
Internasional
Bagaimana AS Mendorong Israel Lanjutkan Pembantaian di Gaza?
Gedung Putih merestui serangan brutal Israel ke Jalur Gaza.
GAZA – Kelompok Hamas mengatakan AS ‘memikul tanggung jawab penuh’ atas kelanjutan ‘pembantaian’ di Gaza yang dimulai Israel pada Selasa. AS yang diberitahu soal rencana penyerangan yang melanggar gencatan senjata itu diketahui melayangkan dukungan penuh.
Hamas menyatakan, bahwa AS diberitahu adalah penegasan soal “kemitraan langsung mereka dalam perang pemusnahan terhadap rakyat kami”. Pengakuan Gedung Putih bahwa mereka telah berkonsultasi sebelum serangan itu “mengungkapkan keterlibatan dan bias Amerika yang terang-terangan terhadap pendudukan”, kata Hamas.
“Dengan dukungan politik dan militernya yang tidak terbatas terhadap pendudukan, Washington memikul tanggung jawab penuh atas pembantaian dan pembunuhan perempuan dan anak-anak di Gaza,” tambah pernyataan Gaza.
Sekretaris pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan “pemerintahan Trump dan Gedung Putih telah berkonsultasi dengan Israel mengenai serangan mereka di Gaza malam ini.”

“Seperti yang telah dijelaskan oleh Presiden Trump, Hamas, Houthi, Iran – semua pihak yang berusaha meneror tidak hanya Israel, tetapi juga Amerika Serikat – akan menghadapi konsekuensi yang harus dibayar: Semua akan rugi,” lanjut Leavitt, berbicara kepada Fox News pada Senin malam.
Serangan Israel juga dilakukan berselang hari dengan aksi Amerika membombardir Yaman. Aksi militer AS tersebut sehubungan ancaman kelompok Houthi untuk memblokade kapal-kapal menuju Israel di Laut Merah sebagai balasan atas blokade Israel ke Gaza.
Seturut korban jiwa akibat serangan AS ke Gaza menumpuk, Gedung Putih belum melayangkan komentar terbaru. Bagaimanapun, Gedung Putih agaknya berpendapat bahwa ini adalah kesalahan Hamas.
Hal ini merupakan pesan yang konsisten ketika Steve Witkoff, utusan AS untuk Timur Tengah, meninggalkan Doha, tempat ia mencoba untuk menegosiasikan perjanjian gencatan senjata. Ia mengatakan bahwa Hamas-lah yang gagal membuat segala sesuatunya berjalan baik.

Kenyataannya, adalah Israel yang berulang kali melanggar gencatan senjata. Setelah berakhirnya fase pertama gencatan senjata, Israel enggan maju ke fase kedua yang mensyaratkan mundurnya pasukan mereka dari Gaza.
Alih-alih, Israel dengan keji memblokir bantuan ke Gaza serta memutus aliran listrik untuk menekan Hamas agar melepaskan seluruh sandera. Ketika Hamas menyatakan siap menjalankan hal itu dengan imbalan pelaksanan penuh fase kedua gencatan senjata, Israel terus berkilah.
Pemerintah Israel telah mengancam akan melancarkan serangan selama berminggu-minggu. Para pejabat Israel mengatakan menargetkan kepemimpinan Hamas, yang muncul kembali dalam beberapa pekan terakhir untuk kembali menguasai Gaza, akan menyebabkan pembebasan lebih banyak sandera. Banyak keluarga sandera di Israel membantah hal ini.
Praktisnya, Israel kini memiliki kemampuan yang tidak dimilikinya enam minggu lalu. Stok amunisi telah terisi kembali – sebagian karena pengiriman dari AS – dan target potensial baru di antara para pemimpin Hamas telah diidentifikasi. Pesawat dan peralatan lainnya telah diperbaiki. Pasukan telah diistirahatkan.

