Kabar Utama
Rusia Kembali Tutup Pasokan Gas ke Eropa
Uni Eropa sepakat melakukan embargo parsial terhadap komoditas minyak Rusia.
MOSKOW – Perusahaan gas Rusia, Gazprom, telah menangguhkan pasokan gasnya ke perusahaan energi asal Denmark, Orsted Salg & Service A/S dan perusahaan Shell Energy Europe. Hal itu karena kedua perusahaan gagal memenuhi syarat pembelian gas dari Gazprom, yakni dengan menggunakan mata uang Rubel.
“Sampai dengan akhir hari kerja 31 Mei, Gazprom Export belum menerima pembayaran dari Orsted Salg & Service untuk gas yang dipasok pada bulan April, yang harus dilakukan sesuai dengan Keputusan Presiden Rusia Nomor 172 tertanggal 31 Maret 2022,” kata Gazprom dalam sebuah pernyataan, Rabu (1/6), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Gazprom pun mengaku belum menerima pembayaran dari Shell Energy Europe untuk pembelian gas April lalu. “Pembayaran untuk gas yang dipasok sejak 1 April harus dilakukan dalam Rubel melalui perincian akun baru, yang telah diberitahukan kepada pihak mitra,” kata Gazprom.
Pada 2021, Gazprom Export memasok 1,97 miliar meter kubik gas ke Orsted Salg & Service. Jumlah itu merupakan dua per tiga dari total konsumsi gas di Denmark. Sementara kontrak antara Gazprom dan Shell Energy Europe Limited, yakni menyediakan pasokan hingga 1,2 miliar meter kubik gas ke Jerman.
Pada Selasa (31/5) lalu, Gazprom pun telah memperpanjang pemangkasan suplai gasnya ke GasTerra, perusahaan yang membeli dan memperdagangkan gas atas nama pemerintah Belanda. GasTerra mengatakan, ia telah menemukan kontrak di tempat lain untuk memperoleh pasokan 2 miliar meter kubik gas yang diharapkan diterima dari Gazprom antara Juni dan Oktober.
Sebelumnya Rusia pun sudah menyetop pasokan gas alamnya ke Bulgaria, Finlandia, dan Bulgaria. Hal itu karena ketiga negara tersebut menolak melakukan pembelian dengan menggunakan rubel.
Ditutupnya aliran gas Rusia telah memicu kenaikan harga gas serta berkontribusi pada melonjaknya inflasi. Di sisi lain, hal itu memberi tekanan pada pemerintah dan perusahaan di Eropa untuk menemukan pemasok alternatif selain Moskow, termasuk fasilitas penyimpanannya.
Embargo minyak
Meski situasinya demikian, pada Selasa (31/5) malam lalu, Uni Eropa sepakat melakukan embargo parsial terhadap komoditas minyak Rusia. Hungaria, Slovakia, serta Republik Ceko diberi pengecualian dan tetap diperkenankan memperoleh pasokan minyak Rusia yang dikirim lewat pipa Druzhba.
Keputusan embargo yang sudah diperdebatkan selama berpekan-pekan bertujuan menghentikan 90 persen impor minyak mentah Rusia ke 27 negara anggota Uni Eropa. Hal itu akan berlaku penuh akhir tahun ini. “Sanksi itu memiliki satu tujuan yang jelas: Untuk mendorong Rusia mengakhiri perang ini, untuk menarik pasukannya, serta untuk menyetujui perdamaian yang masuk akal dan adil dengan Ukraina,” kata Kanselir Jerman Olaf Scholz.
Embargo yang dilakukan perhimpunan Benua Biru akan menjadi sanksi paling keras terhadap Moskow sebagai konsekuensinya menyerang Ukraina. Namun di sisi lain, sanksi tersebut bakal turut mempengaruhi Uni Eropa. Pada 2020, Rusia merupakan pemasok seperempat impor minyak Uni Eropa. Sementara Eropa adalah tujuan hampir setengah dari ekspor minyak mentah dan produk minyak Rusia.
Negara-negara Uni Eropa akan memiliki waktu enam bulan untuk menghentikan impor minyak mentah Rusia melalui laut. Sementara untuk menyetop pasokan produk olahan minyak Rusia, Uni Eropa mempunyai waktu delapan bulan. Garis waktu itu bakal dimulai setelah sanksi secara resmi diadopsi. Negara anggota Uni Eropa berkeinginan agar hal tersebut bisa dilakukan pekan ini.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengapresiasi langkah Uni Eropa mengembargo komoditas minyak Rusia. Menurutnya, hal itu akan membuat Moskow kehilangan pendapatan puluhan miliar euro. “Pada akhirnya tidak boleh ada hubungan ekonomi yang berarti antara dunia bebas dan negara teroris,” ujar Zelensky dalam pidatonya pada Selasa malam.
Presiden Dewan Uni Eropa Charles Michel mengatakan, para pemimpin negara anggota sepakat melarang ekspor minyak Rusia ke-27 negara yang bergabung dalam blok tersebut. Langkah terbaru itu disebut sebagai sikap menghukum Moskow atas invasinya ke Ukraina. “Ini mencakup lebih dari dua pertiga impor minyak dari Rusia, memotong banyak sumber pembiayaan mesin perangnya,” cicit Michel di Twitter.
