
Konsultasi Syariah
Adab-Adab Nobar Piala Dunia
Dengan adab itu, Muslim bisa menyaksikan nobar Piala Dunia, tetapi dalam koridor tuntunan syariah.
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr wb.
Sekarang sedang berlangsung Piala Dunia di Qatar dan hampir semua orang menontonnya. Saya ingin mendapatkan penjelasan, bagaimana adab saat nonton bareng (nobar) Piala Dunia tersebut. Mohon penjelasan, Ustaz.-- Andi, Depok
Wa’alaikumussalam wr wb.
Sesungguhnya, olahraga sepak bola, termasuk menontonnya, itu sesuatu yang netral (mubah) dan jika ada penyimpangan, itu karena faktor eksternal (bukan sepak bola atau kegiatan menontonnya). Oleh karena itu, agar kegiatan menonton sepak bola itu menjadi kabaikan, harus ada adab-adab yang ditunaikan. Di antara adab-adab menonton, baik sendiri maupun bersama-sama (nobar), yaitu sebagai berikut.
(1) Ada target yang positif, seperti rehat dan hiburan (tarwih dan tasliyah). Kegiatan hiburan, refreshing, dan rehat itu adalah fitrah setiap insan dan semua orang membutuhkannya. Jika dengan menonton menjadi tempat yang cocok untuk rehat sehingga terhibur dan bergembira, itu sesuai dengan tuntunan syariah. Di antara contoh niat yang tidak baik, misalnya, memanfaatkan ajang Piala Dunia ini untuk tebak skor yang mengandung unsur judi.
Sebagaimana tuntunan umum Rasulullah SAW terkait, “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan ...” (HR Bukhari Muslim).
(2) Tidak melalaikan hak dan kewajiban (‘Adamu tadyi’ al-huquq wa al-wajibah). Di antaranya, menyaksikan pertandingan Piala Dunia tidak membuat kewajiban akan keluarga, tugas-tugas di kantor, dan kewajiban akan ibadah wajib itu tidak tertunaikan.
Hal ini sebagaimana kata kunci dari larangan berbagai macam permainan atau aktivitas yang substansi dan kontennya halal, tetapi terlarang karena keberadaannya melalaikan hak dan kewajiban. Hal itu dalam istilah fikih disebut yulhi (melalaikan). Seperti halnya dalam nard, di mana permainan yang tanpa uang tersebut itu tetap terlarang saat melalaikan pelaku atau penggunanya terkait hak dan kewajiban.
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW: “Barang siapa yang bermain dadu, maka telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya”. (HR Imam Ahmad, Musnad 4/394).
Dari aspek maqashid, permainan dadu tersebut dilarang karena berisi spekulasi (lu’batu hadzdz) yang sangat berpotensi melahirkan fitnah dan permusuhan sebagai saddu dzariah agar tidak menyebabkan perilaku negatif tersebut.
Jika seseorang nobar Piala Dunia dengan begadang hingga tidak Shalat Subuh, yang terlarang bukan menonton bolanya, tetapi meninggalkan shalat (faktor di luar sepak bola). Oleh karena itu, menyaksikan pertandingan Piala Dunia bisa tetap berjalan dan pada saat yang sama bisa tetap ke kantor dengan disiplin, tugas-tugasnya tertunaikan, kewajiban akan keluarga juga tertunaikan, serta tidak ada shalat lima waktu yang terabaikan.
(3) Tidak ada unsur terlarang saat menyaksikan pertandingan, misalnya, tidak ada kata-kata celaan atau cemoohan kepada kesebelasan yang menjadi lawan tim yang didukungnya. Kompetisi dalam pertandingan itu bukan kompetisi antara haq dan bathil, tetapi pertandingan atau kompetisi biasa sebagai media rehat atau refreshing.
Mungkin karena bagian dari fitrah, penonton itu akan mendukung kesebelasan/tim yang sama dengan negaranya, wilayahnya, atau agamanya. Seperti saat masyarakat Indonesia menonton Piala Dunia, maka ia mendukung kesebelasan dari negara-negara Asia atau pemain dari negara-negara Muslim itu manusiawi.
Misalnya, jika menyaksikan Piala Dunia di sela-sela tayangan Piala Dunia ada sesuatu yang tidak layak untuk ditonton, seperti wanita yang tidak menutup aurat, maka ia harus menundukkan pandangan dan mengelola diri agar tetap fokus pada pertandingannya.
(4) Jika menonton itu dilakukan bersama (nobar) di kafe atau di tempat-tempat lainnya, memenuhi adab-adabnya, di antaranya tanpa ikhtilat dan lainnya. Saat nobar ini diselenggarakan oleh komunitas atau mungkin tokoh-tokoh publik, seperti di kafe, ruangan/aula, atau bahkan lapangan terbuka yang melibatkan para penonton laki-laki dan perempuan, maka seharusnya diatur tempatnya sehingga tetap kondusif, terhindar dari ikhtilat, dan sejenisnya.
Berharap dengan adab-adab tersebut, masyarakat Muslim bisa menyaksikan perhelatan akbar Piala Dunia sepak bola, tetapi tetap dalam koridor tuntunan syariah. Wallahu a’lam.
Stok Kedelai Menipis, Harga Tahu dan Tempe Melonjak
Masalah tingginya harga kedelai saat ini dikatakan menjadi perhatian serius pemerintah.
SELENGKAPNYAAdaro Salurkan Bantuan untuk Korban Gempa
Adaro terus memberikan dukungan untuk penanganan bencana di Indonesia.
SELENGKAPNYAAsuransi Syariah akan Lebih Merakyat
Hingga September 2022, aset asuransi syariah Indonesia mencapai Rp 44,9 triliun.
SELENGKAPNYA