Kabar Utama
Harga Pangan Pemicu Utama Inflasi pada Mei
Harga komoditas pangan dan energi global juga terus mengalami lonjakan sepanjang April 2022.
JAKARTA – Laju inflasi nasional selama bulan Mei 2022 tercatat sebesar 0,40 persen secara bulanan atau month to month (mtm). Inflasi terjadi karena adanya peningkatan indeks harga konsumen (IHK) dari 109,98 pada April menjadi 110,42 pada Mei. Kenaikan harga pangan pokok menjadi pemicu utama kenaikan inflasi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono mengatakan, dengan laju inflasi mtm sebesar 0,4 persen, inflasi tahun kalender atau year to date (ytd) sebesar 2,56 persen. Adapun inflasi secara tahunan atau year on year (yoy) mencapai 3,55 persen. “Inflasi tahunan 3,55 persen yoy ini merupakan yang tertinggi sejak Desember 2017,” kata Margo dalam konferensi pers, Kamis (2/6).
Inflasi harga pangan bergejolak atau volatile foods menjadi yang tertinggi sepanjang Mei 2022 dibandingkan inflasi harga diatur pemerintah (administered prices) maupun inflasi inti. Inflasi volatile foods sepanjang Mei tercatat mencapai 0,94 persen dan memberikan andil terhadap keseluruhan inflasi sebesar 0,16 persen. “Komoditas yang paling memberikan andil paling besar adalah telur ayam ras, bawang merah, dan daging sapi,” kata Margo.
Margo mengatakan, komoditas telur ayam ras pada bulan Mei menyumbang inflasi sebesar 0,05 persen di tingkat konsumen maupun di level perdagangan besar atau produsen. Kenaikan telur ayam ras berkaitan erat dengan naiknya harga pakan yang menggunakan bahan baku impor, seperti gandum yang tengah mengalami kenaikan harga dunia.
“Dari pengamatan kita, ini disebabkan kenaikan harga pakan ayam dan tingginya permintaan karena adanya kenaikan harga telur ayam ras di berbagai kota,” kata Margo.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) pun mencatat hingga Kamis (2/6), telur ayam ras segar terus mengalami kenaikan mencapai Rp 28.900 per kg rata-rata nasional. Harga itu mengalami kenaikan 0,87 persen dari hari sebelumnya.
Kelompok kedua yang turut mengalami inflasi cukup besar adalah transportasi, yakni sebesar 0,65 persen dengan andil 0,08 persen. Tingginya inflasi kelompok ini karena tarif angkutan udara yang memberikan andil inflasi 0,07 persen. “Kenaikan tarif dikarenakan tingginya permintaan menjelang hari raya dan arus balik mudik,” katanya.
Dampak perang
Di sisi lain, harga komoditas pangan dan energi global juga terus mengalami lonjakan sepanjang April 2022. Naiknya harga pangan dan energi pun meningkatkan proyeksi inflasi, baik negara maju maupun berkembang hingga akhir tahun ini.
BPS mencatat, harga gandum di bulan April mencapai 495,3 dolar AS per metrik ton, naik 1,85 persen mtm dibandingkan Maret 2022. Harga kedelai mencapai 720,8 dolar AS atau naik 0,03 persen yoy. Sementara harga jagung sebesar 348,2 dolar AS per ton, meningkat 3,77 persen mtm.
Adapun untuk harga minyak sawit mentah (CPO) turun 5,3 persen mtm menjadi 1.682,7 dolar AS per ton. Namun, masih lebih tinggi 56,09 persen yoy jika dibandingkan April 2021. Selanjutnya pada komoditas energi, harga minyak mentah rata-rata sebesar 103,4 dolar AS per ton. Mengalami penurunan 7,99 persen mtm namun masih jauh lebih tinggi dibanding bulan sama tahun lalu sebesar 64,28 persen yoy.
Margo menyebut kenaikan harga komoditas saat ini akibat konflik Rusia-Ukraina. Situasi ini akan meningkatkan inflasi dunia. Saat ini tercatat ada sekitar 10 negara yang melakukan pembatasan ekspor pangan dan pupuk selama krisis perang Rusia-Ukraina. Negara yang membatasi ekspor pangan di antaranya Ukraina, Rusia, Turki, Argentina, Mesir, Malaysia, dan India.
Sementara negara yang membatasi ekspor pupuk yakni Ukraina, Rusia, China, Vietnam, dan Kyrgyztan. “Ini semua akan berdampak secara global maupun dampak kepada Indonesia,” ujar dia.
Lonjakan harga gandum dunia di tengah eskalasi perang Rusia-Ukraina telah dirasakan oleh Indonesia. BPS menyebut, dampak inflasi itu sudah dirasakan pada perdagangan besar di level industri sebagai produsen. Inflasi pada produk gandum sudah terlihat dari Indeks Harga Perdagangan Besar di sektor industri. Tepung terigu dan mie kering instan, yang merupakan produk turunan gandum, menyumbang inflasi pada harga perdagangan besar (HPB) 0,01 persen.