Ia menambahkan, para pemimpin blok Eropa juga setuju untuk memotong bank terbesar Rusia yakni Sberbank dari sistem SWIFT. Serta melarang tiga stasiun televisi Rusia lagi untuk mengudara di Eropa.
Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen mengatakan, negara-negara anggota Uni Eropa sudah menyetujui ‘prinsip-prinsip’ melarang impor minyak Rusia. “Saya sangat senang para pemimpin dapat sepakat dalam prinsipnya pada paket sanksi keenam,” kata dia.
“Kini seharusnya Dewan dapat memfinalisasi larangan hampir 90 persen semua impor minyak Rusia pada akhir tahun. Ini merupakan langkah maju yang penting. Sisanya hanya 10 persen, kami akan segera kembali ke masalah 10 persen minyak pipa ini,” tambah von der Leyen.
Gandum Sebagai Senjata Perang
Paus Fransiskus, tanpa menyebut langsung ke Rusia, menyerukan agar blokade ekspor gandum dari Ukraina dicabut. Dia menekankan, gandum tidak dapat digunakan sebagai ‘senjata perang’.
“Pemblokiran ekspor gandum dari Ukraina sangat mengkhawatirkan karena kehidupan jutaan orang bergantung padanya, terutama di negara-negara miskin,” kata Paus Fransiskus saat berbicara di hadapan ribuan jemaat yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus, Rabu (1/6).
Dia mengimbau agar gandum tidak dilibatkan atau digunakan sebagai senjata perang. “Saya mengimbau sepenuh hati agar segala upaya dilakukan untuk mengatasi masalah ini, guna menjamin hak universal atas nutrisi. Silakan! Jangan gunakan gandum, bahan pangan pokok, sebagai senjata perang,” ucapnya.
Konflik Rusia-Ukraina telah menyebabkan penurunan rantai pasokan gandum. Menurut PBB, kedua negara tersebut memproduksi dan mendistribusikan 30 persen gandum di dunia. Di Afrika, 25 negara mengimpor lebih dari sepertiga gandum mereka dari Ukraina dan Rusia. Perang telah menghambat Ukraina melakukan pengiriman gandum dan komoditas lainnya ke luar negeri. Sementara sanksi Barat juga mencegat Rusia melakukan hal serupa.
Bulan lalu, Paus Fransiskus telah mengajukan permintaan untuk bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin. Tujuan Paus Fransiskus menemuinya adalah berusaha mengakhiri konflik di Ukraina. “Saya bersedia pergi ke Moskow. Tentu saja, pemimpin Kremlin perlu mengizinkan pembukaan. Kami belum menerima tanggapan dan kami masih bersikeras,” kata Paus Fransiskus dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Italia, Corriere Della Sera, yang diterbitkan pada 3 Mei lalu.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan, langkah Rusia memblokir pelabuhan Ukraina menghalangi negara itu mengekspor 22 juta ton gandum. Hal ini memicu krisis pangan dunia. Dalam pidato rutinnya, Zelenskyy mengatakan pemblokiran itu mengancam negara-negara yang bergantung pada gandum mengalami kelaparan. Menurut dia, hal ini dapat menciptakan krisis imigrasi baru.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov mengatakan, Barat dan Ukraina harus bertindak untuk mengatasi krisis pangan global. Menurut Lavrov, mereka bertanggung jawab atas isu yang tengah berlangsung tersebut.
Lavrov mengatakan, negara-negara Barat menciptakan banyak masalah buatan, dengan menutup pelabuhan mereka untuk kapal Rusia. Hal itu telah mengganggu pasokan logistik dan rantai keuangan.
“Mereka perlu mempertimbangkan secara serius apa yang lebih penting bagi mereka: menjelaskan kepada publik tentang masalah ketahanan pangan atau mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan masalah ini,” ucapnya.
Lavrov pun meminta Ukraina menyingkirkan ranjau di perairan teritorialnya. Hal itu guna memungkinkan pelayaran kapal yang aman melalui Laut Hitam dan Laut Azov. “Jika masalah penyingkiran ranjau diselesaikan, Angkatan Laut Rusia akan memastikan perjalanan kapal ini tanpa hambatan ke Mediterania dan seterusnya ke tujuan (mereka),” ujar dia.
Pekan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengatakan, negaranya siap memberikan kontribusi signifikan untuk mencegah krisis pangan global. Namun, hal itu bakal dilakukan jika Barat mencabut sanksi terhadap Moskow terkait agresinya ke Ukraina.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Tambahan Anggaran Biaya Haji Disetujui
Perlu diperhitungkan dengan cermat dan akuntabel setiap penggunaan dana haji yang saat ini dikelola.
SELENGKAPNYAMencermati RUU Sisdiknas (5)
Draf RUU Sisdiknas adalah reduksi luar biasa, bukan hanya dari sudut perundangan, juga dari substansi pendidikan.
SELENGKAPNYABerbincang Soal TKI Hingga Tari Kuda Kepang
Banyak perkara yang tak perlu timbul, tapi timbul karena kurang informasi dan kurang pemahaman.
SELENGKAPNYA