
Kabar Utama
Usulan Biaya Haji Direvisi Jadi Rp 42 Juta
Kemenag optimistis Indonesia akan memberangkatkan jamaah haji 2022.
JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) resmi merevisi usulan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 2022 yang harus ditanggung per jamaah. Dalam usulan alternatif ini, biaya haji reguler menjadi Rp 42 juta atau turun Rp 3 juta dari usulan sebelumnya, yakni sebesar Rp 45 juta.
“Berdasarkan perkembangan yang ada, kami optimistis tahun 2022 akan diselenggarakan ibadah haji tanpa prokes (protokol kesehatan). Kami telah menyiapkan alternatif usulan BPIH dengan asumsi tanpa prokes per jamaah, yaitu Rp 83 juta dan Bipih yang akan dibayar jamaah senilai Rp 42 juta,” kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Hilman Latief, dalam rapat bersama Komisi VIII DPR, Rabu (16/3).
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) terdiri atas dua komponen, yaitu Bipih dan nilai manfaat. Kemenag menghitung rata-rata beban nilai manfaat per jamaah adalah Rp 44.626.113. Dengan demikian, total atau biaya riil penyelenggaraan ibadah haji per jamaah adalah Rp 89.679.481.
Hilman menyebut, usulan sebelumnya menggunakan asumsi kuota 100 persen. Hal ini dilakukan mengingat sampai saat ini Saudi belum memberikan kuota resmi kepada Indonesia. Jika pada akhirnya kuota tidak sampai 100 persen, kata dia, Kemenag akan menghitung ulang usulan komponen BPIH 2022 dengan jumlah kuota yang diperoleh. Hingga saat ini, belum ada kepastian kuota yang diterima Indonesia.

Usulan sebelumnya juga disampaikan menggunakan asumsi adanya prokes dalam penyelenggaraan ibadah haji. Biaya tes PCR di dalam negeri dilakukan dua kali dengan masing-masing senilai Rp 275 ribu dan PCR di Arab Saudi sebanyak tiga kali dengan nilai 675 riyal Saudi atau Rp 2.575.400.
Pun, di dalamnya terdapat komponen akomodasi karantina jamaah di dalam negeri saat tiba di Tanah Air rata-rata sebesar Rp 103.667 dan konsumsi selama karantina Rp 150 ribu selama satu hari. Sementara untuk konsumsi karantina jamaah di Jeddah senilai 300 riyal Saudi atau Rp 1.144.622.
Jika dibandingkan pada 2020, biaya penerbangan dari embarkasi ke Saudi ataupun sebaliknya tahun ini disebut mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Pada 2020, biaya yang dibutuhkan senilai Rp 28,6 juta, kini menjadi sekitar Rp 31 juta.
Harga satuan makan di Madinah yang pada 2020 senilai 896,7 riyal, pada 2022 naik menjadi 982 riyal. Sementara untuk harga satuan makan di Makkah naik dari 13,23 riyal menjadi 20 riyal. Layanan tenda dan AC di Arafah pada 2020 senilai Rp 315 riyal menjadi 345 riyal.
Menurun Hilman, nilai Bipih dalam usulan alternatif ini disebut setelah mengurangi beberapa komponen terkait prokes, seperti karantina dan tes PCR atau antigen, khususnya saat berada di Kerajaan Saudi. Kenaikan beban jamaah atau Bipih saat ini disebut mencapai 20,5 persen.
Ketua Panitia Kerja (Panja) BPIH, Ace Hasan Syadzily, menyebut telah menentukan target kapan kesepakatan biaya haji 2022 ditentukan. Berdasarkan rapat internal Komisi VIII DPR, kesepakatan BPIH 2022 M dilakukan maksimal pada 11 April. “Diharapkan sudah ada kepastian dari penyelenggaraan ibadah haji, termasuk pencairan anggaran,” ujar dia.
Terkait penetapan biaya haji, pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VIII ini mengatakan, ada beberapa komponen biaya yang memang mengalami kenaikan, di antaranya biaya penerbangan. Panja BPIH akan mengundang maskapai penerbangan yang diberi mandat dan terlibat dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Pembahasan masalah komponen biaya penerbangan akan dibahas bersama mereka.
Anggota Komisi VIII Fraksi Golkar Endang Maria Astuti mengatakan, pembahasan usulan biaya haji harus dilakukan secara perinci. Beberapa komponen yang mengalami perubahan, seperti jumlah konsumsi di Madinah yang dahulu 18 menjadi 15 kali, disebut perlu dijelaskan perhitungan dan asumsinya. “Secara keseluruhan, kami berharap sebisa mungkin biaya ditekan, seminimal mungkin,” ujar dia.
Anggota Komisi VIII Fraksi PAN Muhammad Risal mengatakan, perhitungan waktu atau durasi haji juga bisa memengaruhi pembiayaan. Jika biasanya dengan kuota normal 200 ribu lebih jamaah memerlukan waktu hingga 40 hari, jika kuota yang dibuka lebih sedikit memungkinkan untuk mengurangi durasi waktu haji. “Jika kuota lebih kecil, waktunya bisa dikurangi dan mengurangi beban biaya,” ujar dia.

