Jamaah Haji (Ilustrasi) | Wihdan Hidayat / Republika

Kabar Utama

Naiknya Biaya Haji dan Nilai Manfaat yang Terancam Habis

Masih ada diskusi lanjutan bersama DPR tentang persentase yang harus dibayar jamaah.

JAKARTA -- Rencana Kementerian Agama untuk menaikkan biaya haji pada musim ini mendapatkan sorotan. Banyak pihak yang merasa keberatan jika jamaah harus menanggung kenaikan biaya sebesar 73 persen dari biaya musim haji tahun lalu. Pengurangan nilai manfaat dan kenaikan rasio persentase biaya perjalanan ibadah haji (bipih)/biaya yang harus ditanggung jamaah dianggap mendadak.

Meski demikian, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah mengatakan, kenaikan biaya haji yang ditanggung jamaah haji reguler sudah memenuhi nilai keadilan. Dia menjelaskan, usulan dari Kemenag untuk menaikkan biaya haji muncul setelah mempertimbangkan risiko. ”Apa yang disampaikan Kementerian Agama sangat masuk akal. Sudah mempertimbangkan risiko," ujar Fadlul, Selasa (24/1).

Fadlul menegaskan, jika penggunaan nilai manfaat masih sama seperti tahun 2022, dana nilai manfaat akan habis pada 2027. Pada 2022, persentase nilai manfaat 59 persen, sedangkan bipih 41 persen. Kemenag mengusulkan persentase nilai manfaat diturunkan hingga 30 persen, sedangkan bipih 70 persen. "itulah keadilan," ujarnya.

Fadlul juga menjelaskan, masih ada diskusi lanjutan bersama DPR RI mengenai persentase yang harus jamaah bayarkan dan persentase yang harus dibebankan pada nilai manfaat. Menurut dia, persentase itu masih bisa dinegosiasikan.

 
Kalau penggunaan nilai manfaat lebih dari 30 persen, maka akan menggerus nilai manfaat dari jamaah haji yang akan berangkat tahun-tahun selanjutnya.
FADLUL IMANSYAH Kepala BPKH
 

"Tapi, apakah itu yang kita inginkan? Kalau penggunaan nilai manfaat lebih dari 30 persen, maka akan menggerus nilai manfaat dari jamaah haji yang akan berangkat tahun-tahun selanjutnya. Apakah itu yang kita inginkan?" ujar dia.

Fadlul menerangkan, hampir setiap tahun biaya haji yang dibutuhkan naik karena inflasi dan kurs. Pada 2010, biaya haji yang dibutuhkan sebesar 34,5 juta dengan 30 juta dibebankan pada setiap jamaah (bipih) dan 4,45 juta diambil dari nilai manfaat yang dikelola BPKH. "Jadi, nilai manfaatnya hanya 13 persen, sementara bipihnya 87 persen," ujar Fadlul.

Fadlul menjelaskan, porsi penggunaan nilai manfaat dari BPKH pada kurun 2010-2019 selalu naik supaya biaya haji yang ditanggung jamaah tidak naik secara drastis. Tahun 2019, rasio antara bipih dan nilai manfaat sudah mencapai angka seimbang 50 persen berbanding 50 persen.

Tahun 2022 ada kenaikan biaya layanan haji yang signifikan dan itu tidak normal. Total biaya haji dari Rp 70 jutaan menjadi Rp 90 jutaan. "Karena tahun lalu kenaikan biaya tidak dibebankan ke jamaah, jadi penggunaan nilai manfaatnya yang naik dua kali lipat dari kondisi normal. Ini masalahnya," ungkapnya.

 
Tahun lalu, kenaikan biaya tidak dibebankan ke jamaah, jadi penggunaan nilai manfaatnya yang naik dua kali lipat dari kondisi normal.
FADLUL IMANSYAH Kepala BPKH
 

Fadlul menjelaskan, dana haji yang dikelola BPKH masih ada. Meski demikian, sumbernya bukan sekadar dana jamaah tahun 2023. Dana tersebut juga diambil dari setoran jamaah yang masih dalam antrean.

Menurut Fadlul, jika biaya yang dibebankan ke jamaah pada tahun 2023 tidak naik, sementara penggunaan nilai manfaat masih besar seperti tahun lalu, maka tidak adil bagi jamaah yang berangkat tahun mendatang. ”Nilai manfaatnya diambil sama yang jamaah yang sekarang, justru itu yang tidak adil," ujar dia.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief menjelaskan, besaran persentase nilai manfaat hingga 59 persen atau kira-kira Rp 57,91 juta pada BPIH 2022 disebabkan kondisi luar biasa. Hilman menyebutkan, salah satunya karena pengumuman kenaikan biaya layanan haji atau masyair dilakukan secara mendadak oleh Arab Saudi.

"Jamaah haji waktu itu sudah diberi kewajiban melunasi sejumlah biaya yang disebut bipih. Tetapi, waktu itu ada satu klausul yang memang belum disampaikan kepada Pemerintah Indonesia dari Saudi terkait layanan haji," ujar dia dalam kegiatan media briefing di Hotel Borobudur, Selasa (24/1).

photo
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief (Tengah) - (Rep-Zahrotul Oktaviani)

Biaya layanan haji merupakan biaya yang harus dibayarkan jamaah selama proses masyair atau Arafah-Mina-Muzdalifah (Armuzna). Selama bertahun-tahun, ia menyebut biaya itu tidak pernah mengalami kenaikan atau tetap, yaitu 1.500 riyal Saudi atau Rp 5 juta. Namun, pada 2022, biaya tersebut tiba-tiba naik menjadi 5.656 riyal atau setara Rp 22 juta untuk setiap jamaah.

