
Safari
Menyusuri Kota Melbourne
Sebagai sisa dari bangunan era lalu, bathing boxes merupakan lokasi yang layak sebagai objek fotografi.
Melbourne terkenal sebagai kota ternyaman di dunia. Kota yang dibelah Sungai Yarra ini menyajikan pemandangan metropolis, tetapi tetap eksotis.
Di Melbourne, warga setempat dapat menikmati ruang publik dan jalur pedestrian yang lebar. Aktivitas bisnis, belanja, berolahraga, hingga wisata dapat dinikmati di kota ini. Tak heran jika Melbourne sudah menjadi The Most Liveable City selama enam tahun.
Bersama beberapa jurnalis Indonesia, saya mengikuti program jurnalistik dari ABC dan Pemerintah Negara Bagian Victoria, Australia, berkesempatan menikmati indahnya Melbourne. Kota yang bangga dengan multikulturalismenya ini memiliki udara bersih dan warga yang ramah.
Pada Sabtu (17/9), kami menjelajahi Melbourne. Meski kota ini memiliki trem gratis untuk jalur di sekitar kota, kami memutuskan untuk berjalan kaki. Kami hendak menikmati segarnya udara kota.
Bermula dari Jalan Flinders, dekat stasiun di depan hotel tempat kami menginap, kami menuju selatan untuk menyusuri jalur pedestrian di bantaran Sungai Yarra, sungai yang punya sejarah penting bagi warga asli Australia dan pendatang dari Eropa.
Memiliki panjang 242 km, sungai ini merupakan tempat sumber makanan bagi warga asli sejak ratusan tahun lalu. Sungai Yarra pun sudah menjadi tempat pertemuan utama manusia asli Australia sejak zaman prasejarah.
Kami bersama warga setempat dan turis lainnya menikmati petualangan berjalan menyusuri sungai ini. Udara yang bersih tanpa asap dan polusi memberi energi untuk berjalan.
Lebarnya jalur pedestrian membuat perjalanan terasa nyaman. Pepohonan yang berjejer di sepanjang jalur tersebut tampak kehilangan daunnya. Meski tanpa peneduh, udara yang sejuk membuat kami tetap bersemangat menempuh perjalanan.
Di atas jalur pedestrian, berjejer resto dan kedai yang siap melayani pengunjung. Pada akhir pekan, gerai-gerai tersebut dipenuhi berbagai pilihan makanan dari Eropa hingga Asia. Di seberang jejeran tempat makan, beberapa pengamen jalanan sedang khusyuk memainkan biola. Lainnya coba beratraksi dengan pedang yang menjadi tontonan pelepas lelah.
Dari pinggir sungai, kami pun menyaksikan para atlet kano sedang berlatih. Mereka umumnya melakukan sprint. Dari jalur pedestrian, dua orang instruktur bersepeda tampak memberi panduan agar tetap berada pada trek yang benar. Kano merupakan salah satu olahraga populer di Sungai Yarra.
Tak heran Australia menjadi salah satu negara pemenang medali emas dalam cabang kano. Lewat nomor skull perseorangan, Kim Brennan berhasil menambah pundi emas negeri benua itu. Kami pun melewati tempat pelatihan kano yang juga berada di tepi sungai. Di sana, terpasang plang nama Kim Brennan sebagai atlet pemenang medali emas Olimpiade Brasil 2016.
Dari Sungai Yarra, kami berjalan ke utara untuk menuju pusat kota. Sebelumnya, kami berjumpa dengan sekelompok anak muda yang sedang membakar sosis dan daging sapi serta ikan. Kami mengira mereka adalah pedagang kaki lima. Ternyata, mereka bukan pedagang. Kelompok itu hanya sedang memanfaatkan fasilitas barbeku yang terpasang setiap 10 meter di sepanjang trotoar.
Berburu Makanan Halal
Jauhnya perjalanan membuat perut terasa keroncongan. Kami pun membidik kedai kecil yang menyajikan makanan Indonesia bernama Blok M. Kedai milik seorang pengusaha asal Jakarta itu berada di 380 Little Bourke Street yang bersembunyi di antara gemerlap perkantoran di kawasan bisnis Melbourne.
Memasuki kedai, kami disambut dengan aroma gulai kambing yang mengundang selera. Gulai itu tengah dinikmati seorang tamu asal Eropa lengkap dengan emping dan acar. Penasaran, kami pun memesan menu yang sama. Hangatnya gulai bisa mengobati dinginnya badan dan perut yang sudah mulai berbunyi.
