![](https://static.republika.co.id/uploads/images/xlarge/078454100-1658154506-1280-856.jpg)
Internasional
Majelis Saudi: Damai jika Israel Pindah
Erdogan menyatakan penolakan atas rencana pengosongan Gaza.
RIYADH – Penolakan terhadap rencana Presiden AS Donald Trump mengosongkan dan menguasai Jalur Gaza terus mengemuka. Seorang anggota Dewan Syura Saudi justru menyarankan agar warga Israel dipindahkan ke Alaska dan Greenland demi stabilitas Timur Tengah.
Trump telah berulang kali melontarkan gagasan untuk memindahkan warga Palestina keluar dari Gaza, dan menjanjikan rencana pembangunan kembali yang ambisius untuk mengubah daerah kantong tersebut menjadi “Riviera-nya Timur Tengah.” Pernyataannya telah dikecam secara luas oleh negara-negara Arab dan Eropa, serta Kanada dan Inggris.
Menyusul komentar Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan sinis menyarankan pada hari Kamis bahwa Palestina harus mendirikan negara mereka di Arab Saudi daripada di tanah air mereka, dan menolak pengakuan kedaulatan Palestina. “Saudi bisa mendirikan negara Palestina di Arab Saudi; mereka punya banyak lahan di sana,” kata Netanyahu.
Sebagai tanggapan, anggota Dewan Syura Yousef bin Trad Al-Saadoun mengkritik pernyataan kedua pemimpin tersebut dalam sebuah artikel yang diterbitkan hari Jumat di surat kabar Saudi Okaz.
“Jika dia (Trump) benar-benar ingin menjadi pahlawan perdamaian dan mencapai stabilitas dan kemakmuran bagi Timur Tengah, dia harus merelokasi warga Israel yang ia cintai ke negara bagian Alaska dan kemudian ke Greenland—setelah mencaploknya.”
Al-Saadoun memperingatkan warga Palestina untuk tetap bersatu, karena “hal terburuk masih akan terjadi.” Kritiknya meluas ke pendekatan Trump yang lebih luas terhadap kebijakan luar negeri, dengan alasan bahwa keputusan yang diambil tanpa berkonsultasi dengan para ahli atau mempertimbangkan pengetahuan sejarah akan menghasilkan hasil yang buruk.
“Kebijakan luar negeri resmi Amerika Serikat adalah melakukan pendudukan ilegal atas tanah kedaulatan dan pembersihan etnis penduduknya—keduanya merupakan metode Israel dan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.”
Pemerintah Arab Saudi juga mengecam pernyataan Netanyahu dan menegaskan kembali pendiriannya dalam mendukung kedaulatan Palestina. Dewan Syura Saudi, yang memberikan nasihat kepada monarki mengenai kebijakan dan perundang-undangan namun tidak memegang kekuasaan legislatif, memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan ekonomi, sosial, dan hukum di kerajaan tersebut.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga menekankan penolakan atas rencana Trump. "Tidak ada kekuatan yang dapat memaksa warga Palestina di Jalur Gaza untuk meninggalkan tanah air yang mereka tempati selama ribuan tahun," kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Ahad (10/2/2025).
"Palestina, termasuk Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur, adalah milik rakyat Palestina," kata dia kepada wartawan di Istanbul sebelum bertolak untuk kunjungan di Malaysia.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/images/headline_slide/088798000-1704990890-1280-856.jpg)
Erdogan juga mengecam usulan pemerintah AS terkait Gaza, yang menurutnya dibuat di bawah tekanan rezim Zionis Israel. Dia menyatakan bahwa usulan Presiden AS Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza tidak layak untuk dibahas.
Erdogan juga memuji kelompok perlawanan Palestina, Hamas, karena memenuhi janji dalam pertukaran tawanan dengan Israel, meski rezim Zionis berupaya menggagalkan pertukaran itu.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengulangi usulan kontroversialnya untuk mengambil kendali atas Gaza, dengan mengatakan bahwa ia berkomitmen untuk “membeli dan memiliki” wilayah kantong yang dilanda perang tersebut.
Berbicara kepada wartawan di pesawat Air Force One pada Ahad, Trump mengatakan Gaza harus dianggap sebagai “situs real estate besar” dan negara-negara lain di Timur Tengah dapat ditugaskan untuk menangani pembangunan kembali Gaza.
