
Internasional
Duet Ben-Gvir-Netanyahu Ancam Hancurkan Rumah Palestina
Warga Palestina berunjuk rasa menentang rencana pengusiran.
TEL AVIV – Langkah-langkah provokatif terus dilancarkan Pemerintahan Israel terkini di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Keamanan Itamar Ben-Gvir. Yang terkini, mereka mendesak pembongkaran enam bangunan warga Palestina di Area C yang didirikan sebulan terakhir.
Area C adalah salah satu wilayah yang diamanatkan melalui perjanjian Oslo II. Wilayah itu meliputi 61 persen Tepi Barat. Dalam Perjanjian Oslo pada 1995, wilayah itu disepakati untuk diserahkan kepada Palestina secara bertahap.
Sejauh ini, perjanjian itu tak ditaati Israel. Alih-alih, mereka terus melakukan pembangunan pemukiman ilegal di wilayah itu dan menghancurkan rumah-rumah orang Palestina.
Komunitas internasional sebagian besar sepakat bahwa pemukiman yang dibangun Israel di lokasi itu adalah ilegal. Sedangkan PBB berulang kali menegaskan bahwa pemukiman yang dibangun Israel di lokasi itu melanggar Konvensi Jenewa ke-4.

Selama rapat kabinet pada Ahad (22/1), Ben-Gvir dengan nada marah berkomentar tentang evakuasi pemukim Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat. Dalam rapat kabinet, Ben-Gvir mempresentasikan dokumen dengan foto udara. Dia mengatakan bahwa foto udara itu menunjukkan bangunan Palestina.
"Hukum adalah hukum dan ada satu hukum untuk semua. Saya tidak akan menerima rasisme terhadap orang Yahudi di tangan saya. Sama seperti menteri pertahanan memilih untuk menghancurkan pemukiman ilegal Yahudi, kami menuntut agar konstruksi ilegal Arab di Yudea dan Samaria (Tepi Barat) dihancurkan," ujar Ben-Gvir, dilaporkan Middle East Monitor, Senin (23/1).
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengiyakan pernyataan Ben-Gvir. Netanyahu mengatakan, pemerintah menerapkan hukum secara seimbang. "Kami menerapkan hukum secara seimbang. Hari ini, kami menghancurkan tiga rumah Arab di Betlehem dan Nablus," kata Netanyahu.
Setiap tahun Administrasi Sipil Israel menyetujui pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat. Sedangkan otorisasi untuk pembangunan permukiman Palestina di wilayah yang sama sangat jarang dikeluarkan. Semua pemukiman Israel hanya untuk orang Yahudi.
Perlawanan
Sementara, puluhan warga Palestina memprotes ancaman Itamar Ben-Gvir memindahkan paksa penduduk Desa Khan al-Ahmar di pinggiran timur Yerusalem. Desa ini merupakan rumah bagi setidaknya 180 orang Palestina.
Protes terjadi pada Senin (23/1) setelah Ben-Gvir mengatakan, dia akan mendorong pemindahan paksa penduduk desa. Selain itu, Ben-Gvir bersama politisi sayap kanan Israel lainnya, Bezalel Smotrich berencana mengunjungi desa tersebut.
Sejumlah politikus dari partai terbesar parlemen Israel, Likud berkumpul di dekat desa sebelum kemudian pergi. Pada Sabtu (21/1) Ben-Gvir menyoroti penggusuran pemukiman ilegal Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat oleh pasukan Israel.
"Pemerintah tidak akan menahan orang Yahudi pada satu standar hukum dan orang Arab pada hukum yang lain," ujar Ben-Gvir, dilaporkan Aljazirah.

Namun, warga Palestina mengecam pernyataan Ben-Gvir tersebut. Mereka menganggap pernyataan politikus sayap kanan Israel itu sebagai persamaan palsu antara Khan al-Ahmar dan permukiman Israel, yang ilegal menurut hukum internasional.
"Sejak 1967, ada perintah militer untuk menghancurkan rumah, menutup zona militer dan lain-lain, dan kemudian kawasan ini diubah menjadi pemukiman ilegal dan cagar alam," kata Eid Jahalin, yang menggambarkan dirinya sebagai juru bicara desa, dalam protes pada Senin.
"Nasib kami adalah tetap di daerah ini. Penghancuran bukan hanya di Khan al-Ahmar, ada penghancuran di Lembah Yordan, penghancuran di Masafer Yatta, di kota Yerusalem. Ini terus terjadi di seluruh Palestina," ujar Jahalin.
Nasib Desa Khan al-Ahmar telah menarik perhatian internasional atas perjuangan hukumnya selama bertahun-tahun dengan otoritas Israel. Pada September 2018, Mahkamah Agung Israel menyetujui pemindahan desa tersebut, dan membiarkannya terbuka untuk dihancurkan kapan saja. Tetapi rencana pembongkaran telah ditunda beberapa kali.