Blok M menyajikan masakan khas Indonesia. Selain gulai kambing, pengunjung bisa menikmati satai ayam, nasi goreng dari seafood hingga kambing, hingga tahu dan tempe. Meski tempatnya kecil, kedai ini dipenuhi berbagai pengunjung yang kebanyakan orang Asia dan Indonesia. Dilihat dari poster yang dipasang pada dinding kedai, Blok M memperkenalkan diri sebagai nama dari salah satu kawasan yang sibuk di Jakarta.
Dengan logo bajaj, kendaraan khas Ibu Kota, Blok M berupaya menampilkan kekhasan Indonesia di dalam kedainya. Waktu 10 menit menunggu pun berlalu. Seorang pelayan dengan menu pesanan kami, gulai kambing lengkap dengan nasi akhirnya keluar dari dapur.
Tanpa basa-basi, kami pun melahap gulai tersebut. Rasanya sangat Indonesia. Kaya akan rempah dengan rasa yang agak pedas membuat gulai itu terasa benar-benar hangat. Manisnya daging kambing berpadu dengan kuah yang kental. Satu porsi gulai kambing membuat energi kami kembali terisi.
Makanan halal dengan rasa Asia bukan hanya tersaji di Blok M. Di pusat kota, ada beberapa restoran yang sudah ternama di Indonesia, seperti Nelayan dan Es Teler 77.
Di pinggir kota pun, ada satu resto mini yang bukan hanya menyajikan menu khas Indonesia. Pelayannya pun diimpor langsung dari Jawa.
Di pinggir kota pun, ada satu resto mini yang bukan hanya menyajikan menu khas Indonesia. Pelayannya pun diimpor langsung dari Jawa. Jokamz yang terletak di Cardiff Street, dekat Universitas Melbourne, menyajikan beragam menu nusantara dengan cara prasmanan.
Menu unggulannya adalah iga bakar, rendang, dan terung balado. Tak hanya itu, Jokamz pun memiliki menu inovasi yang mempertemukan barat dan timur. Burger di Jokamz memiliki fillate yang berbeda dari burger umumnya. Ada burger tempe, burger terung balado, hingga burger isi rendang.
Selain dijamin halal, semua menu ini cocok untuk perut orang Indonesia. Bukan itu saja, resto cepat saji khas Timur Tengah juga dapat menjadi alternatif lain. Di sekitar Jalan Flinders, misalnya. Tersedia beberapa resto cepat saji dengan menu kebab hingga nasi biryani.
Soal harga masih terjangkau. Rata-rata menu halal di Melbourne berkisar 10 dolar Australia. Sebagai saran, jangan ragu untuk bertanya apakah menu tersebut halal atau tidak. Rata-rata chef dan pengelola resto Australia sudah mengerti apa itu halal. Mereka pun akan menjelaskan dengan jujur jika menu yang disajikan tidak halal.
Warna Warni Bath Box
Keesokan harinya kami diajak berpelesir oleh Ketua Asosiation Islamic Dakwah in Australia (AIDA), Wiraguna Soenan Haniman, ke Pantai Brighton, usai meliput aktivitas AIDA.
Di pantai yang terletak di Port Philip itu, embusan angin selatan membuat kami menggigil. Apalagi, hari sudah menjelang senja. Suhu udara pun kian dingin. Hal yang membuat takjub, masih ada saja para peselancar yang bermain ombak. Dengan baju rapat ala penyelam, mereka tak peduli gigitan udara yang bisa membuat hipotermia.
Pantai Brighton tak hanya dikenal dengan suhunya yang kejam. Di pantai itu, ada jejeran rumah kotak beraneka warna. Sebanyak 82 rumah kotak yang digunakan untuk mandi dibangun sejak lebih dari satu abad lalu.
Meski begitu, bathing boxes, begitu mereka menyebutnya, tetap tak berubah. Rumah itu menyajikan fitur klasik Victoria dengan rangka kayu, berdinding papan dan atap besi. Walau rumah-rumah itu memiliki rangka seragam, setiap rumah memiliki warna yang berbeda.