Saat itu, ada tiga pilihan yang sempat terpikirkan. Pertama, meminta jamaah melakukan pelunasan tambahan sebesar Rp 16,5 juta dalam waktu satu pekan. Kedua, kembali menunda keberangkatan jamaah haji. Menurut dia, dua opsi itu tidak ideal.

Kementerian bersama Komisi VIII DPR dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pun memilih pilihan ketiga, yaitu mencari alternatif biaya. BPKH dan Komisi VIII menghitung dana efisiensi haji tahun-tahun sebelumnya atau sisa dana keberangkatan serta ditambah nilai manfaat.

"Nah, sekarang karena kondisinya sudah normal, kami mengajak untuk membuat struktur anggaran yang juga normal. Memang perlu tahapan, itulah yang kita diskusikan nanti dengan mitra-mitra kita," lanjutnya.

Hilman juga menyebutkan, saat ini ramai beredar informasi mengenai biaya layanan haji di Arab Saudi telah turun 30 persen. Ia menekankan, penurunan biaya layanan tersebut hanya berlaku bagi jamaah domestik atau dari Saudi, tapi tidak berlaku untuk jamaah internasional.

 
Jangan sampai subsidi dari negara justru lebih besar ketimbang biaya yang dikeluarkan per jamaahnya.
MAMAN IMANULHAQ Anggota Komisi VIII DPR
 

Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PKB, Maman Imanulhaq, menilai kenaikan biaya haji menjadi pilihan rasional yang perlu dipertimbangkan. Maman meyakini, pemerintah tentu tidak sembarangan menghitung angka tersebut. Pemerintah pun dinilai memiliki kajian untuk menyusun formulasi pembebanan BPIH pada 2023. Maman melihat, usulan kenaikan itu muncul untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji.

Ia pun berharap subsidi tidak lebih besar dari kewajiban jamaah. "Harapan saya, jangan sampai subsidi dari negara justru lebih besar ketimbang biaya yang dikeluarkan per jamaahnya," kata Maman, Selasa (24/1).

Meski begitu, Maman tetap meminta pemerintah menyisir kembali dengan teliti komponen biaya-biaya yang bisa diefisienkan agar biaya yang kini sudah diusulkan bisa dikurangi. Pemerintah pun wajib memastikan peningkatan pelayanan haji. "Yang penting adalah peningkatan pelayanan terhadap jamaah," ujar Maman.

 

photo
Grafis Nilai Manfaat Haji - (Republika)

 

Konsul Haji Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah Nasrullah Jasam menerima rombongan Tabung Haji Malaysia, Senin(23/1). Kunjungan itu dilakukan dalam rangka saling tukar informasi untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023.

"Kunjungan ini dalam rangka sharing informasi terkait persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1444 H/2023 M dan layanan Masyair al-Muqaddasah di kantor TUH KJRI Jeddah, Al Andalus District," kata Nasrullah Jasam saat dihubungi Republika, Selasa(24/1).

Nasrullah menuturkan, kunjungan dari perwakilan Tabung Haji Malaysia diwakili oleh Mohamed Heikal Mohamed Yusuff sebagai konsul haji Malaysia, Samir Omar sebagai ketua Unit Perumahan dan Hospitaliti Haji, As'ad Ebau sebagai pegawai Pentadbiran dan Kewangan dan, serta Hasbullah Ahmad sebagai pegawai Perumahan dan Hospitaliti Haji.

"Seperti Indonesia yang mendapatkan kuota normal untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 1444 H/2023 M, Malaysia juga mendapatkan kembali kuota normal sebanyak 31.600 jamaah haji dari Kerajaan Arab Saudi," kata dia. 

Nasrullah Jassam menuturkan, seperti halnya Indonesia, Malaysia membagi kuota resminya menjadi dua bagian. Pertama ialah jamaah haji muassasah atau jamaah haji reguler dan jamaah haji pakej atau jamaah haji khusus. 

"Sama seperti Indonesia, untuk jamaah haji muassasah mendapatkan subsidi, sementara JHP tidak mendapatkan subsidi atau membayar penuh biaya haji," katanya.

Nasrullah mengatakan, kedua negara juga sama-sama sedang mempersiapkan keperluan bagi jamaah haji di masyair. Masyair adalah layanan transportasi dan akomodasi jamaah dari Makkah ke Arafah pada puncak ibadah haji.

"Saat ini, Indonesia dan Malaysia sedang mempersiapkan layanan masyair dengan syarikah dan masyair," kata dia. 

Jokowi Sebut Biaya Haji Masih Dihitung, Akankah Direvisi?

Komponen pembiayaan yang tinggi disebut ada pada biaya pesawat.

SELENGKAPNYA

Minta Penjelasan Rasional, DPR Bentuk Panja Biaya Haji

DPD minta Kemenag mengkaji ulang rencana kenaikan biaya haji 2023

SELENGKAPNYA

Dirjen PHU: Kenaikan Biaya Haji demi Jamaah yang Mengantre

Perlu audit pengelolaan dana haji yang saat ini mencapai Rp160 triliun.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya