
Dunia Islam
Mengenal Mahfudzat, Kata-Kata Mutiara di Pesantren
Kalangan pesantren telah mengakrabi atau mengenal mahfudzat.
Di dunia pesantren, ada sebuah tradisi yang diajarkan dan diterapkan kepada para santri. Tradisi yang dimaksud adalah mahfudzat.
Secara kebahasaan, mahfudzat berasal dari bahasa Arab, hafidza-yahfadzu-hifdzan, yang berarti 'menjaga' atau 'sesuatu yang terjaga'. Secara istilah, terminologi itu merujuk pada kalimat-kalimat yang mudah dihafal.
Untaian kalimat yang dimaksud mengandung pesan-pesan bijaksana. Nuansanya menyerupai kata-kata mutiara yang penuh hikmah dan manfaat. Dalam bahasa Indonesia, itu setara dengan peribahasa atau pepatah.
Di lingkungan pesantren, mahfudzat diajarkan dengan metode klasikal. Pada saat proses belajar, para santri membaca pelbagai kata mutiara yang termaktub dalam buku, untuk kemudian menghafalkannya.
Di lingkungan pesantren, mahfudzat diajarkan dengan metode klasikal.
Kata-kata bijaksana itu bisa diambil dari beragam sumber, semisal hadis, syair, atau nasihat ulama-ulama. Menyerap mahfudzat dalam memori sudah menjadi cara pembelajaran yang populer di kalangan pesantren. Hingga kini pun, umumnya lembaga pendidikan Islam tradisional itu masih mewajibkannya.
Dalam buku Mahfuzhat: Kumpulan Kata Mutiara Islam-Arab yang Diajarkan di Pondok Pesantren dan Madrasah, dijelaskan bahwa mahfudzat adalah sebutan untuk serangkaian ungkapan bijak berbahasa Arab yang bersumber dari para tokoh terkemuka. Mereka adalah sosok-sosok yang nyata adanya secara historis. Sebut saja, para ulama, ahli hikmah, sufi, dan sahabat Nabi Muhammad SAW.
Melalui pelajaran mahfudzat, para santri diperkenalkan pula pada gaya bahasa dan susunan-susunan kalimat (uslub) bahasa Arab. Pada saat yang sama, mereka diberikan asupan hikmah yang mencerahkan jiwa.
Para santri dituntut menghafal serta memahami setiap mahfudzat yang diajarkan kepada mereka.
Setidaknya, ada dua syarat untuk mempelajari itu.
Pertama, mampu membaca dan mengingat teks berbahasa Arab. Kedua, memiliki kemauan untuk menyerap makna setiap mahfudzat dan menjadikannya dorongan mengubah diri agar lebih baik. Stimulus itulah yang memicu kesadaran dan kecerdasan seorang santri.
Jenis-jenis
Mahfudzat dibagi menjadi dua jenis yaitu yang berupa matsal dan hikmah. Matsal berarti bahasan yang ringan atau kata-kata bijak yang terlahir dari sebuah perumpamaan. Hikmah berarti perkataan yang menunjukkan kemampuan intelektual tinggi. Bahasanya ringkas dan bernas serta menyiratkan nilai-nilai estetis.
Kedua jenis itu mempunyai kesamaan pada wujud bahasanya yang ringkas dan maknanya yang dapat menggugah kesadaran pendengar atau pembaca.
Mahfudzat yang cukup populer diajarkan di pesantren adalah kalimat "man jadda wajada".
Salah satu contoh mahfudzat yang cukup populer diajarkan di pesantren adalah kalimat "man jadda wajada". Artinya, “Barangsiapa yang sungguh-sungguh, pasti berhasil.”
Dengan menyerap maknanya, seorang santri akan terpacu untuk selalu serius dalam belajar, sehingga kelak bisa mencapai kesuksesan.
Beberapa mahfudzat juga mengajarkan nilai-nilai keberanian. Ini pernah diungkapkan oleh seorang jenderal Dinasti Umayyah yang memimpin pasukan Muslim dalam upaya penaklukan Andalusia. Dialah Thariq bin Ziyad.
Setelah membakar kapal-kapal perangnya sendiri, Thariq bin Ziyad memberikan motivasi kepada pasukannya: “Laut di belakang kalian dan musuh di depan kalian. Mau ke mana kalian pergi?” Ia pun mengingatkan mereka pada kemahakuasaan Allah.
Ada ratusan bahkan ribuan mahfudzat yang diajarkan di pondok-pondok pesantren. Beberapa berasal dari ayat-ayat Alquran, hadis, dan bait-bait puisi. Salah satu mahfudzat yang terilhami dari hadis Nabi SAW adalah, perihal memberikan nasihat agar selalu sopan dalam berutur kata.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang bertutur kata manis, maka ia akan mulia, dan barangsiapa memahami, maka akan bertambah pemahamannya.”
Selain itu, ada juga mahfudzat yang berasal dari nasihat-nasihat para ulama, seperti Imam Syafi’i, Abu Atahiyah, Amru bin al Wardi, dan lain sebagainya. Salah satu mahfudzat Imam Syafi’i yang populer adalah sebagai berikut.
“Ilmu itu seperti buruan, dan tulisan itu adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Adalah sikap bodoh ketika kau berhasil menangkap kijang, namun kemudian membiarkannya bebas tanpa diikat.”
Ilmu itu seperti buruan, dan tulisan itu adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat.
Tips menghafal
Ada beberapa kiat yang bisa dipilih para santri agar mereka menghafalkan mahfudzat. Pertama, pilihlah waktu yang kondusif untuk menghafal, seperti pada pagi hari bakda subuh atau malam usai maghrib.
Kedua, sebelum menghafal, pahami dulu arti mahfudzat-nya. Ketiga, hafalkan mahfudzat dengan suara lantang. Jangan beranjak ke bait selanjutnya sebelum yang sedang dibaca sudah bisa dihafal.
Keempat, mintalah seorang teman atau keluarga untuk mendengarkan hafalan Anda, sehingga jika terjadi kesalahan bisa segera dikoreksi.
Kelima, tempelkan bait-bait mahfudzat di tempat-tempat yang sering Anda lihat. Sehingga, setiap waktu Anda bisa menghafalkannya. Terakhir, pelajari lebih serius bahasa Arab. Sebab, dengan memahami bahasa Arab akan memudahkan hafalan Anda.
Mengenal Mbah Son, Guru Spiritual Gus Dur
Mbah Son adalah salah satu dari para kiai yang dipatuhi Gus Dur.
SELENGKAPNYADonor Darah dengan Hadiah
Saat pendonor mendapatkan hadiah itu halal diterima selama tidak disyaratkan pendonor.
SELENGKAPNYAKeajaiban Tabiat Manusia
Tema pokok surah al-Lail adalah tentang diri manusia yang beragam, baik secara fisiologis maupun psikologis.
SELENGKAPNYA