Kabar Utama
Bansos Kunci Jaga Ekonomi
Bansos harus diperkuat karena tingkat konsumsi rumah tangga melemah drastis.
JAKARTA -- Ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh di tengah hantaman pandemi Covid-19. Namun, butuh upaya lebih keras agar pertumbuhan ekonomi tak minus seperti yang sudah dialami banyak negara, salah satunya dengan memperkuat penyaluran bantuan sosial (bansos) untuk mendongkrak tingkat konsumsi rumah tangga yang anjlok.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekonomi Indonesia pada kuartal pertama (Januari-Maret) 2020 hanya tumbuh 2,97 persen. Padahal, pertumbuhan ekonomi pada 2019 masih sebesar 5,02 persen. "Kalau kita lihat, pertumbuhan 2,97 persen ini terendah sejak kuartal satu tahun 2001," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (5/5).
Suhariyanto menjelaskan, ada banyak peristiwa yang terjadi selama kuartal pertama dan memengaruhi ekonomi Indonesia. Ekonomi beberapa mitra dagang utama Indonesia mengalami perlambatan, bahkan ada yang mengalami kontraksi. Hal ini dikarenakan kebijakan lockdown dan pembatasan aktivitas untuk mengendalikan Covid-19. Sebut saja Cina yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia, pertumbuhan ekonominya minus 6,8 persen.
Ia menambahkan, Amerika Serikat yang menjadi pasar ekspor terbesar kedua bagi Indonesia tumbuh negatif 0,3 persen. Situasi ini berdampak pada kinerja ekspor dan impor yang menjadi komponen produk domestik bruto (PDB).
Bukan hanya itu, konsumsi rumah tangga yang menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi melambat signifikan menjadi 2,84 persen. Pada periode sama tahun lalu, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,02 persen. Oleh karena itu, kata Suhariyanto, menjaga daya beli masyarakat sangat penting. Sebab, kontribusi konsumsi rumah tangga amat besar terhadap PDB, yakni mencapai 58,14 persen. "Karena itu, pemerintah berusaha keras untuk mengendalikan inflasi," katanya.
Berdasarkan komponennya, konsumsi rumah tangga untuk perumahan dan perlengkapan rumah tangga masih tumbuh 4,47 persen. Pun, dengan konsumsi kesehatan dan pendidikan yang tumbuh hingga 7,85 persen.
Ada beberapa komponen mengalami perlambatan, salah satunya konsumsi rumah tangga untuk restoran dan hotel yang pada kuartal I 2019 tumbuh 5,64 persen, kini hanya 2,39 persen. "Ini karena adanya PSBB (pembatasan sosial berskala besar), imbauan untuk kurangi aktivitas kegiatan di luar dan stay at home," tuturnya. Sementara, konsumsi untuk pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan minus 3,29 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, angka pertumbuhan 2,7 persen masih dalam rentang prediksi yang tertuang pada APBN Perubahan 2020, yakni 2,3 persen untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini. "Kita harus berupaya menjaga laju pertumbuhan karena tingkan konsumsi sudah turun ke 2,8 persen," kata Airlangga, Selasa (5/5).
Airlangga menilai, wabah Covid-19 menimbulkan adanya demand shock yang ikut menyeret turun pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Apalagi, kata Airlangga, pada kuartal I pemerintah menerapkan PSBB untuk memotong penyebaran Covid-19.
Kalau kita lihat, pertumbuhan 2,97 persen ini terendah sejak kuartal satu tahun 2001.Suhariyanto, Kepala BPS
Ia menambahkan, fokus utama pemerintah saat ini adalah memutus mata rantai penularan Covid-19. Ini penting agar bencana kesehatan tidak merembet ke sektor lain, terutama ekonomi dan keuangan secara berkepanjangan. Rampungnya penanganan Covid-19 diyakini akan diikuti oleh pemulihan ekonomi nasional secara bertahap. "Pemerintah sedang menyiapkan exit strategy dari pandemi Covid-19."
Bansos
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memastikan pemerintah terus menyiapkan berbagai skenario untuk mengatasi dampak ekonomi dari pandemi Covid-19. Dia mengatakan, salah satu skenario yang disiapkan adalah terkait percepatan pemberian bansos.
Febrio menjelaskan, bansos harus dipercepat karena anjloknya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. "Penurunan kinerja konsumsi yang tajam pada kuartal pertama 2020 ini memperkuat urgensi percepatan penyaluran bantuan sosial di kuartal kedua," kata Febrio, kemarin.
Dari sisi produksi, kata Febrio, program pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi sangat penting dan perlu dilaksanakan secepatnya. Dengan bantalan pada kedua sisi ini, Febrio yakin pemerintah dapat membantu meringankan tekanan terhadap rumah tangga ataupun pelaku usaha, terutama UMKM.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, peningkatan bansos menjadi kunci utama menopang ekonomi Indonesia. Tambahan bansos akan mampu mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Menurut dia, jumlah bansos masih kurang, khususnya di tengah kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), yang menghambat aktivitas ekonomi masyarakat kelas bawah dan menengah. "Baiknya ditambah dua sampai tiga kali lipat," kata Tauhid. Ia menegaskan, bansos harus diperkuat karena konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi tumpuan ekonomi Indonesia melemah drastis.
Pemerintah juga disarankan memperbarui dan memperluas sasaran prioritas bansos yang selama ini menggunakan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial. Menurut Tauhid, data tersebut masih berdasarkan basis data tahun 2016 sehingga tidak mencerminkan kondisi terkini. Padahal, kata dia, banyak kelompok menengah berada di jurang kemiskinan karena penghasilannya turun drastis atau kehilangan pekerjaan. Sementara, DTKS masih terfokus pada 40 persen masyarakat terbawah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.