Nasional
Pelonggaran Harus Dilakukan dengan Kehati-hatian
Positivity rate Covid-19 saat ini masih belum melandai.
JAKARTA -- Pemerintah sudah mulai menyiapkan sejumlah pelonggaran kebijakan menuju endemi di tengah penurunan kasus Covid-19. Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Ridwan Amiruddin namun mengatakan, kehati-hatian tetap harus dikedepankan karena positivity rate di Indonesia masih berkategori tinggi.
Ridwan menilai perkembangan Covid-19 sejak dua tahun lalu sampai hari ini secara global mengalami tren penurunan kasus. "Sementara kalau secara nasional, kita (Indonesia) ada di akhir gelombang ketiga. Gelombang ketiga ini didominasi varian omikron yaitu sekitar 96 persen," ujarnya, Rabu (9/3).
Saat ini, dia menambahkan, omikron sudah masuk ke generasi ketiga yaitu subvarian BA.3. Jadi, tak hanya terdiri dari subvarian BA.1 dan BA.2. Bila dibandingkan dengan gelombang kedua yang didominasi delta, ia mengakui varian delta menyebabkan angka kematian cukup besar dan positivity rate tinggi.
Meski omikron disebut lebih ringan, Ridwan mencatat positivity rate omikron saat ini juga masih belum melandai, yaitu sekitar 25 persen. Angka pertumbuhannya juga masih di atas angka satu. "Jadi, masih perlu ada unsur kehati-hatian," katanya.
Ridwan meminta harus ada upaya strategi menekan laju omikron yaitu protokol kesehatan ditambah dengan vaksin. Artinya, percepatan vaksinasi menjadi tema sentral untuk pengendalian pandemi. "Kami sangat berharap dengan percepatan vaksin maka akan terbentuk kekebalan komunal yaitu dengan vaksinasi atau terpapar secara alamiah," ujarnya.
Ia menjelaskan kekebalan komunal dibentuk dari dua hal yaitu penyintas atau vaksinasi. Bahkan, ia menyebutkan, orang yang berinteraksi dengan penderita Covid-19 juga terbentuk antibodi tubuh secara kelompok. "Namun, kalau yang terpapar punya penyakit penyerta (komorbid) atau lanjut usia bisa berakibat fatal," ujarnya.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi mengingatkan kendati pemerintah telah melakukan pelonggaran mobilitas masyarakat, bukan berarti Indonesia sepenuhnya bebas dari ancaman lonjakan kasus Covid-19. Pelonggaran aktivitas masyarakat tetap harus diiringi dengan penerapan protokol kesehatan ketat dan percepatan vaksinasi dosis lengkap serta booster agar upaya transisi dari pandemi menuju endemi bisa berjalan optimal.
Selama perjalanan, para penumpang harus tetap menggunakan masker medis tiga lapis yang menutup hidung, mulut dan dagu, mengganti masker secara berkala, rutin mencuci tangan memakai sabun atau handsanitizer, tidak berbicara satu arah, dan tidak makan minum sepanjang perjalanan penerbangan bagi yang perjalanan kurang dari dua jam.
“Aturan protokol kesehatan pada prinsipnya harus tetap kita tegakkan, walaupun kita tidak melakukan permintaan pemeriksaan antigen atau PCR pada orang yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap maupun booster,” tutur Nadia dalam keterangan, Rabu (9/3).
Para pelaku perjalanan domestik di semua moda transportasi darat, laut maupun udara yang telah terpantau mendapatkan vaksinasi dosis lengkap dan booster dibebaskan dari kewajiban tes antigen dan PCR. Adapun dasar dari ketentuan baru ini adalah Surat Edaran Satgas Penanganan COVID-19 Nomor 11 Tahun 2022 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri Pada Masa Pandemi Covid-19, yang berlaku efektif 8 Maret 2022 hingga waktu yang tidak ditentukan.
“Saat ini, kita tidak lagi menerapkan skrining pada pelaku perjalanan dalam negeri. Tetapi ini berlaku pada kondisi tertentu ya. Bukan berarti semua orang bisa tanpa tes PCR dan antigen. Surat Edaran dari Satgas sudah keluar dan dinyatakan bahwa yang dibebaskan dari tes antigen dan PCR adalah mereka yang status vaksinasinya lengkap atau sudah mendapatkan vaksinasi booster,” terang Nadia.
Dengan terbitnya ketentuan baru tersebut, Nadia menekankan bahwa pemerintah tidak sepenuhnya menghapuskan skrining bagi para pelaku perjalanan. Tes antigen dan PCR dengan hasil negatif sebagai syarat perjalanan masih berlaku bagi pelaku perjalanan domestik yang baru mendapatkan vaksin dosis pertama dan yang belum mendapatkan vaksin Covid-19 karena kondisi kesehatan khusus atau penyakit komorbid.
Adapun maksimal pengambilan sampel untuk tes PCR adalah 3×24 jam dan untuk tes antigen 1×24 jam sebelum keberangkatan. Selain hasil negatif tes antigen dan PCR, pelaku perjalanan dalam negeri dengan penyakit komorbid wajib melampirkan surat keterangan dokter dari RS milik pemerintah.
Sebelum check in di keberangkatan atau paling cepat sehari sebelum jadwal penerbangan, seluruh pelaku perjalanan wajib mengisi eHAC di Aplikasi PeduliLindungi.
Hal ini untuk mencegah adanya penumpang yang berstatus merah (belum vaksin) dan hitam (kasus konfirmasi) melakukan perjalanan melalui moda transportasi udara. Karenanya pemerintah meminta setiap moda transportasi menggunakan aplikasi PeduliLindungi. Sehingga riwayat perjalanan setiap penumpang bisa terus terpantau.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Patuhi Prokes Meski PCR dan Antigen Dihapus
Penghapusan syarat negatif PCR dan antigen bagi yang sudah divaksin dua dosis.
SELENGKAPNYADIY PPKM Level 4, PJJ Kembali 100 Persen
Kemendikbudristek mendorong daerah melakukan PTM 100 persen.
SELENGKAPNYA