
Tuntunan
Hakikat Cinta
Lewat cinta laki-laki dan perempuan, manusia pun menjadi berbangsa dan bersuku-suku.
Kisah cinta pernah terungkap pada suatu hari di Solo, Jawa Tengah. Seorang ibu petani, Sartiyem, telah enam bulan memegang erat tangan suaminya, Saman.
Dua tangan itu sama-sama hitam, kurus, dan berurat. Dua tangan milik sepasang buruh tani yang liat dan keras. Genggam-menggenggam, tanpa mengerti bahwa Februari besok adalah momentum para pasangan dunia merayakan makhluk gaib bernama cinta.
Saman juga tidak pernah mengerti mengapa Sartiyem punya penyakit yang sungguh merepotkan itu. Bayangkan, waktu yang seharusnya digunakan Saman untuk bertani kandas lantaran harus seharian memegangi tangan istrinya yang tidak indah itu. Namun, Saman hanya pasrah dan berargumen singkat, "Kalau dilepas, badannya mendadak panas," kata Saman lirih.
Belum lagi ada kebutuhan sehari-hari yang harus Saman penuhi. Makan, membuang kotoran, membersihkannya, sampai meninabobokan Sartiyem agar tetap nyaman dan lepas dari takut. Konon, penyakit Sartiyem ini adalah penyakit kejiwaan yang takut terhadap sesuatu. Takut yang sangat dan hanya reda oleh tangan kasar Saman.
Saman dan Sartiyem memang bukan kisah romansa yang ditulis dalam sastra dan puisi. Kisah cinta pada 2009 itu menjadi milik sepasang petani sederhana yang kebetulan diabadikan dalam berita.

Di dunia Barat, cinta disebut hanya dengan empat huruf. Love. Kata itu berasal dari bahasa Sanskerta, lubhayati. Artinya, 'ia menginginkan'. Sementara itu, Webster mendefinisikan cinta sebagai perasaan melekat yang sifatnya kuat dan personal. Rasa itu ditimbulkan oleh rasa pengertian atau oleh ikatan kekerabatan. Kasih sayang yang berkobar-kobar.
Dalam bukunya, Taman Para Pencinta, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menyebut cinta mempunyai banyak nama. Salah satunya adalah mahabbah. Kata ini memiliki beberapa makna sekaligus. Mahabbah disebut sebagai bersih, bening, dan murni.
Gigi yang putih dan indah akan dikatakan seorang Arab dengan sebutan mahabbah. Ada juga yang menyebut mahabbah berasal dari kata habab, artinya air yang meninggi saat hujan deras. Mahabbah pun diartikan sebagai "luapan dan gejolak hati yang berkobar karena ingin bertemu dengan yang ia cintai (kekasih)".
Ada pula yang berpendapat bahwa mahabbah berasal dari kata hubb, artinya empat tonggak kayu yang dipancang untuk menopang sesuatu di atasnya. Contohnya guci, tempayan, dan sebagainya. Cinta pun dikatakan sebagai hubb karena seorang pencinta sanggup menanggung beban bagi orang yang dia cintai.
Cinta menjadi media dari penciptaan. Seusai diciptakan Allah SWT, Adam sendirian di surga. Konon, dia merasa kesepian. Hawa pun diciptakan untuk menemaninya. Adam dan Hawa pun turun ke bumi setelah memakan buah khuldi. Dengan cintanya, mereka lantas beranak pinak. Habil, Qabil, Iqlima, dan Labuda menjadi buah cinta mereka. Lantas, mereka pun saling menikah hingga melahirkan kembali keturunan hingga sampai sanadnya kepada kita.
Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya dia menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang kepadanya ...QS AL-ARAF:189
"Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya dia menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang kepadanya ..." (QS al-Araf [7]: 189).
Sayid Quthb dalam tafsir Fi Dzilalil Quran menjelaskan, pada dasarnya pertemuan suami istri bersifat menyenangkan dan menenteramkan. Kesenangan itu pun menyelimuti rahim tempat tumbuhnya embrio sehingga menghasilkan anak manusia yang berharga. Anak ini pantas menjadi generasi muda untuk mengemban warisan peradaban manusia.
Pertemuan itu pun disebut bukan semata-mata mendapatkan kenikmatan dan memenuhi keinginan. Bukan untuk menciptakan perpecahan dan permusuhan. Percintaan ini memiliki misi yang suci untuk membangun peradaban.
Sebagaimana kelanjutan ayat di atas "... Maka, setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah ia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian, tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah Tuhannya seraya berkata, 'Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur'."(QS al-A'raf [7]: 189).
Kalimat itu merupakan ungkapan serasi untuk menggambarkan kondisi hubungan yang berlangsung dengan perasaan riang juga untuk menggambarkan kelembutan aktivitas mereka. Tampaklah bersatunya perasaan mereka, bukan sekadar pertemuan badan.
Ungkapan itu pun menggambarkan manusia dengan gambaran kemanusiaannya dalam melakukan hubungan dan untuk membedakannya dari gambaran kebinatangan yang kasar.
Dalam ayat lainnya, Allah SWT pun menyeru kepada manusia tentang tujuan penciptaan. Lewat cinta laki-laki dan perempuan, manusia pun menjadi berbangsa dan bersuku-suku. Bukan ras, warna kulit, bahasa, bangsa, dan sukunya itu yang membuat mereka mulia, melainkan ketakwaannya kepada Allah SWT.
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS al-Hujurat [49]: 13).
Pada era ketika kebencian begitu mudah diumbar seperti sekarang, sudah selayaknya kita kembali merenung tentang hakikat kita sebagai manusia. Apakah kita diciptakan lewat kebencian atau kasih sayang?
Mengenal Mbah Son, Guru Spiritual Gus Dur
Mbah Son adalah salah satu dari para kiai yang dipatuhi Gus Dur.
SELENGKAPNYABenarkah Ongkos Haji Belum Rasional?
Untuk menggenapi BPIH setiap jamaah, BPKH mengeluarkan dana talangan sebesar Rp 46,9 juta per orang.
SELENGKAPNYAMengenal Mahfudzat, Kata-Kata Mutiara di Pesantren
Kalangan pesantren telah mengakrabi atau mengenal mahfudzat.
SELENGKAPNYA