Kisah Dalam Negeri
Gerakan Mandiri Demi Sinyal Internet
Sejumlah pemda menjanjikan kemudahan internet.
OLEH BAYU ADJI P, BOWO PRIBADI
Pandemi Covid-19 yang melanda Tanah Air ikut membuka juga banyak persoalan di luar bidang kesehatan. Belakangan, kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dimaksudkan untuk menghindarkan para murid dari virus menguak persoalan jaringan internet di berbagai wilayah.
Bahkan, di Pulau Jawa yang diklaim 99 persen wilayahnya telah dijangkau sinyal seluler, persoalan ketiadaan sinyal dan lambannya koneksi internet membuat PJJ menjadi hal yang jauh lebih merepotkan. Ini dirasakan Syakila Nurhilmi (17), siswa kelas XII SMA Al Madinah Cibatu.
Ia menuturkan, sinyal sukar didapatkan di tempat tinggalnya di Kampung Cilimushideung, Desa Mekarsari, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut. Rp 75 ribu yang ia keluarkan untuk membeli kuota internet tiap bulannya menjadi sia-sia.
Beruntung, sejak akhir pekan lalu, ia bisa lancar mengakses internet dari kampungnya dengan biaya murah tanpa batas kuota pula. Hanya Rp 33 ribu ia keluarkan untuk akses internet satu bulan tersebut. "Alhamdulillah, sekarang ada internet yang harganya jauh lebih murah," kata dia, Selasa (22/7).
Menurut dia, selama kegiatan belajar-mengajar secara tatap muka di sekolah ditiadakan, jaringan internet sangat penting bagi para siswa. Sebab, seluruh materi pelajaran disampaikan secara daring.
Salah seorang pemanfaat lainnya, Nazmi Aulia Nursamsi (15), siswi kelas 10 SMK PGRI Selaawi, juga merasakan kegunaan internet murah itu. "Biasanya kalau mau lancar harus beli paket yang Rp 90 ribu. Adanya internet di sini lebih murah dan kecepatannya juga enggak jauh beda," kata dia.
Kemewahan baru di kampung itu tak lepas dari inovasi salah seorang warga, Budi Hermawan (44). Ia pun menggagas agar warga kampungnya dapat melek internet. Menyediakan internet yang murah bukan perkara mudah di Kampung Cilimushideung. Ia menyebut selama ini hanya jaringan internet dari provider tertentu yang dapat diakses warga kampung itu. Harga kuota internet yang ditawarkan juga terbilang mahal untuk warga.
Oleh karena itu, Budi berinovasi untuk membangun jaringan sendiri karena wilayah Kampung Cilimushideung ini tak terjangkau akses serat optik. Ia menjelaskan, pihaknya bergotong royong membangun jaringan untuk warga dengan meyambungkan ke jaringan provider yang tersedia. "Jadi, sekarang warga dapat mengakses internet dengan murah. Insya Allah, dua bulan lagi akan dibuat gratis," kata dia saat dihubungi Republika, Rabu (22/7).
Budi berkisah, gagasan membuat kampung teknologi telah direncanakan sejak lama, kira-kira pada 2015. Awalnya, ia mencoba memperkenalkan warga dengan teknologi terapan, seperti membantu penggembala atau petani menggunakan komputer untuk memaksimalkan produksi mereka.
"Setelah mereka tertarik, kita sepakat membangun kampung teknologi. Yang pertama harus kita sediakan adalah fasilitas untuk akses internet agar warga dapat mengakses internet dengan murah," kata dia. "Modal material tak terlalu besar, tapi perlengkapan yang berat untuk pemasangannya. Kita bangun server agar bisa terjangkau seluruh kampung. Lebih dari Rp 250 juta untuk investasinya," ia menambahkan.
Ia ingin warga di Kampung Cilimushideung dapat mengakses internet dengan murah dan mudah. "Kebetulan di sini ada alat dan material fiber optic karena ada warga yang sudah berkecimpung lama di bidang itu. Jadi, kita inisiatif bangun jaringannya. Alhamdulillah, dapat dipasang dalam satu pekan," kata dia.