Kepastian kuota haji
Dirjen PHU Hilman Latief optimistis Indonesia akan memberangkatkan jamaahnya untuk ibadah haji 2022. Keyakinan ini muncul setelah melihat sejumlah perkembangan pandemi Covid-19 yang terjadi di Saudi maupun di dalam negeri. Dua tahun terakhir, ibadah haji ditiadakan Pemerintah Arab Saudi karena untuk menghindari penularan Covid-19.
“Bila mengikuti perkembangan terkini penanganan Covid-19 di Arab Saudi, optimisme haji tahun ini mengundang negara lain semakin kuat. Salah satu indikasinya adalah dicabutnya beberapa aturan protokol kesehatan terhitung 5 Maret 2022,” ujar Hilman.
Salah satu aturan yang dicabut terkait pencegahan penyebaran Covid-19 di Saudi adalah jarak sosial di dua masjid suci ataupun masjid lainnya di seluruh wilayah Kerajaan. Aturan jarak sosial juga tidak lagi berlaku di seluruh lokasi aktivitas atau kegiatan.
Penggunaan masker di lokasi terbuka juga bukan lagi menjadi hal wajib. Namun, saat berada di masjid hal ini masih menjadi persyaratan.

Selanjutnya, Kerajaan Saudi juga mencabut syarat lampiran hasil negatif tes PCR ataupun antigen saat kedatangan. Bagi pelancong maupun jamaah umrah yang tiba di sana juga tidak perlu lagi melakukan karantina. “Masa karantina di Indonesia juga cukup satu hari atau pemantauan. Berdasarkan perkembangan ini, kami optimistis haji akan diselenggarakan tanpa adanya prokes yang ketat,” ujar dia.
Dalam rangka memperoleh kepastian penyelenggaraan haji, pihaknya disebut telah melakukan sejumlah upaya, seperti mengunjungi Saudi pada akhir 2021. Kemenag telah bertemu dengan Menteri Urusan Islam Dakwah dan Penyuluhan Saudi, Gubernur Makkah, serta Menteri Haji dan Umrah Saudi.
Kemenag disebut mendapatkan undangan dari Pangeran Khalid al-Faisal selaku Penasihat Penjaga Dua Masjid suci dan Menteri Urusan Haji dan Umrah. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas diminta menghadiri konferensi dan pameran layanan haji dan umrah pada 19 sampai 23 Maret di Jeddah.
“Sampai saat ini kepastian tentang ada atau tidaknya penyelenggaraan haji belum diperoleh. Meski demikian, jika melihat perkembangan terkini, kami optimistis Arab Saudi akan menyelenggarakan haji dengan mengundang jamaah dari negara lain, walau dengan kuota terbatas,” ujar dia.
Beban BPKH
Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Ismed Hasan Putro berharap, kenaikan biaya haji tahun 2022 tidak dibebankan kepada calon jamaah. IPHI mengusulkan kenaikan ini ditanggung pemerintah melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
“Saya berharap kenaikan itu bisa di-cover oleh BPKH, tidak dibebankan kepada jamaah, itu harapan kami,” kata Ismed Hasan Putro saat dihubungi Republika, Rabu (16/3).

