Masjid Nurul Huda di Desa Kampung Gelgel, Kabupaten Klungkung, Bali. | DOK REP MUHYIDDIN

Arsitektur

Masjid Nurul Huda dan Masuknya Islam di Bali

Masjid tertua di Pulau Dewata ini diyakini berdiri sejak zaman Majapahit.

Dari seluruh provinsi di Indonesia, Bali terkenal sebagai Pulau Dewata. Mayoritas penduduknya memeluk Hindu. Bagaimanapun, daerah tersebut juga memiliki komunitas Muslim. Umat Islam setempat memiliki riwayat sejarah yang merentang jauh sejak berabad silam.

Berbagai literatur mengungkapkan, syiar Islam mulai memasuki Bali sejak pulau tersebut dikuasai Dalem Ketut Ngelesir (1380-1460 M). Tokoh tersebut merupakan pemimpin pertama Kerajaan Gelgel. Dalam masa pemerintahannya, berdirilah sebuah masjid di sana—tepatnya kawasan Desa Kampung Gelgel, Kabupaten Klungkung.

Baru-baru ini, Republika mengunjungi tempat ibadah Muslim yang bernilai sejarah itu. Untuk sampai ke sana, perlu waktu sekira 50 menit dengan menggunakan mobil dari Bandara Internasional Ngurah Rai. Destinasi tersebut berlokasi di kawasan permukiman penduduk, persis di sisi Jalan Raya Waturenggong.

photo
Masjid Nurul Hidayah diperkirakan berdiri di Bali sejak zaman Majapahit. - (DOK REP MUHYIDDIN)

Masjid yang diperkirakan berdiri sejak abad ke-14 M itu kini terkenal dengan nama Masjid Nurul Huda. Bangunan tersebut tampak megah dan terdiri atas dua lantai. Di dekatnya, terdapat menara yang tegak menjulang setinggi 17 meter.

Saat Republika tiba, sejumlah jamaah tampak keluar setelah mengikuti shalat ashar. Sementara itu, anak-anak mulai meramaikan pelataran untuk bermain sebelum tiba waktunya mereka mengaji. Beberapa pedagang berjualan di depan gerbang.

Lantai pertama difungsikan sebagai tempat shalat. Pada bagian depan, terdapat mimbar yang berbahan dasar kayu jati. Tempat penceramah atau khatib itu terlihat indah dengan ukiran berupa motif-motif floral.
Secara keseluruhan, bentuk mimbar itu menyerupai panggung kecil tempat berkhotbah yang biasa dijumpai pada masjid-masjid tua di Pulau Jawa. Pada mimbar Masjid Nurul Huda, terdapat inskripsi yang menerangkan tarikh renovasi masjid tersebut, yakni 1280 Hijriah atau 1863 Masehi.

Ketua Takmir Masjid Nurul Huda Mahyudin mengatakan, pihaknya belum menemukan sebuah bukti materiel-autentik yang dapat menegaskan tanggal berdirinya bangunan ini. Inskripsi itu sebatas menerangkan tanggal pembuatan mimbar. Bagaimanapun, lanjut dia, dapatlah dipastikan bahwa masjid tersebut telah berdiri jauh sebelum tahun 1280 H/1863 M.

Sebab, pembangunan Masjid Nurul Huda diyakini terjadi bersamaan dengan masa kekuasaan Dalem Ketut Ngelesir. Raja bergelar Sri Smara Kepakisan itu diketahui berkuasa sejak akhir abad ke-14 hingga medio abad ke-15. Dalam masa kekuasaannya, ia mempersilakan komunitas Muslim untuk tinggal di kawasan daerah kekuasaannya, Kampung Gelgel.

photo
Sisi interior Masjid Nurul Huda. - (DOK REP MUHYIDDIN)

Masjid Nurul Huda pun telah melalui berbagai renovasi. Alhasil, tidak sedikit bagian bangunan yang tidak lagi sama seperti keadaan semula. “Cuma yang bisa dipertahankan, semisal di plafon lantai atas itu, adalah ukir-ukiran. Itu yang ada nuansa (tradisional) Bali. Mimbar masjid ini diadakan sejak tahun 1800-an. Jadi, tidak setua masjidnya,” ujar Mahyudin kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Berdasarkan cerita turun temurun, lanjut dia, Masjid Nurul Huda dibangun sesudah Dalem Ketut Ngelesir menyambangi ibu kota Imperium Majapahit di Jawa Timur. Kerajaan Gelgel menganggap Majapahit sebagai kerajaan-atas atau yang-dipertuan. Setelah usai segala urusannya di sana, sang raja Bali pun kembali ke daerahnya.

Dalam perjalanan pulang, Dalem Ketut Ngelesir membawa serta 40 pengawal Majapahit yang merupakan Muslim. Menurut Mahyudin, mereka itulah yang dipandang merintis dakwah di Bali. Sejak 1462 M, orang-orang Islam tersebut diberikan sebidang tanah yang cukup luas oleh penguasa Gelgel. Lokasi lahan itu berada di sisi timur dari pusat pemerintahan.

Para lelaki tersebut kemudian menikah dengan perempuan-perempuan lokal. Anak keturunan mereka pun memeluk Islam. Lama kelamaan, terbentuklah sebuah desa baru yang unik karena mayoritas penduduknya bukanlah Hindu. Hingga kini, Kampung Gelgel terkenal sebagai perdesaan Muslim tertua di seluruh Bali.

Nurul Huda secara harfiah berarti ‘cahaya petunjuk.’ Mahyudin mengatakan, nama tersebut mengisyaratkan cita-cita para pendiri masjid dan seluruh umat Islam Bali. Yakni, tempat ibadah itu selalu disinari hidayah Illahi dan keberkahan dari Allah SWT.

Hingga kini, Masjid Nurul Huda telah mengalami sejumlah renovasi. Sejak tahun 1989, masjid ini dibangun ulang dengan konstruksi beton dan berlantai dua. Bagian atapnya tetap mempertahankan bentuk asli. Teranyar, perbaikan dilakukan pada 2010 lalu.

Perluasan bangunan Masjid Nurul Huda bukan tanpa alasan. Dari tahun ke tahun, kapasitasnya kian “terkejar” oleh laju demografis kaum Muslimin setempat. Menurut data terkini, jumlah warga Desa Kampung Gelgel mencapai 1.221 jiwa. Seluruhnya beragama Islam.

“Namun, perlu dibedakan antara Desa Kampung Gelgel dan Desa Gelgel. Di yang kedua itu, penduduknya terdiri atas banyak pemeluk agama. Di Kampung Gelgel, 100 persen Muslim,” kata Mahyudin.

Sebagai pusat syiar Islam, kompleks Masjid Nurul Huda memiliki beragam fasilitas penunjang. Di antaranya adalah sejumlah lembaga pendidikan, semisal taman pendidikan Alquran (TPQ), taman kanak-kanak (TK), dan madrasah ibtidaiyah (MI). Yang belakangan itu kini telah berstatus negeri di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag).

photo
Masjid Nurul Huda telah mengalami berbagai renovasi atau perbaikan. - (DOK REP MUHYIDDIN)

Kerukunan selalu terjaga, baik di antara sesama penduduk Desa Kampung Gelgel maupun antarwarga setempat dengan warga lain di satu kabupaten atau Provinsi Bali. Menurut Mahyudin, mereka terbiasa dengan sikap tepa salira dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi.

Terbukti saat peringatan hari-hari besar keagamaan, misalnya, masyarakat desa setempat menerima dengan hangat kalangan ningrat Klungkung. Dalam perayaan itu, mereka pun makan bersama dengan raja dan para puri Klungkung. Pada hari-hari biasa, saling silaturahim atau mengunjungi juga biasa dilakukan antarumat agama-agama.

“Ketika Ramadhan saat buka puasa bersama, misalnya, banyak tokoh Hindu kami undang,” ucap dia.

Pesantren Cetak Generasi Berakhlak

Ponpes hadir untuk menghindari munculnya generansi yang kehilangan keteladanan.

SELENGKAPNYA

Gandeng Muhammadiyah, Erick Dorong Kemandirian Umat

BUMN dan Muhammadiyah sepakat untuk mengakselerasi industri obat herbal.

SELENGKAPNYA

Surakarta Message Beri Pesan Damai Bagi Dunia

Surakarta Message akan disampaikan pada seluruh umat beragama di dunia dan umum.

SELENGKAPNYA