Ada 1.860 bathing boxes yang berdiri di sekitar pantai di Port Philip dan Western Port. Meski demikian, jejeran kotak di Pantai Brighton memiliki lokasi paling dekat dengan pusat bisnis di Melbourne. Pantai ini pun dilalui jalur trem sehingga cukup mudah dijangkau. Sebagai sisa dari bangunan era lalu, bathing boxes merupakan lokasi yang layak sebagai objek fotografi.
Perginya senja mendatangkan malam. Di Pantai Brighton, tidak ada azan menggema sebagai penanda Maghrib seperti di Tanah AIr. Hanya, kami sadar sudah waktunya shalat. Tak ada mushala atau fasilitas ibadah di pantai ini. Soenan pun memandu kami untuk beribadah di salah satu taman di dekat pantai.
Dengan menenteng sebuah tikar, dia mengajak kami berwudhu di toilet umum. Lantas, kami pun shalat Maghrib berjamaah di tanah lapang. Berpeluk cuaca yang menusuk, kami menikmati shalat berjamaah tiga rakaat.
Malam yang Gempita
Kecantikan Melbourne bertambah saat purnama tiba. Cerahnya cuaca di malam itu membuat kami menikmati moleknya pemandangan kota. Gemerlap lampu gedung dan perkantoran membuat kota nomor wahid di dunia untuk urusan hunian ini kian cantik.
Malam itu, kami beruntung dapat menikmati live event Australian Football di Melbourne Cricket Ground (MCG) yang hanya berjarak 3 kilometer dari pusat kota. Pemerintah Negara Bagian Victoria hendak meminjam acara ini sebagai ajang penutupan Food and Beverage Trade Week yang berlangsung pada 14-16 September lalu.
Australian Footbal berbeda dari sepak bola dan American Football. Meski mirip dengan rugbi, olahraga ini memiliki aturan dan lapangan berbeda. Australian Footbal memiliki lapangan yang bulat, sedangkan rugbi kotak.
Tak hanya itu, pemain Australian Footbal diharuskan memantulkan bola saat hendak membawa lari bola. Pemainnya juga dapat mencetak gol dengan menendang. Tak heran jika video perkenalan Australian Football yang ditayangkan menjelang pertandingan menjelaskan bahwa olahraga ini merupakan gabungan dari sepak bola, basket, rugbi, dan kriket.
Malam itu, kami disuguhi pertandingan semifinal antara Western Buldogs dan Hawthorn. Ada 87 ribu pasang mata yang menyaksikan pertandingan ini langsung di stadion. Penonton didominasi fan Western Buldogs yang menjadi tuan rumah. Stadion pun didominasi warna biru, warna khas Western Buldogs. Kedua suporter beradu yel-yel. Hanya, Buldogs mendominasi. Sorakan fan Buldogs pun cukup mudah dilakukan. Cukup berteriak Wuff-Wuff-Wuff-Buldog.
Pertandingan berlangsung ketat. Meski masih harus mencari cara untuk memahami bagaimana mereka mencetak gol dan melakukan tendangan bebas, kami menikmati pertandingan yang dibagi menjadi empat kuarter itu.
Meski lebih menguasai pertandingan, penyelesaian akhir Buldogs yang buruk menyebabkan tim itu tertinggal pada kuarter pertama. Walau sempat tertinggal, Buldogs perlahan bisa mencetak gol. Mereka pun terus mengumpulkan angka hingga kuarter keempat. Tuan rumah memenangkan pertandingan dan masuk ke final Australian Football League (AFL) 2016.
Setelah pertandingan selesai, penonton membubarkan diri dengan rapi. Meski di lapangan sempat ada adu jotos antara pemain kedua tim, fan dua tim AFL tersebut tampak damai. Tidak ada aksi kerusuhan usai pertandingan. Di beberapa sudut, bahkan tampak fan Hawk dan Buldogs pulang bersama.
Disadur dari Republika Edisi Ahad 9 Oktober 2016
Prof Asep: Konvergensi Media Itu Niscaya
Menurut akademisi Prof Asep Saeful Muhtadi, konvergensi media dapat menjadi pilihan pers masa kini.
SELENGKAPNYAKH Abdullah bin Nuh Sang Pejuang dari Cianjur
KH Abdullah bin Nuh, seorang alim asal Cianjur, pun dikenal sebagai salah satu pendiri UII.
SELENGKAPNYAMasjid Spiral, Monumen Kebanggaan Qatar
Masjid di Qatar ini dinamakan spiral karena bentuk menaranya yang unik.
SELENGKAPNYA