Kabar Utama
Berkejaran Dengan Tenggat Resesi
Waktu bagi pemerintah agar terhindar dari resesi ekonomi hanya satu bulan.
Waktu yang dimiliki pemerintah untuk membawa Indonesia terhindar dari resesi ekonomi hanya satu bulan ini. Jika pertumbuhan ekonomi kuartal III (Juli-September) negatif, maka Indonesia secara teknis masuk ke dalam zona resesi karena ekonomi tumbuh negatif dalam dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal II 2020, ekonomi Indonesia terkontraksi 5,32 persen.
Agar bisa lolos dari jeratan resesi, di kuartal III ini perekonomian Indonesia minimal harus tumbuh di atas 5 persen. Namun sepanjang Juli-Agustus belum terlihat belanja pemerintah maupun rumah tangga yang masif yang bisa menggerakkan ekonomi. Kemungkinan yang bisa mendongkrak konsumsi adalah bantuan tunai dari pemerintah ke karyawan, dana pulsa, maupun pencairan dana kartu prakerja.
Terutama belanja dari kelompok menengah ke atas, yang menurut Menkeu Sri Mulyani dalam rapat di DPR kemarin terlihat masih mengerem pengeluarannya. Padahal, menurut Menkeu, porsi belanja dari kelompok ini berpengaruh besar pada naik turunnya angka konsumsi rumah tangga nasional.
Kemarin pemerintah menggelar rapat secara virtual dengan para gubernur dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, membahas situasi ini. Presiden Joko Widodo meminta para kepala daerah untuk bekerja lebih keras memulihkan kondisi perekonomian pada September ini.
“Kita masih punya kesempatan di bulan September ini. Kalau kita masih berada pada posisi minus artinya kita masuk ke resesi,” kata Jokowi dalam pengarahannya.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, Presiden meminta agar belanja daerah, baik belanja barang, belanja modal, maupun penyaluran bantuan sosial dipercepat. Tujuannya untuk meningkatkan konsumsi masyarakat dan memulihkan kondisi ekonomi di daerah.
Berdasarkan data per 27 Agustus 2020, rata-rata realisasi belanja untuk APBD provinsi baru sebesar 44,74 persen dan belanja kabupaten/kota sebesar 48,8 persen. Jokowi meminta setiap kepala daerah agar melihat kembali realisasi penyerapan anggaran di daerahnya.
“Hati-hati mengenai ini. Ini angkanya saya kira bisa kita lihat belanja untuk barang dan jasa realisasinya sudah berapa, untuk belanja modal berapa, untuk belanja bansos berapa,” tambah Jokowi.
Ia mencontohkan, penyerapan anggaran untuk belanja barang dan jasa di DKI Jakarta sudah tinggi, yakni mencapai 78 persen. Begitu juga dengan belanja modal yang sudah mencapai 92 persen. Jokowi pun mengaku akan terus mengawasi realisasi penyerapan APBD di tiap-tiap daerah.
“Saya kira yang lain-lain tolong terutama yang berada di angka-angka masih 15, masih 10 apalagi yang bansos masih 0 betul-betul dilihat angka-angka ini,” kata dia.
Jokowi dalam kesempatan tersebut sempat menyinggung angka pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah. Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi tertinggi saat ini ada di Papua yang sebesar 4,52 persen dan Papua Barat 0,53 persen. Sedangkan tiga provinsi yang pertumbuhan ekonominya mengalami minus cukup besar, yakni Bali yang tumbuh negatif 10,98 persen, DKI Jakarta minus 8,22 persen, dan DIY minus 6,74 persen.
“Ini karena memang turis wisata itu betul-betul sangat mendominasi ekonomi di Bali sehingga kelihatan sekali pertumbuhan ekonomi di Bali berkontraksi begitu sangat tajam,” kata Jokowi.
Daya beli lemah
Pemerintah belakangan ini gencar mengeluarkan stimulus untuk meningkatkan konsumsi dan daya beli masyarakat. Konsumsi terus digenjot karena memiliki porsi lebih dari 50 persen terhadap struktur produk domestik bruto (PDB) dari sisi pengeluaran.
Namun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pelemahan daya beli masyarakat masih terjadi. Ini tecermin dari indeks harga konsumen (IHK) yang mengalami deflasi sebesar 0,05 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, tren pelemahan daya beli masyarakat sedang terjadi setelah terjadinya deflasi selama dua bulan berturut-turut. Pada Juli 2020, Indonesia juga mengalami deflasi sebesar 0,10 persen.