"Sejauh yang kami lakukan untuk membangunnya kembali, kami mungkin akan memberikannya kepada negara-negara lain di Timur Tengah untuk membangun sebagiannya; orang lain mungkin melakukannya, melalui naungan kita,” kata Trump saat dalam perjalanan ke New Orleans untuk menghadiri Super Bowl.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/images/headline_slide/_250129160123-810.png)
“Tetapi kami berkomitmen untuk memilikinya, mengambilnya, dan memastikan Hamas tidak mundur. Tidak ada yang perlu dilakukan kembali. Tempat itu adalah lokasi pembongkaran.”
Trump juga mengklaim bahwa pengungsi Palestina lebih memilih untuk tidak kembali ke Gaza meskipun usulannya memicu reaksi balik dari perwakilan Palestina dan sebagian besar komunitas internasional.
“Jika kita bisa memberi mereka rumah di daerah yang lebih aman – satu-satunya alasan mereka ingin kembali ke Gaza adalah karena mereka tidak punya alternatif lain. Ketika mereka punya alternatif, mereka tidak ingin kembali ke Gaza,” kata presiden AS.
Hamas, kelompok Palestina yang menguasai Gaza, menegaskan kembali penolakannya terhadap usulan Trump pada hari Minggu, dan menyebut pernyataan terbarunya “tidak masuk akal”.
“Gaza bukanlah properti yang dapat diperjualbelikan, dan merupakan bagian integral dari tanah Palestina yang kami duduki,” kata Izzat al-Risheq, anggota biro politik Hamas, dalam sebuah pernyataan yang dibagikan melalui Telegram.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/images/headline_slide/_250209161755-116.png)
“Menangani masalah Palestina dengan mentalitas seorang pedagang real estat adalah resep kegagalan,” tambah al-Risheq. “Rakyat Palestina kami akan menggagalkan semua rencana pengungsian dan deportasi. Gaza adalah milik rakyatnya.”
Sebelumnya pada Ahad, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji usulan Trump sebagai “revolusioner” dan “kreatif” saat berpidato di sidang kabinet yang diadakan beberapa jam setelah dia kembali dari Washington, DC, di mana dia mengadakan pembicaraan dengan presiden AS.
Trump mengejutkan warga Palestina dan komunitas internasional pada hari Selasa dengan mengusulkan agar Washington mengambil alih Gaza sebagai bagian dari rencana pembangunan kembali yang berani yang menurutnya dapat mengubah daerah kantong tersebut menjadi “Riviera-nya Timur Tengah”.
Presiden AS menggandakan usulannya pada hari berikutnya, setelah para pejabat di pemerintahannya berusaha meredam penolakan terhadap proposal tersebut dengan menegaskan bahwa pemukiman kembali warga Palestina hanya bersifat sementara.
![photo](https://static.republika.co.id/uploads/images/headline_slide/_250205175222-573.png)
Trump, seorang pengembang real estat sebelum memasuki dunia politik, hanya memberikan sedikit rincian tentang bagaimana ia akan menerapkan proposalnya, yang akan menghadapi hambatan praktis yang besar selain menimbulkan masalah hukum dan etika.
Setelah awalnya mengatakan ia terbuka terhadap kemungkinan pengiriman militer AS ke Gaza, Trump kemudian mengatakan bahwa tidak diperlukan tentara Amerika untuk melaksanakan rencana tersebut.
Negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania dengan tegas menolak seruan untuk menerima pengungsi Palestina meskipun ada saran Trump bahwa mereka dapat dimukimkan kembali di “negara lain yang berkepentingan dengan hati kemanusiaan”.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Negara Arab dan Islam Bersatu Tolak Pengosongan Gaza
Pengusiran warga Gaza ke Saudi dinilai sebagai garis merah.
SELENGKAPNYAGaza Darurat Tenaga Medis
Keberadaan tim medis sangat penting dalam melakukan operasi khusus.
SELENGKAPNYARencana Trump dan Ketakutan di Gaza
Rencana pengusiran Gaza bakal lebih parah dari Nakba.
SELENGKAPNYA