Nasional
Pelarungan ABK Indonesia Tuai Kecaman
Pemerintah minta klarifikasi Dubes Cina untuk Indonesia.
JAKARTA — Pamerintah mengeklaim siap mendalami dugaan eksploitasi yang dialami anak buah kapal (ABK) Indonesia yang dilakukan kapal milik perusahaan Cina. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menindaklanjuti soal video pelarungan jenazah ABK Indonesia di kapal yang diduga milik perusahaan asal Cina.
“Kami telah berkoordinasi, termasuk mengenai dugaan ada eksploitasi terhadap ABK kita (Indonesia),” kata Menteri Edhy dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis (7/5).
KKP fokus pada dugaan eksploitasi terhadap ABK Indonesia seperti dilaporkan media Korea, MBC News. Disebutkan, ada beberapa ABK yang mengaku bahwa tempat kerja mereka sangat tidak manusiawi. Mereka bekerja sehari selama 18 jam, bahkan salah satu ABK mengaku pernah berdiri selama 30 jam. Para ABK Indonesia juga dilaporkan diminta meminum air laut yang difilterisasi.
“KKP segera mengirimkan notifikasi ke RFMO (Regional Fisheries Management Organization) untuk kemungkinan perusahaan atau kapal mereka diberi sanksi,” ujarnya. Menurut Edhy, terdapat dugaan perusahaan yang mengirimkan ABK Indonesia itu telah melakukan kegiatan yang sama beberapa kali.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah menegaskan, akan memberikan sanksi apabila ditemukan pelanggaran oleh perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) tersebut. "Kami tidak akan ragu untuk menindak tegas perusahaan tersebut sesuai dengan aturan penerapan sanksi," kata Ida Fauziah.
Ida mengatakan, penelusuran juga akan dilakukan berkenaan dengan izin penempatan ABK tersebut. Dia melanjutkan, hal itu dilakukan guna memastikan apakah prosedur penempatan dan pemenuhan hak-hak ABK. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan siap melindungi sejumlah ABK asal Indonesia di kapal Cina yang mengalami dugaan perbudakan modern. Sebagai langkah awal, LPSK akan turut serta menjemput mereka yang pulang ke Indonesia.
Ketua LPSK Hasto Atmojo mengaku, pihaknya akan melakukan tindakan proaktif dalam kasus ini. LPSK juga siap bekerja sama dan berkolaborasi dengan pihak Kementerian Luar Negeri dan kepolisian untuk memberikan perlindungan kepada ABK WNI. LPSK siap memberikan perlindungan mulai dari proses pemulangannya ke Tanah Air hingga pendampingan proses hukumnya nanti.
“Sebagai langkah awal, LPSK akan turut serta menjemput sejumlah ABK yang pulang ke Indonesia, besok, Jumat (8/5), ke bandara," ujar Hasto. Ia menjelaskan, tragedi yang dialami 18 ABK di kapal Cina itu jelas menunjukkan adanya indikasi tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Karena itu, ia berharap agar pihak kepolisian menelusuri pihak atau perusahaan yang melakukan perekrutan dan menyalurkan para ABK ke kapal Cina tersebut.
Klarifikasi
Terpisah, Pemerintah RI sudah memanggil Duta Besar Cina untuk Indonesia. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menuturkan, RI sudah meminta klarifikasi terkait video pelarungan jenazah dan dugaan TPPO di kapal perusahaan Cina. Retno mengatakan, ada tiga hal yang disampaikan Kementerian Luar Negeri kepada Pemerintah Cina.
Pertama, terkait penguburan tiga jenazah ABK di laut lepas. Pemerintah Indonesia kembali meminta klarifikasi dan informasi valid apakah penguburan di laut tersebut sudah standar ILO. Dua, Pemerintah Indonesia menyatakan keprihatinan atas kondisi kehidupan para ABK WNI di kapal berbendera Cina yang tidak sesuai dan dicurigai telah menyebabkan kematian empat ABK WNI tersebut. "Tiga awak kapal meninggal (dikubur) di laut dan satu meninggal di Rumah Sakit di Busan (Korea)," kata Retno, Kamis.