"Sekarang ini trennya hampir sama, terjadi pelemahan daya beli. Semua mengalami perlambatan dan deflasi," kata Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, penyebab utama melemahnya daya beli adalah pandemi Covid-19 yang telah menekan pendapatan masyarakat dan mengurangi permintaan atas barang konsumsi. Lesunya daya beli itu juga tecermin dari inflasi inti dari tahun ke tahun (yoy) yang saat ini tercatat 2,03 persen atau lebih rendah dari rata-rata sebelumnya.
"Kalau dari harga barang bergejolak yang deflasi, pasokan itu mencukupi. Tapi dari pergerakan inflasi inti hanya 2,03 persen, ini menunjukkan daya beli masyarakat belum pulih," katanya.
BPS mencatat terjadinya deflasi pada Juli dan Agustus karena turunnya harga kebutuhan pangan dan tarif angkutan udara. Tren penurunan inflasi ini mulai terlihat sejak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia pada Maret dan telah mempengaruhi kinerja perekonomian.
Perlambatan itu bahkan mempengaruhi inflasi pada periode Lebaran yang melandai pada April-Mei 2020, masing-masing hanya sebesar 0,08 persen dan 0,07 persen. Padahal, biasanya pada periode Lebaran terjadi inflasi tinggi karena adanya kenaikan harga bahan makanan maupun tarif transportasi seiring dengan tingginya permintaan. Dengan terjadinya deflasi, maka inflasi tahun kalender Januari-Agustus 2020 mencapai 0,93 persen dan inflasi tahun ke tahun (yoy) sebesar 1,32 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan, tingkat inflasi sepanjang 2020 akan berada di bawah 2,5 persen. Prediksi ini berkaca data terbaru BPS. Sri menjelaskan, proyeksi tersebut seiring dengan penurunan konsumsi masyarakat yang dikarenakan restriksi aktivitas ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
Pada tahun depan, Sri berharap berbagai program pemulihan ekonomi yang kini terus dikejar pemerintah akan mampu mengungkit permintaan. "Tren ini harus diantisipasi dengan (dampak) tekanan ke harga-harga," ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR secara virtual, Rabu (1/9).
Fokus tangani wabah
Ekonom senior Faisal Basri memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III berada pada zona negatif, yaitu di kisaran minus tiga persen. Meski demikian, Faisal menekankan pemerintah tidak perlu takut dan terlalu fokus menghindari resesi.
Menurut dia, pemerintah sebaiknya tetap memprioritaskan penanganan penyebaran Covid-19. "Jangan target kita tidak resesi pada kuartal III. Targetnya, sampai September, benahi virus, sehingga kuartal III biarkan minus," kata Faisal.
Apabila pemerintah hanya fokus untuk menghindari resesi periode Juli sampai September, Faisal cemas penyebaran virus terus meningkat. Dampaknya, Indonesia masuk dalam resesi berbentuk W (W-shape). Dalam situasi ini, ekonomi pulih dengan cepat, tapi jatuh ke periode kontraksi kedua dengan cepat juga.
Faisal menuturkan, pemulihan W-shape justru lebih berbahaya bagi ekonomi Indonesia. Kondisi tersebut telah dialami Iran yang kini sudah memasuki gelombang penyebaran Covid-19 ketiga.
Faisal menambahkan, pemulihan W-shape akan membuat potential output terus menurun, seiring dengan merosotnya kepercayaan investor ke pemerintah. "Buat apa kita mengambil risiko huruf W begitu," ucapnya.
Faisal menyebutkan, tidak semua negara di dunia mengutamakan ekonomi. Ia menyebutkan, Selandia Baru, Finlandia, Singapura, Malaysia dan Thailand kini sudah membuka aktivitas perekonomian setelah dianggap mampu mengendalikan Covid-19.
Di sisi lain, masih banyak negara yang mengalami kenaikan kasus, meski terkendali. Di antaranya Italia dan Spanyol yang kini mulai membuka aktivitas sosial dan ekonomi.
Faisal menjelaskan, Indonesia bisa saja melakukan hal serupa. Akan tetapi, syaratnya adalah memperbanyak pengujian, seperti yang dilakukan di Arab Saudi. Dampaknya, mereka dapat lebih cepat mengantisipasi penyebaran virus.
Lonjakan kemiskinan
Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin mengatakan, pandemi Covid-19 telah membuat jumlah warga miskin di Indonesia meningkat. Berdasarkan data kemiskinan per Maret 2020 yang merupakan awal pandemi Covid-19, warga miskin telah meningkat lebih dari 1,6 juta orang menjadi 26,42 juta orang atau 9,78 persen.
Kiai Ma'ruf mengatakan, angka kemiskinan itu masih berpotensi meningkat menjadi 11,5 persen pada akhir tahun 2020 atau kembali ke kondisi tahun 2011. Hal tersebut, menurut dia, apabila upaya penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi tidak berjalan sesuai harapan.
