Tema Utama
Arsitek Mimar Sinan dan Karya pada Tiap Era Utsmani
Mimar Sinan mengalami empat masa kepemimpinan khalifah Daulah Utsmaniyah.
Kekhalifahan Turki Utsmaniyah mewariskan banyak karya arsitektur yang luar biasa. Tidak sedikit di antaranya yang menjadi warisan kebudayaan dunia, seperti diakui UNESCO. Bangunan-bangunan masjid, gedung negara, sekolah, hingga jembatan yang dirancang pada abad ke-16 M di sana menjadi saksi pencapaian dan inovasi.
Sederet bangunan bersejarah legasi Daulah Utsmani itu tercatat sebagai karya Mimar Sinan (1489-1588 M). Dialah arsitek Muslim yang masyhur di Turki pada periode tahun 1500-an. Selama nyaris setengah abad, tokoh berdarah Armenia ini mengabdi untuk dunia arsitektur Islam. Tidak kurang dari 374 bangunan telah dirancang dan didirikannya.
Menurut Henry Matthews dari Washington State University, Mimar Sinan merupakan ahli rancang bangun yang brilian. Kehebatan sang tokoh sebanding atau mungkin lebih unggul daripada para seniman Italia Era Renaisans, semisal Brunelleschi atau Michelangelo. Ketiganya adalah sosok-sosok penting yang merepresentasikan perkembangan ranah arsitektur pada periode klasik, baik di Timur maupun Barat.

Sinan mulai menjadi arsitek kepala (mimar) dan insinyur teknik sipil Kesultanan Utsmaniyah pada 1538. Jabatan itu diembannya hingga akhir hayat. Ia dikaruniai usia yang panjang, yakni 99 tahun. Dalam masa hidupnya, anak tukang batu itu telah merasakan empat era kepemimpinan, yakni Selim I, Sulaiman al-Qanuni, Selim II, dan Murad III.
Di bawah keempat raja itu, Sinan bertanggung jawab untuk membangun dan mengawasi pelbagai pembangunan infrastruktur negara. Di antaranya adalah Masjid Selimiyah di Edirne serta Masjid Pangeran (Sehzade Camii) dan Masjid Raya Sulaimaniyah—keduanya terletak di Istanbul (Konstantinopel). Tidak hanya sibuk di banyak proyek, dirinya pun membina calon-calon arsitek yang haus ilmu. Dua orang dari mereka adalah Sedefkar Mehmed Agha dan Hayrudin.

Kehebatan Sinan bukanlah sekadar mitos. Di perpustakaan Istana Topkapi, terdapat tiga manuskrip yang mencatat kepiawaian sang mimar Utsmaniya. Karya-karya biografi itu dibuat berdasarkan transkrip wawancara lisan antara dirinya dan sahabatnya, Sai Mustafa Celebi.
Pada awal kariernya sebagai arsitek, Sinan banyak berhubungan dengan pembangunan arsitektur kubah tradisional. Sebagai seorang tentara sekaligus, pendekatan yang dipakainya cenderung mengandalkan temuan empiris di lapangan, alih-alih teori. Bagaimanapun, ia tidak jarang melakukan eksperimen dengan desain atau teknik struktur.
Sinan berupaya menghasilkan sebuah geometri baru yang murni dan integritas spasial dalam desain masjid. Lewat upaya itu, ia menunjukkan kreativitas dan harapannya dalam menciptakan sebuah kesatuan ruang yang padu. Inilah, antara lain, yang membedakannya dengan para arsitek Turki yang hidup sezaman. Mereka cenderung mengandalkan “template” konstruksi-konstruksi sebelumnya untuk membangun infrastruktur sipil yang dibiayai negara.
Sinan berupaya menghasilkan sebuah geometri baru yang murni dan integritas spasial dalam desain masjid.
Tiga periode
Umumnya sejarawan membagi periode karier Mimar Sinan ke dalam tiga bagian. Pertama, masa antara tahun 1538 dan 1550 M. Selama itu, Sinan melanjutkan model arsitektur tradisional Utsmaniyah. Namun, hal itu dilakukannya bukan secara monoton.
Perlahan-lahan, dirinya mulai mengeksplorasi kemampuan dalam bidang arsitektur. Selama bertugas sebagai tentara, ia mempelajari banyak arsitektur monumen di kota-kota Eropa dan Asia barat yang ditaklukkan daulah tersebut.
Pada periode ini, ia merancang sebuah monumen penting yakni, Masjid Hasrev Pasha. Di samping itu, buah kerjanya adalah dua madrasah di Aleppo (Halab), Syam. Bangunan-bangunan tersebut dibina pada musim dingin tahun 1537 M. Ketika pertama kali diangkat menjadi arsitek kesultanan, Sinan mendesain kompleks Masjid Haseki Sultan, yang didedikasikan untuk istri Sulaiman al-Qanuni.
Sinan juga membangun makam Laksamana Besar Hayreddin Barbarosa pada 1541 M. Kemudian, ia merancang sebuah masjid di Uskudar yang dilengkapi dengan madrasah atas perintah Mihrimah Sultana. Gadis itu adalah satu-satunya putri Sultan al-Qanuni.
Masih berkaitan dengan masa Sulaiman, Sinan pun menerima tugas untuk memimpin proyek pembangunan masjid. Tempat ibadah itu didirikan untuk mengenang seorang putra sultan, yang bernama Sehzade Mehmet. Sang pangeran wafat dalam usia muda, 22 tahun.
Sehzade Camii disebut-sebut sebagai masterpiece pertama yang dihasilkan Sinan. Setiap bagian struktur ini dihitungnya dengan cermat. Setiap elemen di dalamnya pun dipertimbangkannya dengan matang agar satu sama lain bisa saling melengkapi. Bahkan, ia pun memikirkan pula fungsi bangunan ini bukan hanya sebagai tempat ibadah ritual, melainkan juga sosial. Di sana, terdapat pelbagai fasilitas umum, semisal madrasah, panti jompo (tabhane), dan permakaman.
Menjelang tahun 1550 M, ia mewujudkan obsesinya untuk membangun masjid berkubah besar. Itu dilakukannya melalui pendirian Masjid Fatih Pasha di Diyarbakir dan Masjid Piri Pasha di Haskay. Keduanya masih tegak berdiri hingga kini.

Pada 1550 M, Sultan Sulaiman al-Qanuni meresmikan lahan luas di Konstantinopel. Area itu akan dijadikan sebagai tempat berdirinya masjid raya (camii) yang baru. Mimar Sinan ditugaskannya untuk merancang dan sekaligus memimpin proyek pembangunan tersebut.
Inilah pula yang mengawali periode kedua dari perjalanan hidupnya sebagai seorang arsitek brilian. Proyek Masjid Raya Sulaimaniyah didukung dengan dana yang begitu besar. Sebab, ada ambisi dari sang sultan untuk meneguhkan legasinya bagi generasi-generasi mendatang, yakni dengan mewujudkan camii yang memakai namanya.
Masjid Raya Sulaimaniyah berdiri tidak jauh dari area Fatih Istanbul. Salah satu warisan budaya dunia UNESCO itu merepresentasikan kecermelangan Mimar Sanin dan sekaligus kekuatan historis Sultan al-Qanuni. Tujuh tahun sejak groundbreking, masjid itu selesai dikerjakan dan terbuka untuk jamaah umum.
Terinspirasi dari desain Hagia Sophia, Masjid Raya Sulaimaniyah dirancang memiliki kubah dengan lebar 27,5 meter dan tinggi 53 meter. Empat menaranya melambangkan peringkat al-Qanuni sebagai raja keempat pascapenaklukan Konstantinopel. Adapun 10 menara balkon melambangkan dirinya selaku sultan ke-10 dalam sejarah Turki Utsmaniyah.
Di antara kualitas masjid tersebut adalah konstruksi akustiknya. Sisi-sisi bangunan ini dapat menahan suara di udara selama tiga setengah detik. Kini, camii itu telah berusia lebih dari empat setengah abad. Dalam masa yang panjang itu, beberapa kali gempa bumi mengguncang. Namun, Masjid Raya Sulaimaniyah tetap bertahan karena memang Sinan merancangnya agar tahan guncangan.
Sesuai permintaan sang raja, masjid tersebut juga menjadi sentra aktivitas sosial masyarakat setempat. Di dekatnya, terdapat pelbagai fasilitas, seperti empat unit sekolah, perpustakaan, dapur umum, dan rumah sakit. Untuk melayani para musafir, khususnya yang kehabisan bekal, takmir Masjid Raya Sulaimaniyah mengelola penginapan sederhana, yang menyediakan akomodasi untuk mereka.
Antara tahun 1553 dan 1555 M, Sinan membangun sebuah masjid di Besiktas. Pada 1556 M, ia membuat pemandian umum yang bernama Hurrem Sultan. Fasilitas itu adalah pengganti dari Kolam Zeuxippus, yang berdiri sejak dahulu Anatolia masih di bawah kekuasaan Romawi. Sekitar tahun 1559 M, ia mendirikan bangunan Madrasah Cafer Aga.
Pada tahun yang sama, ia pun merancang sebuah masjid kecil untuk Iskender Pasha di Kanlika, sebelah Bosphorus. Pada 1561 M, ketika Rastem Pasha meninggal dunia, ia membangun Masjid Rastem Pasha. Dirinya terlibat pula dalam proyek pendirian Masjid Zal Mahmut Pasha.
Dalam dua dekade terakhir kehidupannya, Sinan masih terlibat dalam pelbagai proyek pembangunan.
Dalam dua dekade terakhir kehidupannya, Sinan masih terlibat dalam pelbagai proyek pembangunan. Misalnya, Masjid Sokollu Mehmet Pasa di Istanbul pada 1572 M. Kemudian, last but not least adalah Masjid Selimiyah di Edirne. Seperti dinukil dari biografinya, Tezkiretul-Bunyan, inilah karya yang paling memuaskan hatinya.
