Kisah Mancanegara
Sebaran Mitos dan Hoaks Covid-19 di Zimbabwe
Mitos mengenai pandemi virus korona tak hanya beredar di kalangan orang miskin.
OLEH RIZKY JARAMAYA
Mitos mengenai pandemi virus korona jenis baru atau Covid-19 beredar luas di Zimbabwe. Beberapa warga Zimbabwe percaya virus tersebut dapat berkembang dengan cepat pada musim dingin, sementara lainnya mengeklaim orang Afrika kebal terhadap virus korona.
Salah satu warga yang tinggal di Ibu Kota Harare, Pamela Hove (45 tahun), yakin bahwa orang kulit hitam tidak akan meninggal dunia karena terinfeksi Covid-19. Dia percaya virus korona hanya seperti flu biasa yang bisa disembuhkan. Menurut dia, keberadaan virus korona hanya bohong belaka.
"Orang kulit hitam jarang ada yang mati karena virus korona, itu hanya seperti flu biasa dan bisa menghilang. Kami telah dibohongi bahwa banyak orang yang sakit karena Covid-19," ujar Pamela kepada Anadolu Agency, Rabu (29/7).
Pamela tinggal di daerah Mbare, salah satu kota tertua di Harare. Dia sehari-hari mengelola kios sayur dan buah-buahan.
Orang-orang yang tinggal di daerah miskin seperti Pamela kerap menyebarkan mitos dan informasi yang salah mengenai virus korona. Dengan demikian, banyak warga Zimbabwe yang terperangkap dalam mitos-mitos tersebut.
Seorang praktisi kesehatan yang tinggal di Harare, Mevion Chuma, mengatakan, sebagian besar warga percaya dengan mitos bahwa virus korona dapat diobati dengan mandi menggunakan air panas. Air yang digunakan untuk mandi harus berada pada suhu 60 derajat Celsius.
Mitos mengenai pandemi virus korona tak hanya beredar di kalangan orang miskin. Seorang warga berpendidikan tinggi seperti Dan Gowere (29 tahun) yang mengantongi gelar sarjana ilmu sejarah percaya bahwa dia tidak akan terkena virus korona. Namun, Gowere harus menelan kata-katanya sendiri karena belum lama ini dia dinyatakan terinfeksi virus korona dan menjalani karantina.
Warga Zimbabwe lainnya, yakni Tembi Dlela (56 tahun) yang tinggal di Bulawayo percaya kepada mitos bahwa virus korona menyebar melalui gigitan nyamuk. Dlela mengatakan, virus korona bisa hilang ketika nyamuk telah dibasmi. Bahkan, beberapa warga ada yang percaya mengonsumsi minuman alkohol dapat mencegah virus korona.
Mitos dan penyebaran informasi yang salah terhadap virus korona membuat tenaga medis kesulitan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi. Direktur Epidemiologi dan Pengendalian Penyakit di Kementerian Kesehatan dan Perawatan Anak Zimbabwe Protia Manangazira mengatakan, meluasnya penyebaran mitos telah menjadi penyebab melonjaknya kasus virus korona dan kematian di negara tersebut.
"Saat ini, persepsi risiko rendah di tingkat individu dan masyarakat menjadi faktor peningkatan kasus," ujar Manangazira.
Seorang petugas medis sukarela, Terrence Mukusha (28 tahun), menyalahkan penyebaran mitos di masyarakat sebagai penyebab peningkatan kasus virus korona. Mitos-mitos yang salah mengenai virus korona tidak hanya menyebar dari mulut ke mulut, tetapi juga menyebar luas di media sosial.
“Banyak mitos dan berita palsu telah beredar di berbagai platform media sosial. Beberapa mitos ini termasuk orang kulit hitam tidak bisa terkena Covid-19. Ini membuat banyak orang kulit hitam, terutama di Afrika, merasa santai dan berpikir bahwa mereka kebal terhadap virus," kata Mukusha.
Mathias Gavanga dari Kementerian Kesehatan dan Perawatan Anak Zimbabwe berulang kali menyatakan bahwa transmisi virus korona tidak dipengaruhi oleh faktor cuaca. Virus dapat berkembang di cuaca panas maupun dingin. Dia menegaskan, hingga saat ini tidak ada data atau bukti yang menunjukkan penyebaran virus korona melalui nyamuk. Dia mengimbau kepada seluruh masyarakat agar mematuhi protokol kesehatan, yakni mengenakan masker, mencuci tangan dengan sabun, serta menghindari kerumunan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.