Menurut dia, jika memang harus menaikkan biaya haji, implementasinya tidak untuk jamaah yang berangkat tahun ini. Ismed menyebut masih banyak calon jamaah haji yang kesulitan ekonomi karena terdampak pandemi Covid-19. Ismed berharap pemerintah, DPR, dan BPKH mencarikan solusi, bagaimana tahun ini jamaah tidak dibebankan dengan kenaikan biaya haji.
Ismed mengaku, memahami jika usulan kenaikan biaya ibadah haji tahun ini karena beberapa faktor, di antaranya inflasi dan komponen lain. Meski demikian, pemerintah tetap harus mencari solusi agar kenaikan ini tidak menjadi beban jamaah.
“Jamaah banyak yang mengeluh, kalau bisa saya menyampaikan kepada pemerintah agar kenaikan itu jangan sampai membebani jamaah, dan upayakan agar BPKH bisa meng-cover semua kenaikan itu,” katanya.
Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj menilai, kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) dari Rp 35 juta pada 2019 menjadi Rp 42 juta pada 2022, loncatannya terlalu tinggi. Jika pandemi Covid-19 sudah tidak ada dan prokes sudah tidak perlu dijalankan, Mustolih mengusulkan biaya haji tak jauh dari biaya 2019.

Sebelumnya, menteri agama menyampaikan bahwa Kemenag mengusulkan BPIH Rp 45 juta dengan asumsi kenaikan dipicu oleh biaya prokes pada masa pandemi Covid-19. Kalau asumsi kenaikan BPIH adalah prokes, menurut Mustolih, sementara prokes sekarang relatif lebih lentur, baik di negara Indonesia maupun di Arab Saudi maka acuan menaikkan BPIH dengan alasan prokes, tidak relevan dengan hari ini.
Mustolih menilai, kemungkinan biaya haji yang ditanggung per jamaah bisa kembali seharga Rp 35 juta seperti 2019 tidak mungkin terjadi. Meski sudah tidak diterapkan uji usap dan karantina, kenaikan biaya tak terhindarkan. Namun, dia menilai, biaya haji bisa ditekan di kisaran tak jauh dari Rpp 35 juta.
“Kenaikan biaya haji tidak bisa dihindari, kalau alasannya Covid-19 saya meragukan itu. Sebetulnya, pemicu kenaikan harga seharusnya dan sebetulnya disampaikan bukan semata-mata karena Covid-19, tapi karena kenaikan pajak yang dikenakan pemerintah Arab Saudi, harga avtur naik, logika inflasi, dan lain sebagainya,” ujarnya.
Dia mengatakan, kalau kenaikan BPIH Rp 42 juta, angka itu perlu dikoreksi kembali. Sebab, masyarakat akan berat untuk melunasinya karena masih belum pulih akibat dihantam pandemi Covid-19. Tapi jika kenaikan BPIH Rp 2 juta sampai Rp 3 juta dari Rp 35 juta masih bisa dipahami.
Ritel Mulai Naikkan Harga Minyak Goreng Kemasan
Konsumen dilematis dengan kebijakan terbaru minyak goreng.
SELENGKAPNYAJokowi: Mandalika Jadi Jenama Baru Indonesia
Para pembalap menyatakan kekaguman dengan sambutan warga Jakarta.
SELENGKAPNYALogo Halal Baru
Yang terpenting tetaplah sistem jaminan halalnya, bukan semata-mata logonya.
SELENGKAPNYA