Sirah
Maroko dan Pengembaraan Ibnu Battuta
Selama kurang lebih 29 tahun, Ibnu Battuta telah singgah di 44 negara.
Maroko baru saja mencatatkan diri sebagai satu-satunya tim Arab yang mampu melaju ke fase enam belas besar pada perhelatan Piala Dunia 2022 Qatar. Pada laga di Singa Atlas berhasil mengandaskan perlawanan Kanada dengan skor 2-1. Maroko pun tampil sebagai juara grup F dan melanjutkan kiprahnya dalam fase knock out.
Meski tergolong negara yang minim prestasi dalam pagelaran Piala Dunia, negeri di Afrika Utara ini sudah dikenal dunia berkat keharuman nama seorang pengembara. Dialah Ibnu Battuta. Ibnu Battuta memiliki sapaan kecil Bathuthah. Tokoh yang bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad Ibn Abdullah al-Lawati al-Tanji Ibnu Battuta ini lahir pada 1304 di Kota Tangier, Maroko. Ia dikenal sebagai pengelana Muslim abad ke-14.
Namanya bahkan sampai hari ini dikenang sebagai pelancong paling berpengalaman di dunia. Hampir seluruh pelosok bumi pernah ia jelajahi. Mulai dari Afrika Utara, Mali, Spanyol, Mesir, Palestina, Istanbul, Makkah, Madinah, Yaman, Somalia, Mombassa, Persia, Irak, Anatolia, Bukhara, Laut Arab, Delhi, Kalkuta, Sri Lanka, Samudra Pasai, Vietnam, hingga Kanton, dan Hang-chou di Cina.

Perjalanan yang ditempuh selama 29 tahun itu (1325-1354) menempuh banyak kerajaan di masa itu, antara lain, Kesultanan Marinid, Kerajaan Mali, Kesultanan Mamluk, Kerajaan Kipchak Khan, Kerajaan Cagatay Khan, Kerajaan Ilkhanid Khan, Kesultanan Delhi, Kerajaan Samudra Pasai, dan Kerajaan Mongol.
Ibnu Battuta hidup pada masa Dinasti Marinid. Ia berasal dari keluarga ulama fikih Islam di Tangier, Maroko. Keluarganya keturunan suku barbar yang terkenal dengan nama suku Lawata. Kedua orang tua Ibnu Battuta masih hidup saat ia memulai pengembaraannya pada 1325.
Tangier adalah titik pertemuan geografi empat benua yaitu Afrika, Eropa, Atlantik, dan Laut Tengah. Kota Tangier adalah sebuah kota antarbangsa yang ditentukan oleh arus lalu lintas maritim yang sering digunakan oleh para pedagang, prajurit, dan ilmuwan.
Ibnu Battuta rajin belajar Alquran di masjid terdekat, sehingga pada umur 12 tahun dia telah menghapal Alquran.
Ross E Dunn, dalam The Adventures of Ibn Battuta (2005) menjelaskan, Tangier adalah kota perbatasan pada abad ke-14. Berbagai insiden yang menimbulkan ketegangan kerap terjadi di kota ini. Seperti anggota tentara barbar yang kasar, pedagang-pedagang Kristen dan Islam bertengkar satu sama lain di galangan kapal dan di gudang penyimpanan serta bajak laut yang menjual hasil rompakan mereka di pasar.
Negara membantu kondisi ekonomi Tangier yang sedang krisis dengan menyediakan pekerjaan bagi penduduk dalam urusan konstruksi kapal, muatan kapal, menyewa prajurit dan pelaut, berdagang senjata dan persediaan barang. Pada masa mudanya, Ibnu Battuta bersekolah di sebuah madrasah fikih bermazhab Maliki yang merupakan bentuk dominan dari pendidikan Afrika Utara saat itu. Ia memperoleh prestasi di bidang akademik ini.
Keluarga Ibnu Battuta memiliki kedudukan terhormat sebagai cendekiawan. Pada abad ke-14, Kota Tangier bukanlah sebuah pusat kegiatan pendidikan di Afrika Utara. Kota ini tidak seperti kota Fez, Tlemcen, ataupun Tunis. Ketika Ibnu Battuta tumbuh besar, tidak ada satu pun madrasah atau perguruan tinggi yang didirikan oleh Dinasti Marinid sebagai pemerintah baru di ibu kota mereka.
Pendidikan yang diterima Ibnu Battuta adalah suatu yang berharga bagi keluarga ahli hukum. Ibnu Battuta rajin belajar Alquran di masjid terdekat, sehingga pada umur 12 tahun dia telah menghapal Alquran.
Ibnu Battta juga mempelajari ilmu tafsir Alquran, hadis, tata bahasa, retorika, teologi, logika, dan ilmu hukum. Ibnu Battuta juga mempelajari ilmu sufi. Ia tidak pernah menjadi seorang pengikut sufisme yang terikat dengannya. Beliau seorang sufi awam yang menghadiri pertemuan-pertemuan tarekat, mencari doa, dan makrifat serta menyendiri pada waktu-waktu tertentu.
Awal perjalanan
Ibnu Battuta memulai perjalanan pada Juni 1325, saat berusia 20 tahun. Ia meninggalkan kampung halamanya untuk melaksanakan ibadah haji ke Makkah. Perjalanan menuju Makkah menghabiskan waktu selama 16 bulan. Ia berkata tidak akan mengujungi Maroko dalam waktu 24 tahun mendatang.
Dalam perjalanan menuju Makkah ini, Ibnu Battuta mengunjungi Afrika Utara, Mesir, Palestina, dan Suriah. Selesai melaksanakan ibadah haji pertama pada 1326, Ibnu Battuta mengelilingi Irak dan Persia. Pada 1328, ia menuju ke selatan mengunjungi Oman dan Teluk Parsi sebelum kembali ke Makkah melalui jalan darat melintasi Arab Tengah.
Pada 1330, Ibnu Battuta menuju India dengan berjalan ke utara melalui Mesir dan Suriah ke Asia Kecil mencari pekerjaan pada zaman pemerintahan Kesultanan Delhi. Setelah mengunjungi kawasan ini, Ibnu Battuta melintasi Laut Hitam menuju ke dataran barat Asia Tengah. Kemudian dia mengunjungi Istanbul, ibu kota Bizantium dengan ditemani oleh putri Turki.

Ibnu Battuta tiba di Sungai Indus pada 1333 saat perjalanan menuju ke timur melalui Transoxiana, Khurasan, dan Afghanistan. Selama delapan tahun di India, Ibnu Battuta menjadi hakim pada masa pemerintahan Sultan Delhi, Muhammad Tughluq. Pada 1341, Sultan Delhi melantik Ibnu Battuta untuk memimpin misi diplomatik ke Istana Mongol di Cina.
Sayangnya, kapal yang dinaiki Ibnu Battuta mengalami kerusakan dan menyebabkan ia kehilangan pekerjaannya. Lantas, ia melakukan perjalanan ke bagian selatan India, Sri Lanka, dan ke Kepulauan Maladewa dalam kurun waktu kurang dari dua tahun.
Ibnu Battuta mengunjungi Benggala, Pantai Burma dan Pulau Sumatra melalui jalan darat.
Di sana, Ibnu Battuta menjadi hakim selama delapan bulan di bawah pemerintahan dinasti Islam di Maladewa. Pada 1345, Ibnu Battuta menuju ke Cina atas kemauan sendiri.
Sebelum tiba di Canton, Ibnu Battuta mengunjungi Benggala, Pantai Burma, dan Pulau Sumatra melalui jalan darat. Kunjungan Ibnu Battuta mungkin terbatas di kawasan pantai selatan saja karena tidak mengkhususkan tempat kunjungan di Cina.
Pada 1346, Ibnu Battuta kembali melaksanakan ibadah haji melalui India Selatan, Teluk Persia, Suriah, dan Mesir. Pada akhir 1349, ia tiba di Fez, ibu kota Maroko, melalui jalan darat dan laut setelah mengambil keputusan untuk pulang ke kampung halamannya.
Pada tahun berikutnya, Ibnu Battuta melintasi Selat Gibraltar untuk tiba di kerajaan Islam di Granada. Pada 1353, dia melakukan perjalanan terakhir dengan rombongan unta melintasi Gurun Sahara menuju ke Kerajaan Mali di kawasan Sudan, Afrika Barat. Selanjutnya, pada 1355, Ibnu Battuta kembali menetap di Maroko.
Disadur dari Islam Digest Republika edisi Ahad 4 Desember 2016
Mutiara Ramadhan
Sesungguhnya di dalam surga ada satu pintu yang disebut dengan Ar-Rayyan, yang pada Hari Kiamat orang-orang yang berpuasa masuk ke surga melalui pintu tersebut... HR ALBUKHARI No.1896
HIKMAH RAMADHAN

Memahami Makna Ramadhan
Ramadhan hadir untuk membakar dosa-dosa para hamba Allah.
Ramadhan hadir untuk membakar dosa-dosa para hamba Allah.