Nasional
DPR Dalami Masalah Minyak Goreng Lewat Panja
Panja Komoditas Pangan akan bekerja dalam kurun waktu tiga pekan.
JAKARTA -- Komisi VI DPR resmi membentuk panitia kerja (panja) terkait permasalahan pangan, terutama minyak goreng jelang Ramadhan. Mereka tak membentuk panitia khusus (Pansus) hak angket seperti yang diusulkan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Panja untuk mendalami permasalahan minyak goreng karena hal itu merupakan masalah yang harus diatasi oleh Menteri Perdagangan," ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR Mohamad Hekal saat dihubungi, Selasa (22/3).
Menurutnya, pembentukan pansus hak angket kelangkaan dan mahalnya minyak goreng belum perlu dilakukan saat ini. Apalagi, pembentukannya justru dapat membuat kisruh di publik. "Bukan menolak, tetapi memandang belum perlu, nanti tambah kisruh," ujar Hekal.
Komisi VI DPR, kata Hekal, kecewa dengan penjelasan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi terkait langka dan mahalnya minya goreng. Pencabutan harga eceran tertinggi (HET) dan melepasnya sesuai mekanisme pasar juga dia pertanyakan.
"Sangat memalukan bahwa setelah dibebaskan DMO (Domestic Market Obligation), DPO (Domestic Price Obligation), HET, dan PE (persetujuan ekspor), dalam kurang dari satu hari barang melimpah yang sebelumnya langka," ujar Hekal.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Linggih menyatakan, DPR terus bekerja untuk mengawasi perkembangan persoalan minyak goreng, termasuk kebijakan yang diambil pemerintah. Agar ke depan, polemik tak kembali terjadi lewat keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
"Biarkan kami di komisi sedang bekerja. PKS juga punya perwakilan di panja, di Komisi VI. Biarkan kami bekerja, kemarin kami bekerja," ujar Sumarjaya lewat keterangan tertulisnya, Selasa (22/3).
Panja Komoditas Pangan akan berkerja dalam kurun waktu tiga pekan ke depan. Hasilnya akan disampaikan kepada Komisi VI untuk ditindaklanjuti terkait persoalan minyak goreng. "Biarkan panja bekerja, nanti hasil panja apa, dilaporkan ke Komisi VI. Nanti Komisi akan menyikapi hal tersebut," ujar Sumarjaya.
Di samping itu, ia melihat masalah langkanya minyak goreng mulai teratasi dalam beberapa hari terakhir. Namun, ia meminta pemerintah melakukan pemerataan di seluruh wilayah.
"Negara hadir dengan keadilan, dengan cara begitu baru adil. Kalau disubsidi semua negara tidak adil jadi merata memberi bantuannya, kan adil belum tentu merata. Bagi kami yang utama itu pemerintah harus adil di masyarakat," ujar politikus Partai Golkar itu.
Sebelumnya, Fraksi PKS menilai kelangkaan dan kemahalan minyak goreng menjadi permasalahan yang menambah derita masyarakat. Fraksi PKS mengusulkan DPR untuk membentuk pansus hak angket kelangkaan dan kemahalan minyak goreng.
"Pada malam hari ini ingin menyatakan bahwa Fraksi PKS mengajak seluruh anggota fraksi lain, dimulai dari Fraksi PKS untuk mengusulkan dibentuknya pansus hak angket," ujar Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (18/3) pekan lalu.
Menanggapi usulan PKS, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan, usulan itu akan dibahas dalam rapat tingkat Badan Musyawarah (Bamus). "Soal masalah pansus yang diusulkan nanti kita akan kita bawa. Di situ biasanya akan dibahas," ujar Dasco, Selasa (22/3).
Namun, ia menjelaskan belum ada kepastian usulan tersebut akan disetujui dan DPR membentuk pansus hak angket minyak goreng. Sebab, harus ada persetujuan dari fraksi lain untuk merealisasikan usulan itu.
