Prof KH Didin Hafidhuddin | Daan Yahya | Republika

Refleksi

Ramadhan dan Keberkahan Ekonomi Umat

Keberkahan berkaitan dengan penguatan aspek ruhiyah mereka yang puasa, juga berdampak ekonomi umat.

Oleh PROF KH DIDIN HAFIDHUDDIN

OLEH PROF KH DIDIN HAFIDHUDDIN 

Bulan suci Ramadhan yang sedang kita jalani adalah bulan yang penuh dengan kemuliaan, keagungan, dan keberkahan. Sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam hadisnya.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Telah datang bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Wajib bagi kalian puasa di bulan itu, pada bulan tersebut pintu-pintu surga dibuka dan ditutup pintu-pintu neraka, dan setan dirantai. Pada bulan tersebut terdapat malam yang lebih baik dari 1.000 bulan. Barang siapa yang terhalang mendapatkan kebaikannya, maka terhalanglah ia” (HR Ahmad, Nasa’i, dan Baihaqi).

Keberkahan itu di samping berkaitan dengan penguatan aspek ruhiyah orang yang berpuasa, seperti kejujuran, keikhlasan, ketaatan, serta kesabaran, juga memiliki dampak ekonomi umat yang sangat besar. Sebagai contoh, menurut catatan Bank Indonesia 2021, peredaran uang selama Ramadhan tahun yang lalu (2021) adalah Rp 154,5 triliun, naik dari Rp 109 triliun (2020). Padahal, pada kedua tahun itu kita sedang dilanda Covid-19. 

Mungkin tahun ini karena Covid-19 sudah dianggap melandai diperkirakan akan lebih besar dan lebih banyak. Ini menunjukkan besarnya potensi ekonomi yang terjadi pada bulan Ramadhan sekaligus menggambarkan sesungguhnya penggalian potensi ekonomi umat ini diharapkan berlanjut pada bulan-bulan berikutnya pasca Ramadhan. Karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah bersama dalam menggali potensi ekonomi ini.

 
Keberkahan itu di samping berkaitan dengan penguatan aspek ruhiyah orang yang berpuasa, juga memiliki dampak ekonomi umat yang sangat besar. 
 
 

Pertama, menguatkan literasi dan edukasi bagi umat tentang ekonomi syariah dengan segala potensi yang dimilikinya dan upaya-upaya untuk menggalinya secara terus-menerus dengan bahasa yang mudah dipahami dan mudah dicerna oleh masyarakat dalam berbagai level dan tingkatan.

Kedua, membangun kekuatan etos kerja dan etos usaha umat bahwa kerja dan usaha mencari rezeki yang halal itu adalah bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Karena itu harus dilakukan dengan penuh kesungguhan.

Allah sangat memuji generasi sahabat yang melakukan kegiatan ekonomi di pasar sekaligus kegiatan ibadah berjamaah di masjid-masjid. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam QS an-Nur (24) ayat 37: “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual-beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.”

Ayat tersebut di atas menjelaskan bahwa sesibuk apa pun kegiatan ekonomi di pasar, tetapi mereka tetap melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat, berdoa, dan berzikir menyebut asma Allah. Itu karena visi dan misi hidup mereka adalah mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan di akhirat dan menjadikan dunia sebagai sarana untuk beribadah kepada-Nya.

Dalam berbagai hadis, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa mencari rezeki halal merupakan sebuah kewajiban dan para pebisnis yang jujur, yang terpercaya, kelak di surga-Nya akan dikumpulkan bersama dengan para nabi, para syuhada, dan para shalihin. Bahkan, Rasulullah SAW berlindung kepada Allah SWT dari sifat malas, enggan bekerja, dan tidak mau berikhtiar mencari rezeki dan karunia Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam QS al-Mulk (67) ayat 15: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

 
Ayat tersebut menjelaskan bahwa sesibuk apa pun kegiatan ekonomi di pasar, tetapi mereka tetap melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat, berdoa, dan berzikir menyebut asma Allah. 
 
