hamas” terus mengendalikan Koridor Philadelphi. “Pada kenyataannya, hal ini membuat Gaza tidak dapat ditinggali, dan itu telah menjadi kebijakan setidaknya selama 18 bulan terakhir,” tambah Krieg
"Pemerintahan Netanyahu sama sekali tidak menghormati hukum kemanusiaan internasional. Kenyataannya, ini adalah proyek politik pemerintahan Netanyahu untuk tetap berkuasa, untuk membubarkan negara Israel."
Mohamad Elmasry dari Doha Institute of Graduate Studies mengatakan alasan sebenarnya Israel memulai kembali perang sudah jelas. “Jika Israel dapat terus membunuh orang dalam jumlah besar dan menciptakan kondisi yang mengerikan, maka masih ada harapan – dari sudut pandang mereka – bahwa pada akhirnya mereka akan mendapatkan apa yang mereka inginkan: Mengurangi populasi di Jalur Gaza,” kata Elmasry.
Dia mengatakan kepada Aljazirah bahwa invasi baru tidak mungkin menghilangkan Hamas dari Gaza. "Mereka tidak akan mampu melenyapkan Hamas secara militer. Ada banyak analis, pejabat, dan mantan pejabat Israel yang mengatakan hal yang sama."
Menteri Luar Negeri Perancis telah menolak “segala bentuk” aneksasi Israel atas Gaza, AFP melaporkan. Jean-Noel Barrot melontarkan komentar tersebut sebagai tanggapan terhadap pernyataan Menteri Pertahanan Israel yang mengatakan bahwa ia telah memerintahkan militer untuk “merebut lebih banyak wilayah” di Gaza dan memperingatkan akan aneksasi sebagian wilayah tersebut jika Hamas tidak melepaskan sisa tawanannya.
“Prancis menentang segala bentuk aneksasi baik yang menyangkut Tepi Barat atau Jalur Gaza,” kata Barrot, berbicara kepada wartawan di kota Dijon, Prancis. “Kami mempunyai visi yang sangat jelas mengenai masa depan kawasan ini – sebuah solusi bagi dua negara untuk hidup berdampingan secara damai.”
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Israel Matangkan Pencaplokan Gaza
Israel mengancam pendudukan Gaza jika sandera tak dibebaskan.
SELENGKAPNYASerangan Israel Berlanjut, Puluhan Syahid di Gaza
Kelaparan di Gaza makin menjadi-jadi.
SELENGKAPNYASetelah Dilaparkan, Israel Bombardir Gaza
Sebagian besar korban serangan Israel perempuan dan anak-anak.
SELENGKAPNYABagaimana AS Mendorong Israel Lanjutkan Pembantaian di Gaza?
Gedung Putih merestui serangan brutal Israel ke Jalur Gaza.
SELENGKAPNYA