Tiga, Kemenlu meminta Dubes Cina di Jakarta untuk meminta dukungan Pemerintah Cina membantu pemenuhan tanggungcjawab perusahaan kapal atas hak para ABK WNI. Termasuk, pembayaran gaji yang belum dibayarkan dan kondisi kerja yang aman. "Jadi, kita meminta agar Pemerintah Tiongkok (Cina) meminta tanggung jawab perusahaan agar gaji (ABK WNI) dipenuhi dan kondisi kerja ditingkatkan menjadi lebih baik," tuturnya. Retno menegaskan, kapal-kapal ikan berbendera Cina tersebut memang bukan milik negara, melainkan milik sebuah perusahaan.
Retno menjelaskan juga mengenai perlindungan terhadap 46 ABK yang tengah diupayakan pemerintah saat ini serta kasus tiga ABK meninggal dunia yang jasadnya dilarung ke laut. Jumlah 46 ABK tersebar di empat kapal ikan perusahaan China, yakni 15 orang di kapal Long Xing 629, delapan orang di kapal Long Xing 605, tiga orang di kapal Tian Yu 8, dan 20 orang di kapal Long Xing 606.
"Sejak 14-16 April 2020, KBRI Seoul menerima informasi adanya kapal Long Xing 605 dan Tian Yu 8 berbendera Tiongkok yang akan berlabuh di Busan membawa ABK WNI, serta informasi adanya WNI yang meninggal dunia di kapal tersebut," kata Retno.
Kapal Long Xing 605 dan Tian Yu 8 adalah dua kapal yang membawa seluruh 46 ABK Indonesia melalui perairan Korea Selatan, dan sempat berlabuh di Busan. Kedua kapal itu saat ini sudah berlayar ke China.
Kedua kapal tersebut sempat tertahan karena 35 ABK Indonesia yang dialihkan dari Long Xing 629 dan Long Xing 606 tidak terdaftar sebagai ABK di kedua kapal yang berlabuh di Busan. Sehingga, mereka dianggap sebagai penumpang oleh otoritas pelabuhan.
Sebagian besar dari 46 ABK tersebut telah pulang ke Tanah Air, yakni total 11 orang ABK Long Xing 605 dan Tianyu 8 sudah kembali sejak 24 April, serta 18 orang ABK Long Xing 606 sudah kembali pada 3 Mei. Sementara dua sisa ABK Long Xing 606 masih berada di perairan Korea untuk menyelesaikan proses keimigrasian sebelum dipulangkan kemudian, serta 15 ABK Long Xing 629 akan dipulangkan pada 8 Mei setelah sempat dikarantina di hotel selama 14 hari.
Dari 15 ABK Long Xing 629 yang akan kembali ke Tanah Air esok hari, satu orang telah meninggal dunia pada 27 April, usai dirawat sehari sebelumnya. Keterangan Busan Medical Center menunjukkan bahwa ia menderita pneumonia.
Di samping perkara 46 ABK tersebut, terdapat kasus tiga ABK meninggal dunia ketika masih di atas kapal yang kemudian jenazahnya dilarung di laut lepas, atau diperlakukan dengan cara burial at sea. Perusahaan pengelola kapal menyebut pelarungan itu sudah sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku secara ketenagakerjaan internasional, dan mendapat persetujuan dari pihak keluarga mereka.
Bagaimanapun, saat ini Kemlu RI tengah bekerja untuk memastikan kondisi di kapal terkait pemenuhan hak-hak para pekerja. Kemenlu RI juga melakukan penyelidikan lebih lanjut atas pernyataan pengelola kapal soal pelarungan jenazah.
Data Pengaduan TPPO:
Tahun 2018:
Permohonan: 109
Jumlah terlindung: 186
Tahun 2019:
Permohonan: 162
Jumlah terlindung: 318
Sumber: LPSK
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.