Pemerintah memiliki waktu hingga 1 Februari untuk menjelaskan kepada Mahkamah Agung mengapa desa tersebut belum dibongkar dan mengajukan rencana. Pemerintah Israel mengatakan, desa itu dibangun tanpa izin.
Tetapi pihak berwenang mempersulit warga Palestina untuk mendapatkan izin bangunan di Yerusalem Timur dan di wilayah yang dikenal sebagai Area C. .
Warga Palestina dan organisasi hak asasi manusia mengatakan kebijakan itu merupakan bagian dari strategi Israel untuk memperkuat dan mempertahankan mayoritas demografis Yahudi di wilayah tersebut. Menurut hukum Internasional, pemindahan paksa orang-orang yang dilindungi di wilayah pendudukan diklasifikasikan sebagai kejahatan perang.
Amnesty International menyebut upaya untuk memindahkan penduduk Khan al-Ahmar sebagai tindakan yang tidak berperasaan, diskriminatif, dan ilegal. “Pemindahan paksa komunitas Khan al-Ahmar sama dengan kejahatan perang. Israel harus mengakhiri kebijakannya menghancurkan rumah dan mata pencaharian warga Palestina dengan tujuan memberi jalan bagi pemukiman (Yahudi)," ujar pernyataan Amnesti internasional.

Khan al-Ahmar terletak di Tepi Barat, beberapa kilometer dari Yerusalem. Desa ini berada di antara dua pemukiman ilegal utama Israel, Maale Adumim dan Kfar Adumim. Desa ini terletak di sepanjang koridor utama yang membentang ke Lembah Yordan. Israel bertujuan untuk memperluas dan menghubungkan pemukiman, sehingga secara efektif memotong Tepi Barat menjadi dua.
"Pesan utama kami kepada para pemimpin Palestina, jika desa ini dihancurkan kita hanya memiliki Tepi Barat utara dan Tepi Barat. Inilah pentingnya Desa Khan al-Ahmar (tetap berdiri)," ujar Jahalin.
Penasihat hukum Komite Melawan Tembok dan Permukiman Otoritas Palestina, Maarouf Rifai, mengatakan, Pemerintah Palestina tidak akan membiarkan desa itu dihancurkan. Karena desa itu berdiri di atas tanah Palestina.
"Ini adalah tanah Palestina. Tidak ada alasan bagi pemerintah Israel, selain untuk mengembangkan rencana 'Yerusalem Raya' dan menghubungkan pemukiman di sekitar Yerusalem Timur untuk membersihkan daerah ini dari Arab Palestina. Kami di sini untuk mengangkat suara kami untuk mengatakan bahwa kami tidak akan membiarkan ini terjadi," ujar Rifai.

Aktivis Palestina Khairy Hanoun, yang ikut protes di Khan al-Ahmar, mengatakan, aksi protes ini bertujuan untuk menantang keputusan Ben-Gvir dan keputusan semua pemerintah sayap kanan Israel. Hanoun mengatakan, penduduk Khan al-Ahmar tidak akan menyerah dan terus menjaga desa mereka. Hanoun mencontohkan Desa al-Araqib, yang dihancurkan dan dibangun kembali sebanyak 211 kali.
"Jika Anda menghancurkan Khan al-Ahmar, bahkan jika Anda menghancurkannya 100 kali, kami akan terus membangunnya kembali," kata Hanoun.
Menurut Amnesty International, sejak menduduki di Tepi Barat pada 1967, Israel telah secara paksa menggusur dan menggusur seluruh komunitas Palestina. Israel telah menghancurkan lebih dari 50 ribu rumah dan bangunan Palestina.
Komunitas Palestina lainnya di Masafer Yatta juga menghadapi pemindahan paksa oleh Pemerintah Israel. Kumpulan desa yang dikenal sebagai Masafer Yatta adalah rumah bagi lebih dari 1.000 warga Palestina di dekat Hebron di Tepi Barat selatan.
AS Diminta Serius Soal Solusi Israel-Palestina
Senat dan penasihat keamanan Gedung Putih menemui kedua sisi pada Kamis.
SELENGKAPNYADi Manakah Generasi Intifada Palestina Dulu?
Intifada merupakan gerakan semesta perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan Israel.
SELENGKAPNYARemaja Palestina Dihantui Penangkapan Tengah Malam
Penangkapan itu terjadi tanpa pernah mengeluarkan surat panggilan,
SELENGKAPNYA