Pendirian Masjid Selimiyah dapat dikatakan mengawali periode ketiga dalam seluruh karier arsitekturnya. Yang memprakarsai proyek ini adalah Sultan Selim II. Menurut Muhammad Syarif AS dalam artikelnya, “Karya Termasyhur dari Mimar Sinan”, sang arsitek perlu waktu delapan tahun untuk memikirkan rancangan masid tersebut. Pembuatan fondasinya saja membutuhkan waktu dua tahun. Sebab, kontur permukaan dan tekstur tanah di lokasi memang perlu distabilkan terlebih dahulu.
Proyek pembangunan masjid ini dikerjakan oleh 14.400 orang pekerja. Dana tidak kurang dari 4,58 juta keping emas. Pengerjaannya dimulai tahun 1568 dan selesai pada 27 November 1574. Namun, pembukaan untuk umum baru dilakukan pada Maret 1575. Itu sekitar tiga bulan setelah wafatnya Sultan Selim II. Pemimpin itu tidak sempat meresmikan masjid yang telah digagasnya itu.

Menginspirasi Eropa
Perdaban Islam memberikan banyak kontribusi dalam peradaban dunia. Di Eropa, kontribusi tersebut terlihat sangat nyata dan mencakup berbagai bidang. Tak terkecuali di ranah arsitektur.
Mari kita tengok salah satu negara Eropa, yakni Italia. Di negeri ini, banyak bangunan yang tampil dengan sentuhan arsitektur Islam, khususnya gaya Turki Utsmani. Hal ini tak lepas dari kekuasaan Kesultanan Turki Utsmani yang di masa keemasannya menjangkau wilayah Eropa.
Adalah Mimar Sinan (1490-1588), seniman sekaligus arsitek Turki Utsmani yang memberi banyak sentuhan pada bangunan-bangunan di Italia. Arsitek kenamaan di abad ke-16 itu adalah kepala arsitek Sultan Suleiman I, Selim II, dan Murad III.
Pada masa Utsmani, ia bertanggung jawab atas pembangunan lebih dari 300 bangunan utama di Istanbul. Tak hanya di Istanbul, karya-karya arsitekturnya juga bisa disaksikan di Italia dan beberapa negara Eropa lainnya.
Pada masa Utsmani, ia bertanggung jawab atas pembangunan lebih dari 300 bangunan utama di Istanbul.
Karya-karya indah Sinan juga menginspirasi banyak arsitek Eropa. Jonathan Glancey, redaktur desain dan arsitektur pada surat kabar Inggris, The Guardian, mengatakan, perkembangan arsitektur pada masa Utsmani sangat menyedot perhatian dunia. Ia mengaku sangat mengagumi karya-karya arsitektur Kesultanan Turki Utsmani di Istanbul. "Semua itu masih dapat dinikmati oleh masyarakat dunia, bahkan tak terhitung jumlah pastinya," katanya.
Melihat bangunan-bangunan di Istanbul, memang mengingatkan kita pada karya-karya Sinan. Gaya arsitektur yang dikembangkannya bahkan memengaruhi arsitek-arsitek Eropa, seperti Michelangelo dan Andrea Palladio.
Mereka adalah arsitek paling berpengaruh di Italia. Jejak Sinan pun tampak jelas pada karya-karya keduanya. Salah satunya bisa dilihat pada Gereja San Giorgio Maggiore di Venesia, Italia, rancangan Palladio.
Tak hanya di Italia, sentuhan arsitektur Sinan juga terekam pada banyak bangunan dan masjid di Sarajevo, Bosnia-Herzegovina.
Tak hanya di Italia, sentuhan arsitektur Sinan juga terekam pada banyak bangunan dan masjid di Sarajevo, Bosnia-Herzegovina. Bahkan, di Yunani pun, tepatnya di Kota Trikala, ada Masjid Osman Shah. Itu secara langsung mendapat sentuhan dari arsitek kebanggaan bangsa Turki itu.
Pengaruhi gerakan di Eropa Hubungan antara Turki Utsmani dan Eropa tak hanya terjalin dalam bidang politik, budaya, dan perdagangan. Para sejarawan mencatat, Turki Utsmani dan Eropa juga saling memengaruhi dalam bidang arsitektur.
Karena itu, munculnya pengaruh desain arsitektur Mimar Sinan pada Gereja San Giorgio Maggiore di Venesia, bukanlah hal aneh. Hal ini tampaknya berawal dari ditugaskannya Marcantonio Barbaro, orang dekat arsitek Andrea Palladio, sebagai duta besar Venesia di Istanbul selama enam tahun. Melalui sang duta, Palladio mengenal dan mulai mempelajari karya-karya Sinan.
Sang Arsitek Kebanggaan Utsmani
Arsitek utama Kekhalifahan Utsmani ini memulai kiprahnya di militer Janissary.
SELENGKAPNYARefleksi Prof Haedar Nashir: Republika 22 Tahun Lalu
Republika berani bertajdid dan berijtihad, sekaligus berjihad jurnalisme ke era baru dunia digital.
SELENGKAPNYAMenjemput Sedekah
Bersegeralah dengan sedekah karena musibah tidak dapat melangkahi sedekah
SELENGKAPNYA