Sosok Majnun disebutkan bersama Laila dalam Kisah 1001 Malam. | DOK WIKIPEDIA

Dunia Islam

Mengenal Sosok Majnun, Benarkah Tokoh Historis?

Majnun, bersama dengan Laila, diceritakan dalam Kisah 1001 Malam.

Laila dan Majnun adalah sebuah cerita asmara yang terkenal di seluruh dunia. Dalam kisah yang memilukan ini, seorang pemuda bernama Qais jatuh cinta kepada seorang gadis, Laila. Namun, ayah Laila tidak menyetujui hubungan keduanya. Hingga akhirnya, cinta mereka pun kandas.

Lalu siapakah sosok Majnun? Apakah ia merujuk pada sosok historis?

Ada beberapa pendapat yang mengaitkannya dengan figur tertentu yang pernah hidup di masa lalu. Abu Ubaidah Muammar bin al-Matsna, misalnya, meyakini bahwa Majnun adalah Mahdi bin al-Mulawwah, keturunan Ja’dah bin Ka’ab.

Adapun Abdu al-Abbas bin Yazid berkata, “Majnun adalah Qais bin Mu’adz”. Syekh Nizami dalam sebuah bukunya menyebutkan, Majnun adalah Qais bin Al Mulawwah, yakni seorang lelaki yang konon hidup pada masa Daulah Umayyah.

 
Majnun dari Bani Amir adalah seorang gila yang paling masyhur. Bahkan, kegilaannya lebih terkenal daripada namanya sendiri.
 
 

Dalam buku Kebijaksanaan Orang-orang Gila, Abu Al-Qasim an-Naisaburi menceritakan, Majnun dari Bani Amir adalah seorang gila yang paling masyhur. Bahkan, lanjut dia, kegilaannya lebih terkenal daripada namanya sendiri.

Berikut syair dari Ali Sahal bin Syahqur as-Sajazi, “Sebenarnya Majnun tidak gila seperti keadaannya sekarang, tetapi mengalami sesuatu yang aku dulu pernah sepertinya. Aku lebih unggul karena ia menampakkan kegilaannya, sedangkan aku menyembunyikannya.”

Kisah cinta

Dikisahkan, ketika mulai beranjak remaja, Majnun bertemu Laila. Pada pandangan pertama, ia pun jatuh hati kepada gadis itu.

Ibnu al-Kalabi menuturkan, ketika mulai berupaya mendekati Laila, Majnun duduk di depan rumah perempuan itu seharian. Majnun melihat Laila menolak dirinya. Bahkan, wanita ini menerima selainnya. Perlakuan Laila itu membuatnya gundah.

Mengetahui hal itu, Laila kemudian menerima Majnun dan berkata, “Yang ditampakkan pada manusia adalah yang menjengkelkan. Yang dirasakan pemiliknya menetap (di hati)” (Kitab al-Aghani Vol 2).

Majnun lalu terjatuh dan pingsan. Ia kemudian senantiasa dimabuk cinta hingga hilang akal. Seorang warga, Ibnu Musahiq, berusaha mempercayai orang-orang yang mengatakan Majnun telah gila. Ia lantas mendatangi rumah penampungan orang dengan gangguan jiwa.

Di sana, tampak seorang laki-laki yang tidak berbusana. Kemudian, Ibnu Musahiq memberinya pakaian, tetapi justru disobek oleh pria dengan gangguan jiwa itu. Orang-orang lalu memberi tahu Ibnu Musahiq, “Jika engkau ingin mengembalikan akalnya, sebutlah nama Laila.”

 
Jika engkau ingin mengembalikan akalnya, sebutlah nama Laila.
 
 

Saat itu juga, ia menyebut nama Laila. Seketika, Majnun kembali normal. Melihat itu, Ibnu Musahiq menjadi sangat sedih, “Saya akan menikahkan kalian berdua.”

Maka berjalanlah keduanya menuju kabilah tempat Laila berada. Namun, orang tua gadis itu menolak kedatangan Majnun. Tak menyerah, Ibnu Musahiq berjanji akan memberikan jaminan seribu ekor unta untuk kabilahnya Laila.

Namun, mereka tetap menolak. Karena itu, Majnun pun kembali menjadi hilang akal. Selang beberapa lama kemudian, Laila dinikahkan oleh ayahnya dengan seorang lelaki dari kaumnya sendiri.

Hal itu pun mengacaukan hati Majnun. Dalam keadaan sedih dan gundah gulana itu, terciptalah dari lisannya syair-syair nan indah. Seorang sufi sekaligus fisuf, Ibnu al-Arabi, memandang di antara syair-syair bagus ciptaan Majnun adalah sebagai berikut.

Orang-orang berkata aku tidak butuh Laila,
Padahal aku kecewa dengan Laila dan aku tak lagi sabar
Sebab Laila begitu indah hingga masa selalu berbuat baik
Dan menyirami Laila setelah umur sendiri berakhir

Aku menghasratkan Laila dan aku kecewa padanya
Hasrat dan Kecewa; bagaimana menyatukannya dalam satu dada.

Cinta kepada Allah

Ternyata, sepenggal kisah Laila dan Majnun pun membersitkan hikmah islami. Cerita ini mengajarkan pula kepada pembaca tentang pentingnya kesungguhan dalam mencintai Allah.

Dikisahkan, pada suatu ketika Majnun berjalan di pinggiran kota. Ia kemudian bertemu dengan beberapa orang yang sedang melaksanakan shalat. Pemuda gila tersebut lalu menghampirinya. 

Tanpa basa-basi, dirinya duduk di hadapan jamaah yang sedang beribadah itu. Mereka tidak lagi khusyuk dalam shalatnya. Merasa sedang dibuyarkan konsentrasinya.

Usai shalat, orang-orang ini pun mendekati Majnun dan berkata “Hai Majnun, orang gila! Mengapa kamu mengganggu shalat kami?"

 
Apakah kalian benar-benar sedang shalat? Apakah kalian sedang bermunajat dengan Allah? Sepertinya kalian dusta.
 
 

Majnun justru balik bertanya, “Apakah kalian benar-benar sedang shalat? Apakah kalian sedang bermunajat dengan Allah? Sepertinya kalian dusta."

Mereka berkata keheranan, “Mengapa kamu bisa bilang kami berdusta?”

“Karena ketika saya masuk kampung Laila, saya tidak menoleh ke kanan dan kiri serta ke belakang. Yang dipikiran saya hanya fokus kepada Laila. Pikiran saya hanya tertuju kepada Laila,” jawab Majnun.

"Sedangkan kalian teralihkan hanya karena aku berada di sini. Sungguhkah kalian tadi sedang shalat?" lanjutnya.

Kisah Tahajud Para Salafus Saleh

Lambung yang jauh dari tempat tidur dimaknai karena mereka sibuk berdoa.

SELENGKAPNYA

Dominasi Mixue di Media Sosial

Saat ini, Mixue telah hadir di 11 negara.

SELENGKAPNYA

Hak Pemerintah Atas Baznas

Sudah seharusnya pemda dan Baznas daerah berjalan beriringan, terutama dalam program pengentasan kemiskinan.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya