Safari
Mengembalikan Pesona Planetarium Jakarta
Planetarium Jakarta kini tenggelam di antara bangunan gedung-gedung tinggi.
OLEH SHELBI ASRIANTI, SANTI SOPIA
Megahnya konstelasi bintang di langit malam terproyeksikan dengan indah pada langit-langit berbentuk kubah. Pemandangan itu yang menjadi daya tarik teater bintang di planetarium.
Namun, Planetarium dan Observatorium Jakarta (POJ) di area Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, kini tutup hingga waktu yang belum diketahui. Kondisi tersebut menuai kritik dari Akademi Jakarta, dewan kehormatan seniman, dan budayawan.
Akademi Jakarta mengamati, dalam dua dekade ini, pengelolaan POJ dinilai luput dari perhatian. "Akademi Jakarta memandang Planetarium dan Observatorium Jakarta amat penting sebagai ciri kota besar yang penduduknya cerdas, berpengetahuan luas, berbudaya tinggi," ungkap Ketua Akademi Jakarta Seno Gumira Ajidarma, sebulan lalu.
Menurut dia, POJ semestinya menjadi ruang belajar publik yang dibanggakan. Menghadapi situasi itu, Akademi Jakarta menyerukan agar Pemprov DKI Jakarta dan mitra kerjanya segera merevitalisasi dan merestorasi POJ.
Akademi Jakarta berharap makna cagar budaya POJ tak menciut sebagai objek wisata meski tanpa kegiatan aktif teater bintang. Selain itu, mereka mendesak Pemprov segera memperbaiki fasilitas, tata kelola, serta program POJ agar dapat melayani kepentingan belajar masyarakat secara optimal.
Untuk fungsi entitas ilmu pengetahuan, Akademi Jakarta menyerukan agar pengelolaan POJ perlu dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Jakarta. Lalu, anggaran pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan fasilitas POJ perlu disediakan. SDM POJ pun diperlukan yang andal dan terampil.
Tak hanya itu, papan nama POJ perlu dipastikan terpasang sesuai peruntukannya. Papan itu adalah hadiah dari pemerintah kepada warga Jakarta. Pemprov DKI Jakarta pun diminta memastikan revitalisasi dan restorasi POJ menjadi agenda kerja bersifat segera.
Saat ini, teater bintang maupun keempat observatorium POJ tidak berjalan. Dalam pantauan Republika, pengunjung sudah banyak datang, tapi sebatas mengabadikan bangunan fisik luar POJ yang kini terkesan kian modern.
Memang sudah ada sejumlah kegiatan yang digagas POJ, tapi masih menumpang di gedung lain di TIM, seperti bincang santai dan observasi gerhana bulan total "Piknik Malam Bersama Bloodmoon", bulan lalu.
Kepala Observatorium Bosscha Premana Wardayanti Premadi turut berkomentar mengenai peran penting planetarium bagi khalayak. Staf pengajar Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung itu menyoroti bahwa astronomi bisa menjadi pintu untuk mempelajari bidang sains.
Planetarium adalah fasilitas publik yang akan selalu diperlukan untuk mewujudkan hal tersebut menjadi sesuatu yang konkret.
"Astronomi selalu bisa menawarkan itu karena alam semesta terkoneksi. Planetarium adalah fasilitas publik yang akan selalu diperlukan untuk mewujudkan hal tersebut menjadi sesuatu yang konkret," tuturnya.
Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Satryo Soemantri Brodjonegoro memperhatikan bahwa POJ kini tenggelam di antara bangunan gedung tinggi lain yang berpotensi menutup ruang pengamatan. Padahal, observatorium membutuhkan ruang luas untuk melakukan observasi langit dengan maksimal. "Pertanyaannya, akan diapakan planetarium ke depan?" ucapnya.
Dalam pandangan Satryo, pengembangan planetarium secara optimal berdampak positif terhadap pembangunan. Mewakili AIPI, dia berharap kebijakan pemerintah atas POJ menggunakan basis saintifik dan berfokus pada masyarakat, bukan karena ekonomi semata.
"Kami berusaha keras agar para pembuat kebijakan menyadari pentingnya sains untuk kepentingan publik," kata Satryo.
Pemancangan tiang POJ dilakukan pada 9 September 1964 oleh Presiden Sukarno. POJ hadir untuk mendampingi pendidikan formal dan berperan sebagai observatorium, termasuk penetapan hisab dan rukyat.
Pada tahun depan, POJ diharapkan bisa ikut meramaikan tahun penting bagi planetarium di berbagai belahan dunia. Tahun depan bakal menandai peringatan 100 tahun berdirinya prototipe kubah planetarium pertama di dunia.
"Betapa memprihatinkan jika pada 2023 yang menjadi tahun istimewa, Planetarium dan Observatorium Jakarta justru tidak berfungsi," ujar anggota Akademi Jakarta, Karlina Supelli.
Betapa memprihatinkan jika pada 2023 yang menjadi tahun istimewa, Planetarium dan Observatorium Jakarta justru tidak berfungsi
Bangkitkan Pariwisata Kota Tua
Kunjungan ke Kota Tua Jakarta mengalami penurunan akibat pandemi Covid-19. Meski begitu, kini Kota Tua telah berbenah dan di beberapa area sudah tampak tertata rapi. Tak hanya itu, sejumlah sudut dan bagian semakin rapi dan bersolek dengan penempatan beberapa fasilitas pendukungnya.
Dari data Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, jumlah pengunjung sebelum pandemi pada 2019 cukup tinggi. Jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 92.269 orang dan wisatawan nusantara 5.848.808 orang. Penurunannya di 2021 cukup tajam, yaitu wisatawan mancanegara menjadi 2.832 orang dan wisatawan nusantara hanya 205.440 orang.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 3 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Kawasan Kota Tua menjadi salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Andhika Permata mengatakan, kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan dilakukan untuk merevitalisasi Kota Tua dan membangkitkan kembali pariwisata di Jakarta.
Revitalisasi bertujuan mengakomodasi pejalan kaki, transportasi publik, hingga pelaku usaha di kawasan wisata Kota Tua. “Kawasan cagar budaya punya nilai pariwisata, sejarah, budaya, dan seni,” kata Andhika di Kota Tua, dua bulan lalu.
Pemerintah melakukan aktivasi untuk menghidupkan dan meningkatkan kembali daya tarik serta memulihkan pariwisata di Jakarta. Salah satu caranya, kata Andhika, adalah ajakan untuk berakhir pekan di Kota Tua.
Sementara itu, Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua Dedy Tarmizi mengatakan, pemulihan wisata Kota Tua terus dilakukan dengan daya tariknya yang tinggi bagi para wisatawan. “Diharapkan dapat berdampak baik bagi perekonomian kawasan, para pelaku seni, dan pelaku industri pariwisata di Kota Tua khususnya yang terdampak pandemi.”
Salah satu upaya tersebut adalah melalui festival musik. Festival musik biasanya menjadi ajang menarik bagi wisatawan karena tingginya antusiasme para pencinta musik di masyarakat. Contohnya, Oktober lalu digelar orkestra Simfoni untuk Negeri dari Dinas Parekraf DKI Jakarta.
Berikutnya digelar festival musik Jazz Goes to Kota Tua yang menghadirkan sejumlah musisi Ibu Kota. Sebelumnya juga telah digelar festival Ini Jakarta berkat kolaborasi ratusan relawan, komunitas, hingga pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Hal itu, tambah Dedy, menunjukkan bahwa Kota Tua terus didorong untuk menjadi wadah berkumpul dan berkarya bagi para pegiat di komunitas. Revitalisasi Kota Tua juga mencakup perbaikan infrastruktur ruang ketiga publik pedestrian, plaza transit, dan taman.
UPK Kota Tua juga mendukung penuh beragam upaya penyelenggaraan acara untuk terus meningkatkan optimisme serta geliat pariwisata dan ekonomi kreatif di kawasan Kota Tua. Para pelaku usaha juga merasa optimistis menggiatkan kembali bisnis yang dijalankan. Ketika banyak wisatawan datang, omzet mereka pun bisa berangsur meningkat.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Maroko dan Pengembaraan Ibnu Battuta
Selama kurang lebih 29 tahun, Ibnu Battuta telah singgah di 44 negara.
SELENGKAPNYAPenyesalan Para Pendurhaka
Tidak mungkin para pendurhaka akan diperlakukan sama seperti orang-orang yang patuh dan taat.
SELENGKAPNYAAdab-Adab Nobar Piala Dunia
Dengan adab itu, Muslim bisa menyaksikan nobar Piala Dunia, tetapi dalam koridor tuntunan syariah.
SELENGKAPNYA