Saat ini, akses internet di kampung itu, yang dikelola Badan Usaha Milik Kampung (BUMKa), dapat digunakan anak-anak sekolah dalam pembelajaran secara daring. Masyarakat lain yang hendak mengakses internet pun tak lagi terbebani. Budi berjanji akan terus mengembangkan jaringannya sehingga dapat digratiskan untuk seluruh warga.
Sejauh ini, kendala yang dihadapinya dalam penyediaan layanan internet untuk warga itu adalah masalah perizinan. Oleh karena itu, ia ingin pemerintah dapat membantu pengurusan perizinan internet server provider (ISP).
Menurut dia, standar untuk dapat mendapatkan izin ISP itu terlalu tinggi bagi warga kampung. Untuk dapat diberikan izin, kata dia, ISP harus bisa menghabiskan bandwidth 10 gigabita per detik. Sementara, yang dibutuhkan di Kampung Cilimushodeung maksimal 300 megabita per detik. "Kita sudah ada PT, tapi izin sebagai penyedia jasa layanan internet belum ada izin. Karena itu, kita minta pemerintah bantu izin," kata dia.
Wakil Bupati Garut Helmi Budiman berjanji, pemerintah akan membantu Budi mengurus izin ISP. Ia juga sudah meminta Diskominfo Garut untuk membantu pengurusan ISP agar internet di Cilimushideung legal. "Apalagi, jaringan internet ini dibangun dari biaya sendiri," kata dia.
Persoalan kebutuhan internet pada masa pandemi, utamanya bagi pembelajaran jarak jauh bukan persoalan khusus di Cilimushideung saja. Semisal pun jaringan lancar, masih ada permasalahan kuota yang harus dibeli siswa atau orang tua mereka. Dalam hal ini, sejumlah pemerintah daerah tak tinggal diam.
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, misalnya, menyiapkan sejumlah komponen pendidikan dalam menghadapi masa pandemi, salah satunya adalah kuota internet bagi anak didik. “Untuk kuota (internet), sudah saya sampaikan kepada dinas terkait agar menjadi salah satu komponennya,” ujar Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam webinar kemarin.
Terkait hal itu, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Padmaningsih, mengatakan, biaya kuota internet bagi murid bisa diambil dari dana bantuan operasional sekolah (BOS), merujuk Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020. Namun, anggarannya memang harus disesuaikan dengan kemampuan sekolah. “Sebab, sejauh ini, belum ada sumber anggaran khusus yang lain untuk pembelian kuota internet sebagai sarana pembelajaran jarak jauh,” ungkapnya.
Guna menyiasati hambatan siswa yang berada di lokasi sulit akses internet, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengambil langkah guru kunjung, yakni guru mengunjungi siswa untuk memberikan pembelajaran. “Atau bisa mengirim materi pelajaran dan tugas kepada siswa dan nanti dikirim kembali kepada gurunya jika sudah selesai,” kata dia.
Dari Surabaya, Wali Kota Tri Rismaharini berjanji menjadikan balai RW dan Broadband Learning Center (BLC) sebagai tempat belajar baru bagi anak-anak kurang mampu. "Karena kita semua belum tahu anak-anak ini belajar virtual sampai kapan, maka nanti akan lebih memaksimalkan fungsi balai RW dan BLC untuk belajarnya anak-anak," kata Risma di Surabaya, Ahad (19/7).
Risma menegaskan, nantinya semua balai RW yang sudah dilengkapi fasilitas internet akan lebih dimaksimalkan. Bahkan, jika memang dibutuhkan, di tiap balai RW itu nanti akan ditambahkan fasilitas router. "Bahkan, nanti anak-anak ini akan didampingi langsung oleh staf-staf Dinas Perpustakaan," ujar Risma.
Bagi anak-anak yang dekat dengan fasilitas BLC maka bisa langsung ke BLC. Begitu pula sebaliknya. Jika lebih dekat dengan balai RW, maka nanti belajarnya di balai RW. "Tapi, sekali lagi, ini khusus anak-anak yang kurang mampu itu,” ujarnya. Ia tak ingin balai RW jadi tempat berkumpul terlalu banyak orang. “Jadi, intinya akan dibatasi nanti yang belajar di balai RW," ujarnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.