Untuk mencegah lonjakan jumlah warga miskin, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan dan program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kiai Ma'ruf mengatakan, upaya itu dilakukan dengan terus memperkuat program bantuan sosial yang telah dilakukan selama ini, seperti program keluarga harapan (PKH), program sembako, hingga program jaminan kesehatan nasional.
"Pemerintah juga telah memperluas berbagai program, baik melalui penambahan program baru, seperti bantuan langsung tunai dana desa, bantuan tagihan listrik," kata Kiai Ma'ruf saat membuka Simposium Nasional Kesehatan, Ketahanan Pangan dan kemiskinan dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-64 Universitas Hasanuddin, Selasa (1/9).
Kiai Ma'ruf menambahkan, pemerintah juga memperluas cakupan penerima bantuan dari yang sebelumnya 25 persen rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terbawah menjadi 40 persen terbawah. Alokasi anggaran perlindungan sosial tersebut mencapai Rp 203,9 triliun.
Dua program yang baru dikeluarkan, yaitu program Banpres Produktif Usaha Mikro dan subsidi upah untuk 15,7 juta pekerja diharapkan dapat menyasar 40-60 persen rumah tangga terbawah.
"Pemerintah telah melakukan berbagai langkah dalam rangka menjaga dan melindungi kesejahteraan masyarakat agar tidak jatuh ke dalam kemiskinan," ujarnya.
Pemerintah juga berupaya meningkatkan ketahanan pangan untuk mengurangi angka kemiskinan. Sebab, tingkat kemiskinan berpotensi naik jika ketahanan pangan tidak ditingkatkan. Ini karena lebih dari 60 konsumsi rumah tangga miskin dibelanjakan untuk membeli bahan makanan serta 30 persen dari belanja makanan tersebut digunakan untuk membeli beras.
"Peningkatan harga beras sedikit saja akan sangat berpengaruh pada konsumsi rumah tangga miskin, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemiskinan," katanya.
Langkah daerah
Belum meredanya pandemi Covid-19 menghadirkan bayang-bayang resesi ekonomi. Berbagai langkah disiapkan pemerintah daerah untuk menghadapi tantangan perekonomian.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menyatakan, bakal mendorong ketahanan ekonomi dengan menggenjot stimulus untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Selain itu, mendorong masyarakat untuk membeli produk kawan serta produk buatan dalam negeri. “Ini langkah antisipasi kita dalam menghadapi perekonomian yang memang sedang guncang,” kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Semarang, Senin (31/8).
Ganjar mengatakan, Jawa Tengah sudah melakukan pemetaan terkait sektor- sektor yang perlu mendapatkan dorongan ataupun pertolongan, dengan melibatkan para ahli dan pemangku kepentingan. Berdasarkan urutannya, menurut dia, sektor tertinggi adalah pariwisata, transportasi, dan perhotelan.
"APBD dan APBN yang kita miliki dikerahkan untuk mendorong ke sana. Untuk sekarang kita harus lebih hati-hati, lebih strategis lagi untuk memilih sektor yang harus kita bantu,” katanya.
Untuk sekarang kita harus lebih hati-hati, lebih strategis lagi untuk memilih sektor yang harus kita bantu.GANJAR PRANOWO, Gubernur Jawa Tengah
Pemerintah daerah lainnya, yaitu Pemerintah Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, telah membentuk tim pengendalian dan pemulihan ekonomi yang diarahkan pada upaya pemberdayaan sektor UMKM. Bupati Majalengka Karna Sobahi mengaku, sudah melakukan rapat koordinasi dengan para kepala daerah se-Jabar bersama Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Rapat itu membahas bahaya resesi ekonomi.
Karna mengatakan, dari hasil pertemuan para kepala daerah itu dijelaskan bahwa salah satu dampak resesi yang dikhawatirkan bakal terjadi adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai perusahaan. "PHK saat resesi terjadi karena permintaan atau konsumsi masyarakat mulai menurun. Sehingga para pengusaha terpaksa harus melakukan efisiensi terhadap karyawannya melalui PHK," kata Karna.
Setelah terjadi PHK, lanjut Karna, pengangguran akan semakin meningkat dan daya beli masyarakat menurun. Begitu pula, jumlah masyarakat miskin akan semakin bertambah.
Atas alasan itulah Pemkab Majalengka membentuk tim pengendalian dan pemulihan ekonomi, yang diarahkan pada upaya pemberdayaan sektor UMKM. Adapun langkahnya dengan memberikan bantuan fasilitas dan mendukung permodalannya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.