"Disetujui tidak disetujui bergantung pada pendapat para fraksi di Badan Musyawarah. Iya kalau usulan kan memang kalau resmi harus selalu dibahas," ujar Dasco.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Kamis (17/3) pekan lalu, Mendag Muhammad Lutfi menegaskan, pemerintah tak menyerah terhadap permasalahan komoditas pangan saat ini, khususnya minyak goreng. Ia juga membantah, pemerintah tak kalah dengan pengusaha ketika mengeluarkan kebijakan.
"Jadi Bapak Ketua (Komisi VI), kalau kita lihat ini sekarang, kalau ditanya 'apakah kita kalah dengan pengusaha?' tidak," tegas Lutfi.
Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel menilai, ada pengusaha yang berusaha mengambil keuntungan dari langkanya minyak goreng. Hal inilah yang membuat mafia pangan hadir dari kesulitan yang dihadapi masyarakat.
"Mafia pangan itu menurut saya memang sengaja dari awal diciptakan. Nah yang ada sekarang ini para pengusaha ingin mengambil manfaat dari apa, dari celah adanya peluang-peluang yang memungkinkan mereka untuk bisa dapat keuntungan," ujar Rachmat di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (22/3).
Pemerintah, nilai Rachmat, harus mengevaluasi peraturan yang terkait dengan perdagangan komoditas pangan. Menurutnya, saat ini masih ada peraturan yang membuat oknum-oknum tersebut mencari celah dan memanfaatkan untuk mencari keuntungan.
"Kalau sampai yang harus kita evaluasi adalah apakah peraturan-peraturan pemerintah ini sudah membangun iklim orang berdagang maupun investasi yang baik. Ini yang pemerintah harus evaluasi terhadap semua kebijakan dan peraturan, jangan akhirnya menimbulkan masalah yang lain," ujar Rachmat.
Salah satu kebijakan yang harus dievaluasi adalah pelepasan HET minyak goreng. Pemerintah justru mengembalikan harga minyak goreng ke mekanisme pasar.
"Namanya orang mau cari untung, apakah minyak curah itu ada di pasar atau tidak? Siapa yang berhak untuk mengontrol? Saya kira di sini pemerintah dalam hal ini Kemendag. Ada bagian pengawasan badan perlindungan konsumen semua harus turun melihat, semuanya bisa diatur," ujar Rachmat.
"Pemerintah harus kontrol, kenapa investor itu diundang untuk membangun minyak sawit, kan bukan untuk ekspor, (tapi) untuk isi dalam negeri. Ini yang harus kita luruskan satu-satu," sambung mantan Menteri Perdagangan itu.
Kebijakan pemerintah yang tetap mempertahankan HET minyak goreng curah dinilai sudah tepat untuk melindungi rakyat kecil. Pengguna minyak goreng curah umumnya dari UMKM. Karena itu, pemerintah perlu terus meningkatkan edukasi sekaligus kualitas minyak goreng curah.
“HET sudah tepat. Pemerintah harus punya kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat. Peran ekonomi pengendali pasar. pemerintah mengendalikan mana yang perlu, bukan dikendalikan harga. Pemerintah harus memastikan agar HET minyak goreng curah tidak mengikuti pasar,” kata Peneliti Kebijakan Publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro di Jakarta, Senin (21/03).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
KPK Duga Romy Temui Sejumlah Pihak Terkait Pengurusan DAK
Romy tak berkomentar usai pemeriksaan di KPK.
SELENGKAPNYAPraperadilan Tersangka Korupsi Helikopter Ditolak
Panglima TNI tengah mempelajari kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter AW-101.
SELENGKAPNYAJPU Kasasi Vonis Lepas Dua Terdakwa Kasus Km 50
Jaksa menilai ada ketidaksesuaian antara putusan dan pertimbangan hakim.
SELENGKAPNYA