Ekonomi
BI Pantau Pergerakan Inflasi Inti
Kenaikan suku bunga dapat dilakukan untuk menahan keluarnya modal asing.
NUSA DUA -- Bank Indonesia (BI) masih akan memantau pergerakan tingkat inflasi inti sebelum menaikkan suku bunga acuan. Deputi Gubernur BI Juda Agung menegaskan akan terus mewaspadai risiko negatif yang bisa timbul akibat dinamika perekonomian global.
Juda menyampaikan, seluruh instrumen kebijakan BI akan digunakan untuk menjaga stabilitas sekaligus mendukung pertumbuhan. "BI tetap vigilant dan mempersiapkan untuk menyesuaikan suku bunga acuan jika tanda kenaikan inflasi inti tinggi mulai terdeteksi," kata Juda di Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7).
Pengelolaan ekonomi Indonesia, kata Juda, masih dihadapkan pada permasalahan ekonomi global yang kompleks dan dinamika yang diwarnai oleh ketidakpastian. Akan tetapi, upaya untuk menghadapi permasalahan tersebut tidak bisa hanya mengandalkan satu kebijakan.
Menurut dia, diperlukan bauran kebijakan yang tidak terbatas hanya pada bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial, tapi juga mengoptimalkan kebijakan di sistem pembayaran. Konsep bauran kebijakan perlu dipahami dengan baik agar publik tidak terpaku hanya pada satu instrumen saja.
#SobatRupiah, saat ini bank sentral menghadapi berbagai macam tantangan seperti pengelolaan nilai tukar dan arus modal di tengah ketegangan geopolitik. Bagaimana bauran kebijakan dapat dilaksanakan secara optimal dalam rangka #BeriMakna pemulihan ekonomi global? pic.twitter.com/G79AxnhPAJ — Bank Indonesia (bank_indonesia) July 13, 2022
"Perlu terus dilakukan enhancement agar dapat menavigasi perubahan lingkungan strategis dan tantangan ke depan," katanya.
Juda menekankan pentingnya inovasi dan sinergi kebijakan serta kolaborasi yang kuat untuk mendukung penguatan kerangka bauran kebijakan yang efektif. BI pun menginisiasi flagship program central bank policy mix yang didetailkan dalam empat bagian besar.
Pertama adalah eksplorasi terkait konsep, implementasi, dan tantangan ke depan. Kedua, konsep kebijakan moneter terutama berkaitan dengan menjaga stabilitas eksternal.
Ketiga, terkait stabilitas sistem keuangan dan keempat terkait strategi menavigasi tantangan ke depan. Menurut Juda, ada cukup ruang untuk meningkatkan bauran kebijakan dari bank sentral.
Ekonom Core Indonesia, Piter Abdullah, menilai kenaikan suku bunga acuan bukan semata untuk menahan lonjakan inflasi, melainkan lebih pada menahan pelemahan rupiah. Kenaikan suku bunga acuan rupiah tidak berarti membuat inflasi tetap rendah.
"Inflasi masih akan naik karena faktor bahan pangan bergejolak, harga yang diatur pemerintah, dan juga inflasi akibat impor. Tapi, dengan kenaikan suku bunga bisa menahan expected inflation," kata Piter kepada Republika, Rabu (13/7).
Berdasarkan data BPS, inflasi inti per Juni 2022 berada di kisaran 2,63 persen (yoy). Angka itu relatif stabil sejak April 2022. Piter menilai tingkat inflasi inti belum cukup kritis hingga perlu menaikkan suku bunga.
Dengan demikian, menurut Piter, kenaikan suku bunga dapat dilakukan untuk menahan keluarnya modal asing sekaligus menahan pelemahan rupiah. Saat ini, BI mengandalkan triple intervention dan ketahanan cadangan devisa untuk menjaga stabilitas rupiah.
Pada 13 Juli 2022, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp 14.985. Piter mengingatkan, bank sentral AS Federal Reserve masih akan menaikkan suku bunganya sehingga aliran modal asing keluar yang bisa melemahkan rupiah harus terus diantisipasi.
Masa jabatan Anggota Dewan Komisioner OJK periode 2017-2022 akan berakhir pada tahun ini. pic.twitter.com/sAE6qUbdL2 — OJK Indonesia (ojkindonesia) July 13, 2022
Waspada Hiperinflasi
Jajaran Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2017-2022 menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Presiden pada Rabu (13/7). Ketua DK OJK Wimboh Santoso mengatakan, kehadirannya bersama anggota DK OJK lain untuk berpamitan menjelang purnatugas.
Dalam pertemuan tersebut, Wimboh mengapresiasi kerja sama dengan pemerintah, terutama di masa-masa sulit akibat pandemi Covid-19. Menurut dia, pemerintah bisa menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan negara serta mampu menangani pandemi Covid-19.
“Ini diakui di seluruh dunia bahwa kita bisa mendapatkan vaksin dengan cepat, kita bisa mendistribusikan vaksin dengan cepat, dan bahkan herd immunity sudah terjadi di Indonesia. Indikatornya bahwa 80 persen dari penduduk sudah divaksin dan Indonesia sudah mencapai itu,” ujar Wimboh.
Wimboh mengingatkan, tantangan ke depan tak semakin mudah. Pemerintah masih akan menghadapi terjadinya hiperinflasi, naiknya harga di sektor energi serta beberapa komoditas lainnya, dan adanya normalisasi kebijakan suku bunga the Fed.
“Ini semua harus kita jawab dengan kebijakan-kebijakan yang terukur dan tepat. Tepatnya bukan tepat sasaran, tapi juga tepat waktu di segala sektor, terutama kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan juga kebijakan sektor jasa keuangan,” ungkapnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Bahana TCW Kembangkan Reksa Dana Syariah Saham
Reksa dana syariah ini memiliki fokus investasi di saham-saham perusahaan industri kesehatan global.
SELENGKAPNYABI Kawal Pengembangan Mata Uang Digital
Eropa menghindari penggunaan uang digital sebagai alat investasi.
SELENGKAPNYAKUR BRI Serap 32,1 Juta Lapangan Kerja
Sejauh ini penyaluran KUR baru mencapai sekitar Rp 260 triliun.
SELENGKAPNYA