Kendati demikian, pihaknya meminta pemerintah untuk dapat lebih waspada terhadap kenaikan sejumlah harga komoditas pangan. Terlebih di tengah perang Rusia-Ukraina yang masih belum usai. Kewaspadaan terutama harus tertuju pada produk-produk industri yang menggunakan bahan baku impor.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah mengatakan, gejolak harga pangan dunia tidak diketahui hingga kapan akan berlanjut. Namun kenaikan harga pangan dunia seperti gandum tak perlu dikhawatirkan berlebih. Sebab, makanan olahan gandum di Indonesia lebih dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas. Lagi pula, kata dia, Indonesia memiliki banyak subsitusi pangan pokok.
Rusli menilai, langkah antisipasi yang perlu dipersiapkan Indonesia adalah menjaga sumber pangan pokok yang bisa diproduksi, terutama beras. “Justru yang perlu dikhawatirkan adalah kenaikan harga bahan baku pupuk karena dampaknya bisa membuat harga pangan domestik naik,” kata Rusli.
Pupuk yang dipersiapkan tahun ini akan digunakan sebagai bekal produksi tahun depan. Sementara itu, negara-negara produsen pupuk seperti Cina tengah melakukan restriksi ekspor bahan baku pupuk. Situasi itu, menurut Rusli, membahayakan stabilitas harga beras yang menjadi pangan pokok utama. Meskipun, kata dia, sejak 2019 lalu tidak terdapat gejolak terhadap harga beras di dalam negeri.
“Saya kira tahun 2022 ini harus benar-benar waspada gejolak harga pupuk ini. Kita tidak tahu sampai kapan situasi ini akan berlangsung,” kata Rusli.
Deputi Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir, mengatakan, pemerintah akan menambah subsidi dan kompensasi harga energi untuk menahan laju inflasi pangan yang terjadi. “Selain itu juga menjaga kelancaran distribusi pangan,” ujar dia.
Sorgum Jadi Alternatif Bahan Pangan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin menjadikan sorgum sebagai alternatif pangan selain beras, jagung, dan sagu. Langkah ini sebagai antisipasi terhadap adanya ancaman krisis pangan dunia, dengan melakukan diversifikasi pangan seperti sorgum.
Dalam kunjungannya ke Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jokowi mengingatkan adanya peringatan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) terkait ancaman krisis pangan dunia. Ancaman krisis pangan dunia saat ini pun sudah mulai terlihat dari kenaikan berbagai harga pangan dunia. Menurut Presiden, negara perlu memiliki rencana besar untuk menghadapi ancaman tersebut.
“Kita ingin banyak alternatif banyak pilihan yang bisa kita kerjakan di negara kita, diversifikasi pangan, alternatif-alternatif bahan pangan. Tidak hanya bergantung pada beras karena kita memiliki jagung, memiliki sagu, juga sebetulnya tanaman kita adalah sorgum, barangnya ini. Sudah dicoba di Kabupaten Sumba Timur seluas 60 hektare,” kata Jokowi usai menanam bibit dan meninjau panen sorgum di Sumba Timur, yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (2/6).
Ia mengatakan, pengembangan tanaman sorgum di Sumba Timur ini berhasil dilakukan dan bernilai ekonomi. Hasil panen sorgum di Sumba Timur, menurut dia, bisa mencapai hingga 5 ton per hektare. Selain itu, industri pengolahan sorgum juga bisa menciptakan lapangan kerja dan merekrut banyak tenaga kerja yang dibutuhkan.
“Hasilnya, per hektare per tahun bisa bersih kurang lebih 50-an juta (rupiah), ini juga sangat bagus. Artinya, kalau dibagi 12, per bulan mencapai kurang lebih 4 jutaan, ini kan juga sebuah hasil yang tidak kecil,” ujar Jokowi.
Karena itu, Presiden menginstruksikan jajaran kepala daerah untuk memastikan luasan lahan yang dapat digunakan untuk lahan pertanian sorgum. Dengan demikian, Indonesia tak hanya bergantung pada komoditas impor, seperti gandum juga jagung.
“Di sini sudah dicoba jagung kurang berhasil. Coba sorgum sangat berhasil karena sebelumnya, sorgum sudah cukup baik dan ditanam petani kita di Sumba Timur dan Provinsi NTT,” kata Jokowi.
Jokowi ingin lahan pertanian sorgum di Provinsi NTT dapat diperluas sehingga Indonesia bisa memiliki alternatif bahan pangan lainnya. Ia juga mendorong dilakukan ekspor sorgum jika kebutuhan nasional sudah terpenuhi.
“Kita akan perbesar tanaman sorgum ini di Provinsi NTT, dengan harapan kita miliki alternatif pangan dalam rangka krisis pangan dunia. Kalau kita ada berlebih, ada stok, ya nggak apa-apa, justru ini yang ingin kita ekspor dan menghasilkan devisa bagi negara,” ujar dia.
View this post on Instagram
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Penembakan Massal dan Politik Kontrol Senjata di AS
Penembakan massal di AS sering terjadi tanpa ada tindakan mengatur kepemilikan senjata api.
SELENGKAPNYATambahan Anggaran Biaya Haji Disetujui
Perlu diperhitungkan dengan cermat dan akuntabel setiap penggunaan dana haji yang saat ini dikelola.
SELENGKAPNYARusia Kembali Tutup Pasokan Gas ke Eropa
Uni Eropa sepakat melakukan embargo parsial terhadap komoditas minyak Rusia.
SELENGKAPNYA