Kritik terhadap Benjamin Netanyahu, perdana menteri Israel, menyarankan alasan lain untuk serangan baru ini – atau setidaknya waktunya.
Salah satunya adalah Netanyahu tidak pernah berniat melanjutkan gencatan senjata tahap kedua, yang berarti pasukan Israel menarik diri dari Gaza, sehingga menjadikan Hamas sebagai penguasa de facto. Organisasi Islam militan tersebut telah menegaskan kembali kendalinya dalam beberapa pekan terakhir, kata para pejabat kemanusiaan di sana, dengan para pejabat sipil kembali ke jabatan sebelumnya dan sayap militer yang terpukul mendapatkan ribuan anggota baru.
Alasan kedua adalah Israel mendapat dukungan penuh dari pemerintahan Trump untuk melancarkan serangan baru terhadap Hamas.
Lalu ada faktor politik dalam negeri, yang banyak dikutip oleh para pengkritik perdana menteri Israel. Netanyahu membutuhkan dukungan dari sekutu sayap kanan untuk memenangkan suara penting di parlemen Israel dalam beberapa hari dan minggu mendatang, dan untuk mempertahankan kekuasaannya.
These children woke up to the sound of explosions from a series of brutal Israeli airstrikes, resulting in entire families being massacred in Gaza. pic.twitter.com/iQjpWU7b8T — Quds News Network (QudsNen) March 18, 2025
Sekutu-sekutu ini sangat menentang diakhirinya permusuhan secara permanen di Gaza, dan salah satu sekutunya mengundurkan diri dari jabatan menteri sebagai protes atas gencatan senjata pada bulan Januari. Dukungan penting ini kini sudah terjamin – setidaknya dalam jangka pendek.
Netanyahu juga diadili karena korupsi. Jika terbukti bersalah, dia bisa menghadapi hukuman penjara. Pada hari Selasa, pengadilan menyetujui permintaan Netanyahu untuk tidak hadir pada sidang pada hari Selasa “karena berlanjutnya perang”, media Israel melaporkan.
Pada Ahad, Netanyahu mengumumkan bahwa dia akan berusaha memecat kepala dinas keamanan internal Israel. Hal ini dipandang sebagai upaya lebih lanjut untuk mengesampingkan pengendalian demokrasi di Israel dan protes besar diperkirakan akan terjadi akhir pekan ini.
Hal ini sekarang dapat digambarkan sebagai tindakan yang tidak patriotik oleh para pendukung Netanyahu. Jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan bahwa Israel sangat mendukung gencatan senjata di Gaza untuk mengembalikan 59 sandera yang masih berada di sana, meskipun dukungan untuk perang sampai “kemenangan total” atas Hamas tetap kuat.

Kenyataan yang suram adalah bahwa jeda permusuhan antara Israel dan Hamas selama dua bulan kini telah berakhir. Tampaknya sangat tidak mungkin bahwa kesepakatan yang akan mengakhiri serangan baru Israel dapat dicapai dalam waktu dekat.
Para pejabat Israel telah menjelaskan bahwa serangan tersebut hanyalah permulaan dari serangan yang berpotensi lebih luas dan akan terus berlanjut sampai Hamas membebaskan 59 sandera Israel yang masih ditahan di Gaza, yang lebih dari setengahnya diperkirakan tewas. Hal ini pasti akan menyebabkan banyak korban sipil di sana, pengungsian massal lebih lanjut, dan bahkan lebih banyak kehancuran.
Krisis kemanusiaan di Gaza hanya bisa diatasi sebagian dengan masuknya bantuan dalam jumlah besar selama gencatan senjata, yang mulai berlaku pada pertengahan Januari. Dua minggu lalu, Israel memberlakukan blokade total terhadap wilayah tersebut, mengklaim Hamas mengeksploitasi bantuan untuk keuntungannya sendiri dan telah melanggar perjanjian. Hal ini dibantah oleh Hamas. Badan-badan bantuan dan toko-toko di Gaza saat ini mempunyai persediaan kebutuhan pokok yang bisa bertahan sekitar tiga minggu, kata para pejabat kemanusiaan, namun kekerasan baru ini akan membuat distribusi menjadi jauh lebih sulit.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Israel Akhiri Gencatan Senjata, Lanjutkan Genosida
Sebanyak 131 orang syahid dalam serangan udara Israel.
SELENGKAPNYAMesir Ajukan Proposal Kehadiran Pasukan Internasional di Gaza dan Tepi Barat
UE dukung rencana rekonstruksi Gaza yang dipimpin negara-negara Arab.
SELENGKAPNYAKuburan Massal di RS Al-Shifa Terungkap
Israel terus melakukan pelanggaran gencatan senjata dan membunuhi warga Gaza.
SELENGKAPNYA