Ustaz Dr Amir Faishol Fath | Republika

Motivasi Alquran

Penyesalan Para Pendurhaka

Tidak mungkin para pendurhaka akan diperlakukan sama seperti orang-orang yang patuh dan taat.

DIASUH OLEH USTAZ DR AMIR FAISHOL FATH; Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional, CEO Fath Institute

Di akhir surah an-Naba’, Allah merekam apa yang pasti akan dialami orang-orang kafir, bahwa mereka akan sangat menyesal atas masa lalunya selama di dunia. Mereka akan mengatakan: alangkah enaknya kalau aku tidak hidup lagi tetapi hancur lebur menjadi tumpukan debu “wa yaquulul kaafiru yaa laitanii kuntu turaabaa”. (QS 78: 40).

Ceritanya adalah bahwa ketika itu Allah mengumpulkan semua hewan-hewan “wa idzal wuhuusyu husyirat”. Lalu Allah perintahkan agar masing-masing membalas kepada hewan lainnya yang pernah menzaliminya: “yaqtashshu ba’dhahu ba’dhaa”.

Setelah itu Allah perintahkan semua binatang itu agar hancur lebur menjadi tanah “kuunii turaabaa”. Maka jadilah semua hewan tersebut tumpukan debu selamanya.

Mengapa demikian? Sebab hewan-hewan itu tidak mempunyai akal. Karenanya tidak ada hisab bagi binatang. Sebaliknya manusia yang mempunyai akal, tentu tidak bisa disamakan dengannya.

Manusia dengan akalnya mendapatkan tugas “takliif”. Dengannya ia harus dihisab “innaa ilainaa iyaabahum tsumma inna ‘alainaa hisaabahum”. (QS 88: 26).

Orang-orang kafir ketika menyaksikan apa yang dialami binatang, seketika mengkahayal, agar dirinya diperlakukan seperti itu. Maka muncullah ucapan “yaa laitanii kuntu turaaba”. Seakan mereka mengatakan, cukuplah aku dihancurkan jadi tanah tanpa harus dihisab dan disiksa.

Tetapi itu hanya khayalan mereka yang hampa. Selama di dunia mereka ingin menjadi manusia dengan kebebasan tanpa batas. Lalu setelah sampai di akhirat ingin diperlakukan seperti binatang tanpa dihisab. Tentu ini angan-angan yang sia-sia. Hukum akhirat akan tetap berlaku. Allah Maha Adil, tidak mungkin manusia yang berakal akan diperlakukan sama dengan binatang yang tidak berakal.

 
Selama di dunia mereka ingin menjadi manusia dengan kebebasan tanpa batas. Lalu setelah sampai di akhirat ingin diperlakukan seperti binatang tanpa dihisab.
 
 

Tidak mungkin para pendurhaka akan diperlakukan sama seperti orang-orang yang patuh dan taat; “afa na’alul muslimiin kal mujrimiin” (QS 68: 35)?

Memang tadinya orang-orang kafir Makkah membayangkan bahwa di akhirat akan tetap berlaku seperti di dunia, siapa yang kuat dialah yang menang. Siapa yang kaya dan terhormat di dunia akan lebih diutamakan atas orang-orang Islam yang miskin dan kerempeng. Allah menjawab, “Maa lakum kaifa tahkumuun (apa dasar persepsi yang kamu yakini itu)’’. (QS 68: 36).

Jelasnya bahwa di akhirat akan berlaku hukum seadil-adilnya. Tidak ada seorang pun yang dizalimi. Karena itu para pendurhaka hanya bisa mengakui penyesalannya.

Di antara mereka akan ada yang berkata seandainya aku dulu di dunia menggunakan akalku dan mendengarkan ajaran wahyu nisacaya aku tidak akan masuk neraka: “wa qaalu law kunna naama’u aw na’qilu maa kunnaa fii ashhaabis sa’iir” (QS 67: 10).

Sebagian yang lain mengatakan, seandainya ditunda sejenak kematianku niscaya aku akan beramal saleh dan memperbanyak sedekah “law laa akh khartanii ilaa ajalin qariib fa ash shaddaqa wa akun minash shaalihiin”. (QS 63: 10).

Maroko dan Pengembaraan Ibnu Battuta

Selama kurang lebih 29 tahun, Ibnu Battuta telah singgah di 44 negara.

SELENGKAPNYA

Adab-Adab Nobar Piala Dunia

Dengan adab itu, Muslim bisa menyaksikan nobar Piala Dunia, tetapi dalam koridor tuntunan syariah.

SELENGKAPNYA

Drama dan Tekanan Menuju Babak 16 Besar

Kontroversi, polemik, drama, dan kejutan telah mewarnai perjalanan edisi perdana Piala Dunia.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya