Ekonomi
BI Kawal Pengembangan Mata Uang Digital
Eropa menghindari penggunaan uang digital sebagai alat investasi.
NUSA DUA -- Bank Indonesia (BI) terus mendalami pengembangan mata uang digital bank sentral atau central bank digital currency (CBDC). BI menargetkan akan mengeluarkan white paper pengembangan rupiah digital pada akhir tahun ini.
Deputi Gubernur BI Doni P Joewono mengatakan, berbagai bank sentral berhati-hati dan terus mempelajari kemungkinan dampak dari CBDC tersebut, termasuk Indonesia.
"BI sudah siapkan white paper yang bisa kita bahas bersama dan tentu meminta tanggapan dan masukan dari para pelaku industri," kata Doni di Nusa Dua, Bali, Selasa (12/7).
Mayoritas bank sentral dunia telah melakukan tahapan riset dan percobaan sesuai dengan karakteristik negaranya masing-masing. Potensi dan peluangnya yang luas masih dibarengi dengan berbagai risiko sehingga perlu standardisasi serta regulasi.
Salah satu dampak digitalisasi dan pandemi Covid-19 adalah akselerasi pengembangan sistem keuangan. Aset kripto menjadi salah satu segmen yang berkembang pesat dan memiliki potensi untuk mengembangkan inklusi dan efisiensi sistem keuangan.
Bagaimana skema CBDC yang tepat untuk bank sentral?
Selengkapnya https://t.co/1k785cssiH — Bank Indonesia (bank_indonesia) July 12, 2022
Akan tetapi, di sisi lain, kripto juga berpotensi menimbulkan sumber risiko baru yang dapat memengaruhi stabilitas ekonomi, moneter, dan sistem keuangan. Guna mengatasi risiko terhadap stabilitas dari aset kripto tersebut, dibutuhkan kerangka regulasi yang memadai.
"Keberadaan aset kripto juga melatarbelakangi bank sentral dalam menjajaki desain dan penerbitan CBDC atau mata uang digital yang diterbitkan oleh bank sentral," katanya.
Doni mengatakan, penerbitan CBDC dilakukan berdasarkan enam tujuan. Pertama, menyediakan alat pembayaran digital yang bebas risiko karena menggunakan uang bank sentral. Kemudian, CBDC juga memitigasi risiko non-sovereign digital currency, memperluas efisiensi dan tahapan sistem pembayaran termasuk lintas negara, memperluas dan mempercepat inklusi keuangan, menyediakan instrumen kebijakan moneter baru, dan memfasilitasi distribusi subsidi fiskal.
Eropa menjadi salah satu kawasan yang sedang menyiapkan euro digital. Director General Market Infrastructures and Payment European Central Bank (ECB) Ulrich Bindseil mengatakan, euro digital dibuat untuk menjadi jangkar stabilitas di negara-negara jangkauan euro.
Meski begitu, ia menekankan pentingnya aspek kehati-hatian karena ada potensi dampak pada kebijakan moneter, stabilitas keuangan, dan layanan intermediasi keuangan. Harus ada juga regulasi yang mengatur dampak risiko, baik pada waktu normal maupun pada saat ada tekanan keuangan.
"Kami menekankan juga, penggunaannya sebagai alat investasi harus dihalangi. Digital euro didesain dengan effective tools untuk mencegahnya digunakan sebagai alat investasi," katanya.
Dana Moneter Internasional (IMF) menilai keberadaan CBDC tidak akan menggantikan uang fiat yang ada saat ini. Division Chief Monetary and Capital Markets Department IMF Tommaso Mancini Griffoli mengatakan, CBDC punya spektrum potensi dan risiko yang luas.
"Saya rasa kita tidak akan tiba di dunia yang hanya punya CBDC. Saya pikir kita tidak perlu juga," katanya.
Menurut dia, CBDC bisa menjadi lebih menarik bagi masyarakat karena lebih mudah disimpan sebagai uang digital. Karena itu, saat diperkenalkan, adopsi CBDC bisa mengurangi komposisi dari uang fiat yang ada saat ini.
Meski demikian, dalam konteks simpanan di bank komersial, CBDC belum pasti bisa menghasilkan keuntungan seperti simpanan uang konvensional yang ada saat ini. Uang fiat saat ini dapat menghasilkan bunga karena digunakan untuk kredit. "Bank komersial bisa menawarkan bunga yang lebih tinggi dan lebih aman sebagai simpanan," katanya.
Tommaso mengatakan, perlu diingat bahwa CBDC adalah liabilitas dari bank sentral sehingga adopsi CBDC dapat mengurangi uang yang ada di deposit perbankan. Perlu diperhatikan juga bahwa CBDC sangat membutuhkan pengaturan secara domestik. Itu karena CBDC bisa mengurangi mata uang lokal.
"Seseorang bisa saja lebih memilih memiliki CBCD dari mata uang asing karena lebih mudah atau lebih dibutuhkan dalam transaksi mereka," katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Kemenparekraf Bantu Kerja Sama Pendanaan Syariah
Indonesia telah menjadi pasar konsumen halal terbesar di dunia.
SELENGKAPNYABPH Migas Tunggu Revisi Perpres Subsidi Energi
BPH Migas juga meningkatkan pengawasan atas penyaluran BBM subsidi.
SELENGKAPNYAHarga Cabai dan Bawang Terus Naik
Persoalan penawaran dan permintaan yang tak seimbang belum mendapatkan solusi.
SELENGKAPNYA