 

Juga perintah Allah SWT pada orang-orang yang beriman setelah selesai melaksanakan shalat Jumat berjamaah untuk kembali bekerja, berdagang, dan atau melakukan kegiatan ekonomi lainnya. Lihat firman-Nya dalam QS al-Jumu’ah (62) ayat 10: “Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

Ketiga, menguatkan kesadaran umat untuk berhubungan dengan lembaga keuangan syariah yang bebas dari riba, seperti bank syariah dan asuransi syariah. Firman Allah dalam Alquran surah al-Baqarah (2) ayat 275-276: 

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (275). Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa (276).”

Keempat, merintis dan menguatkan hubungan antara pengusaha Muslim (ekonomi berjamaah) sekaligus juga dengan para jamaahnya, terutama jamaah masjid. Perhatikan firman Allah dalam QS an-Nisa’ (4) ayat 29:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

 
Kita juga perlu melihat bahwa masalah-masalah ekonomi adalah salah satu prioritas yang harus dibahas di masjid-masjid.
 
 

Kelima, menggencarkan kajian-kajian ekonomi syariah dan program ekonomi masjid. Dalam salah satu hadis dikatakan bahwa “Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid, dan tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar”. Artinya, yang menguasai pasar itu harus orang-orang yang terbiasa ke masjid, seperti tergambar dalam QS an-Nur ayat 37 tadi.

Kita juga perlu melihat bahwa masalah-masalah ekonomi adalah salah satu prioritas yang harus dibahas di masjid-masjid. Masjid adalah institusi yang paling dekat dengan grassroot. Salah satu fungsi yang belum banyak kita temui adalah fungsi ekonomi. Alhamdulillah, sekarang di beberapa masjid sudah mulai muncul program-program ekonomi yang berbentuk koperasi maupun yang lainnya.

Keenam, menguatkan kesadaran umat untuk berzakat melalui amil zakat yang amanah dan bisa dipercaya. Sejatinya zakat tidak mungkin berfungsi menggerakkan kegiatan ekonomi sekaligus juga kegiatan pengentasan kemiskinan tanpa dilakukan melalui amil zakat. Di Indonesia, amil zakat itu adalah Baznas, LAZ, atau UPZ, seperti masjid dan lembaga pendidikan. Perhatikan firman-Nya dalam QS at-Taubah (9) ayat 60 dan 103.

Ketujuh, menguatkan kesadaran umat untuk terus-menerus melakukan kegiatan berinfak dan bersedekah maupun juga berwakaf, termasuk berwakaf produktif. Alhamdulillah, survei yang dilakukan oleh Charities Aid Foundation (CAF), Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara dengan World Giving Index atau negara dengan kedermawanan tertinggi di dunia.

Tentu akan lebih kuat jika kesadaran ini dijaga dan dikembangkan dengan proyek-proyek ekonomi keumatan.

 
Ketujuh, menguatkan kesadaran umat untuk terus-menerus melakukan kegiatan berinfak dan bersedekah maupun juga berwakaf, termasuk berwakaf produktif.
 
 

Kedelapan, di samping mengaktifkan kegiatan ekonomi syariah melalui masjid, juga melalui lembaga-lembaga pendidikan Islam, seperti pondok pesantren (jumlahnya sangat banyak) juga melalui kampus-kampus Islam dan pengajian-pengajian rutin di berbagai kelompok. Sekaligus sarana penguatan literasi umat terhadap ekonomi syariah.

Akhirnya, penggalian potensi ekonomi umat ini harus dilakukan dengan penuh kesadaran, keikhlasan, dengan manajemen dan sistem yang rapi dan dengan teknologi yang canggih serta SDM-SDM yang berkualitas yang paling tidak memiliki dua syarat, yaitu hafidzun dan alimun. Seperti diisyaratkan dalam QS Yusuf (12) ayat 55: “Berkata Yusuf: ‘Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.’”

Wallahu A’lam bi ash-Shawab.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Lepas Subuh, Israel Kembali Serang Al-Aqsa

Sedikitnya 90 warga Palestina luka-luka akibat serangan militer Israel ke Masjid al-Aqsa.

SELENGKAPNYA

Tol Japek Krusial Hadapi Puncak Arus Mudik Lebaran

Tol Japek dan penyeberangan Merak-Bakauheni diprediksi padat signifikan saat puncak arus mudik.

SELENGKAPNYA

Rusia: Serangan Kiev Kian Gencar

Kapal berpandu rudal milik Rusia, Moskva, dilaporkan tenggelam, Kamis (14/4).

SELENGKAPNYA